Dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Ada lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hal-hal yang sepele yang menjadi naluri kebiasaan manusia.
Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan untuk berkhitan, karena secara logika bisa dipahami, khitan merupakan bagian dari kebersihan (
thaharah). Tetapi tidak demikian bagi perempuan, banyak kalangan terutama tenaga medis yang melarang khitan bagi perempuan. Sementara itu sebagian kalangan berpendapat bahwa khitan bagi perempuan harus dilakukan. Oleh karenanya, masalah khitan bagi perempuan perlu mendapatkan kejelasan secara tuntas dan menyeluruh.
? Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan, ada yang mengatakan sunnah, dan ada yang mengatakan mubah
. Sedangkan menurut al-Syafi’i hukumnya
wajib, seperti hukum khitan bagi laki-laki sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi.
 |
Hukum Khitan Perempuan (Sumber Gambar : Nu Online) |
Hukum Khitan Perempuan
Pendapat yang melarang khitan perempuan sebetulnya tidak memiliki dalil
syar’i, kecuali hanya sekedar melihat bahwa khitan perempuan adalah menyakitkan
korban (perempuan). Sementara hadits yang menjelaskan khitan perempuan (hadits Abu Dawud) tidak menunjukkan
taklif disamping juga ke
shahihannya diragukan. Padahal ada kaidah ushul yang menyatakan bahwa
‘adam al-dalil lais bi dalil (tidak adanya dalil bukan merupakansuatu dalil).
Adapun pendapat yang mengatakan sunnah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
عَÙ? Ù’ أَبÙÙ? الْمَلÙÙ? ØÙ بْÙ? Ù Ø£ÙØ³ÙŽØ§Ù…َةَ عَÙ? Ù’ أَبÙÙ? ه٠أَÙ? ÙŽÙ‘ الÙ? َّبÙÙ? ÙŽÙ‘ r قَالَ Ø§Ù„Ù’Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? ٠سÙÙ? َّةٌ Ù„ÙلرÙّجَال٠مَكْرÙمَةٌ Ù„ÙÙ„Ù? Ùّسَاء٠(رَوَاه٠أَØÙ’مَدÙ)
PKB Kab Tegal
“Dari Abu al-Malih bin Usamah, dari Ayahnya: “Sungguh Nabi Saw. bersabda: “Khitan itu hukumnya sunnah bagi para lelaki dan kemuliaan bagi para perempuan.” (HR. Ahmad)
Kata
sunnah yang dikehendaki disini bukan berarti lawan kata
wajib. Sebab kata
sunnah apabila dipakai dalam sebuah hadits, maka tidak dimaksud sebagai lawan kata
wajib. Namun lebih menunjukkan persoalan membedakan antara? hukum laki-laki dan perempuan. Dengan begitu, arti kata
sunnah dan kata
makrumah dalam hadits tersebut maksudnya adalah laki-laki lebih dianjurkan berkhitan dibanding perempuan. Sehingga bisa jadi artinya adalah laki-laki sunnah berkhitan dan perempuan? mubah. Atau wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Atau laki-laki dianjurkan mengumumkan khitannya, baik dalam
walimah al-khitan atau undangan, sedangkan perempuan justru yang baik dirahasiakan, tidak perlu diekspose atau disebarluaskan.
Sebagaimana disampaiakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari ?
PKB Kab Tegal
اَلْÙÙØ·Ù’رَة٠خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ Ù…ÙÙ? Ù’ الْÙÙØ·Ù’Ø±ÙŽØ©Ù Ø§Ù„Ù’Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ø§Ø³Ù’ØªÙØÙ’Ø¯ÙŽØ§Ø¯Ù ÙˆÙŽÙ? َتْÙÙ Ø§Ù„Ù’Ø¥ÙØ¨Ù’ط٠وَتَقْلÙÙ? م٠اْلأَظْÙَار٠وَقَصÙÙ‘ Ø§Ù„Ø´ÙŽÙ‘Ø§Ø±ÙØ¨Ù )Ø±ÙŽÙˆÙŽØ§Ù‡Ù Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ®ÙŽØ§Ø±ÙÙ? ÙÙ‘ عَÙ? Ù’ أَبÙÙ? Ù‡ÙØ±ÙŽÙ? ْرَةَ)?
? قَالَ الْمَاوَرْدÙÙ? ÙÙ‘ Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ùهَا قَطْع٠جÙلْدَة٠تَكÙÙˆÙ? Ù ÙÙÙ? أَعْلَى ÙَرْجÙهَا Ùَوْقَ مَدْخَل٠الذَّكَر٠كَالÙ? َّوَاة٠أَوْ ÙƒÙŽØ¹ÙØ±ÙÙ٠الدÙÙ‘Ù? ÙƒÙ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨Ù قَطْع٠الْجÙÙ„Ù’Ø¯ÙŽØ©Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ³Ù’تَعْلÙÙ? َّة٠مÙÙ? ْه٠دÙÙˆÙ? ÙŽ Ø§Ø³Ù’ØªÙØ¦Ù’صَالÙه٠وَقَدْ أَخْرَجَ أَبÙÙˆ Ø¯ÙŽØ§ÙˆÙØ¯ÙŽ Ù…ÙÙ? Ù’ ØÙŽØ¯ÙÙ? ث٠أÙÙ…ÙÙ‘ عَطÙÙ? َّةَ Ø£ÙŽÙ? ÙŽÙ‘ امْرَأَةً كَاÙ? َتْ تَخْتÙÙ? Ù Ø¨ÙØ§Ù„ْمَدÙÙ? Ù? َة٠Ùَقَالَ لَهَا الÙ? َبÙÙ? ÙÙ‘ r (لَا تَÙ? ْهÙÙƒÙÙ? ÙÙŽØ¥ÙÙ? ÙŽÙ‘ ذَلÙÙƒÙŽ Ø£ÙŽØÙ’ظَى Ù„ÙلْمَرْأَةÙ) وَقَالَ Ø£ÙŽÙ? َّه٠لَÙ? ْسَ Ø¨ÙØ§Ù„ْقَوÙÙ? ÙÙ‘ Ù‚ÙÙ„Ù’ØªÙ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ‡Ù Ø´ÙŽØ§Ù‡ÙØ¯ÙŽØ§Ù? Ù Ù…ÙÙ? Ù’ ØÙŽØ¯ÙÙ? ث٠أَÙ? َس٠وَ Ù…ÙÙ? Ù’ ØÙŽØ¯ÙÙ? ث٠أÙÙ…ÙÙ‘ Ø£ÙŽÙ? ْمَÙ? ÙŽ Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ أَبÙÙ? الشَّÙ? ْخ٠ÙÙÙ? ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù الْعَقÙÙ? قَة٠وَآخَرَ عَÙ? ٠الضَّØÙŽØ§ÙƒÙ بْÙ? Ù Ù‚ÙŽÙ? ْس٠عÙÙ? ْدَ الْبَÙ? ْهَقÙÙ? ÙÙ‘ قَالَ الÙ? َّوَوÙÙ? ÙÙ‘ ÙˆÙŽÙ? ÙØ³ÙŽÙ…َّى Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? ٠الرَّجÙÙ„Ù Ø¥ÙØ¹Ù’ذَارًا Ø¨ÙØ°ÙŽØ§Ù„Ù Ù…ÙØ¹Ù’Ø¬ÙŽÙ…ÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ®ÙØªÙŽØ§Ù? ٠الْمَرْأَة٠خَÙْضًا Ø¨ÙØ®ÙŽØ§Ø¡Ù ÙˆÙŽØ¶ÙŽØ§Ø¯Ù Ù…ÙØ¹Ù’جَمَتَÙ? Ù’Ù? ٠وَقَالَ أَبÙÙˆ شَامَةَ كَلَام٠أَهْل٠اللÙّغَة٠Ù? َقْتَضÙÙ? تَسْمÙÙ? َّةَ الْكÙÙ„ÙŽÙ‘ Ø¥ÙØ¹Ù’ذَارًا وَالْخَÙْض٠Ù? َخْتَصÙÙ‘ Ø¨ÙØ§Ù„ْأÙÙ? ْثَى قَالَ أَبÙÙˆ Ø¹ÙØ¨ÙŽÙ? ْدَةَ عَذَرَت٠الْجَارÙÙ? َة٠وَالْغÙلَام٠وَأَعْذَرْتÙÙ‡Ùمَا خَتَÙ? ْتÙÙ‡Ùمَا وَأَخْتَÙ? ْتÙÙ‡Ùمَا وَزْÙ? ًا وَمَعْÙ? ًى قَالَ الْجَوْهَرÙÙ? ÙÙ‘ وَالْأَكْثَر٠خَÙَضَت٠الْجَارÙÙ? َة٠قَالَ وَتَزْعÙم٠الْعَرَب٠أَÙ? ÙŽÙ‘ الْغÙلَامَ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ ÙˆÙÙ„ÙØ¯ÙŽ ÙÙÙ? الْقَمَر٠Ùَسَخَتْ Ù‚ÙلْÙَتÙه٠أَÙ? ٠اتَّسَعَتْ Ùَصَارَ كَالْمَخْتÙÙˆÙ? ٠وَقَد٠اسْتَØÙŽØ¨ÙŽÙ‘ الْعÙلَمَاء٠مÙÙ? ÙŽ الشَّاÙÙØ¹ÙÙ? َّة٠ÙÙÙ? Ù…ÙŽÙ? Ù’ ÙˆÙÙ„ÙØ¯ÙŽ Ù…ÙŽØ®Ù’ØªÙÙˆÙ? ًا Ø£ÙŽÙ? Ù’ Ù? ÙŽÙ…ÙØ±ÙŽÙ‘ Ø¨ÙØ§Ù„ْمÙوسَى عَلَى Ù…ÙŽÙˆÙ’Ø¶ÙØ¹Ù Ø§Ù„Ù’Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ù Ù…ÙÙ? Ù’ غَÙ? ْر٠قَطْع٠قَالَ أَبÙÙˆ شَامَةَ ÙˆÙŽØºÙŽØ§Ù„ÙØ¨Ù Ù…ÙŽÙ? Ù’ Ù? Ùولَد٠كَذلÙÙƒÙŽ لَا Ù? ÙŽÙƒÙÙˆÙ? Ù Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ùه٠تَامًّا بَلْ Ù? َظْهَر٠طَرَÙ٠الْØÙŽØ´ÙŽÙَة٠ÙÙŽØ¥ÙÙ? Ù’ كَاÙ? ÙŽ كَذلÙÙƒÙŽ وَجَبَ تَكْمÙÙ? Ù„ÙÙ‡Ù ÙˆÙŽØ£ÙŽÙَادَ الشَّÙ? ْخ٠أَبÙÙˆ عَبْد٠الله٠بْÙ? ٠الْØÙŽØ§Ø¬ÙÙ‘ ÙÙÙ? الْمَدْخَل٠أَÙ? َّه٠اخْتÙÙ„ÙÙÙŽ ÙÙÙ? الÙ? Ùّسَاء٠هَلْ Ù? ÙØ®Ù’ÙَضْÙ? ÙŽ عÙÙ…Ùومًا أَوْ Ù? ÙÙْرَق٠بَÙ? Ù’Ù? ÙŽ Ù? ÙØ³ÙŽØ§Ø¡Ù الْمَشْرÙÙ‚Ù ÙÙŽÙ? ÙØ®Ù’ÙَضْÙ? ÙŽ ÙˆÙŽÙ? ÙØ³ÙŽØ§Ø¡Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽØºÙ’Ø±ÙØ¨Ù Ùَلَا Ù? ÙØ®Ù’ÙَضْÙ? ÙŽ Ù„ÙØ¹ÙŽØ¯ÙŽÙ…٠الْÙَضْلَة٠الْمَشْرÙوع٠قَطْعÙهَا Ù…ÙÙ? ْهÙÙ? ÙŽÙ‘ Ø¨ÙØ®ÙلَاÙÙ Ù? ÙØ³ÙŽØ§Ø¡Ù الْمَشْرÙق٠قَالَ ÙÙŽÙ…ÙŽÙ? Ù’ قَالَ Ø£ÙŽÙ? ÙŽÙ‘ Ù…ÙŽÙ? Ù’ ÙˆÙÙ„ÙØ¯ÙŽ Ù…ÙŽØ®Ù’ØªÙÙˆÙ? ًا Ø§Ø³Ù’ØªÙØÙØ¨ÙŽÙ‘ Ø¥Ùمْرَارَ الْمÙوسَى عَلَى Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽÙˆÙ’Ø¶ÙØ¹Ù Ø§Ù…Ù’ØªÙØ«ÙŽØ§Ù„ًا Ù„Ùلْأَمْر٠قَالَ ÙÙÙ? ØÙŽÙ‚ÙÙ‘ الْمَرْأَة٠كَذلÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ? Ù’ لَا Ùَلَا وَقَدْ ذَهَبَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ ÙˆÙØ¬ÙÙˆØ¨Ù Ø§Ù„Ù’Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? ٠دÙÙˆÙ? ÙŽ بَاقÙÙ? Ø§Ù„Ù’Ø®ÙØµÙŽØ§Ù„٠الْخَمْس٠الْمَذْكÙورَة٠ÙÙÙ? الْبَاب٠الشَّاÙÙØ¹ÙÙ? ÙÙ‘ وَجÙمْهÙور٠أَصْØÙŽØ§Ø¨Ùه٠وَقَالَ بÙÙ‡Ù Ù…ÙÙ? ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ¯ÙŽÙ…َاء٠عَطَاء٠ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ قَالَ لَوْ أَسْلَمَ الْكَبÙÙ? ر٠لَمْ Ù? َتÙÙ…ÙŽÙ‘ Ø¥ÙØ³Ù’لَامÙÙ‡Ù ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ Ù? َخْتÙÙ? ÙŽ وَعَÙ? Ù’ Ø£ÙŽØÙ’مَدَ وَبَعْض٠الْمَالÙÙƒÙÙ? َّة٠Ù? ÙŽØ¬ÙØ¨Ù وَعَÙ? Ù’ أَبÙÙ? ØÙŽÙ? ÙÙ? Ùَةَ ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨ÙŒ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ? ْسَ بÙÙَرْض٠وَعَÙ? ْه٠سÙÙ? َّةٌ Ù? ÙŽØ£Ù’Ø«ÙŽÙ…Ù Ø¨ÙØªÙŽØ±Ù’ÙƒÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙÙÙ? وَجْه٠لÙلشَّاÙÙØ¹ÙÙ? َّة٠لَا Ù? ÙŽØ¬ÙØ¨Ù ÙÙÙ? ØÙŽÙ‚ÙÙ‘ الÙ? Ùّسَاء٠وَهÙÙˆÙŽ الَّذÙÙ? أَوْرَدَه٠صَاØÙØ¨Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØºÙ’Ù? ÙÙ?
“Fithrah itu ada lima, atau lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah)
Al-Mawardi berkata: “Mengkhitan perempuan yaitu memotong kulit yang ada di bagian atas vagina, yaitu tempat masuknya alat kelamin pria yang berbentuk seperti biji atau seperti jengger ayam jantan. Bagian yang wajib dipotong adalah kulit yang timbul ke atas, bukan memotongnya habis. Abu Dawud telah meriwayatkan hadits Ummu ‘Athiyah: “Sungguh seorang perempuan akan berkhitan di Madinah, lalu Nabi Saw. bersabda padanya: “Jangan engkau potong habis, sebab hal itu lebih baik bagi seorang perempuan.” Lalu Abu Dawud berkata: “Hadits itu bukan hadits kuat.” Saya (Ibn Hajar al-‘Asqalani) berpendapat, hadits itu punya dua syahid (penguat) dari hadits Anas dan hadits Ummu Aiman. Lalu dari hadits Abu al-Syaikh dalam Kitab al-‘Aqiqah, hadits lain dari al-Dhahak bin Qais dalam riwayat al-Baihaqi. Al-Nawawi berkata: “Khitan laki-laki disebut dengan istilah i’dzar dengan dzal ? yang dititik satu, sementara khitan perempuan disebut khafzh dengan kha’ dan zha’ yang dititik satu. Sedangkan Abu Syamah menyatakan bahwa pendapat ahli bahasa memutuskan keduanya disebut i’dzar, dan khafzh dikhususkan bagi perempuan. Abu ‘Ubaidah berkata: “Perempuan dan laki-laki beri’dzar (berkhitan). Saya mengi’dzar mereka berdua, maksudnya khatantuhuma (saya mengkhitan keduanya) dan akhtantuhuma (saya mengkhitan keduanya), dalam wazan dan maknanya. Al-Jauhari berkata: “Mayoritas diucapkan khafzhat al-jariyah (seorang perempuan berkhitan.)” Ia berkata: “Orang Arab menyangka bahwa seorang anak laki-laki ketika lahir pada saat muncul bintang qamar, qulfah (kulit ujung penis)nya melebar, sehingga seperti sudah dikhitan.” Ulama Syafi’iyah menghukumi orang yang lahir dalam keadaan sudah terkhitan sunnah menjalankan pisau di bagian khitan tanpa memotongnya. Abu Syamah berkata: “Mayoritas anak yang lahir dalam keadaan begitu, khitannya tidak sempurna, hanya ujung penis yang terlihat. Bila begitu, maka ia wajib menyempurnakan khitannya. Dalam kitab al-Madkhal Syaikh Abu Abdillah bin al-Hajj menyampaikan, hukum khitan perempuan masih diperselisihkan. Apakah mereka semua dikhitan atau dibedakan antara perempuan timur dikhitan dan perempuan barat tidak, sebab tidak adanya sisa bagian yang disyariatkan dipotong di vagina mereka, berbeda dengan wanita timur. Ia berkata: “Ulama yang punya pendapat seorang anak laki-laki yang lahir dalam keadaan terkhitan sunnah menjalankan pisau di tempat khitannya karena mematuhi perintah syari’ah, berpendapat begitu pula bagi seorang anak perempuan. Dan ulama yang tidak berpendapat begitu, maka tidak menghukumi sunnah menjalankan pisau di tempat khitan seorang perempuan.” Al-Syafi’i dan mayoritas Ashhabnya berpendapat atas kewajiban khitan, bukan keempat fithrah lainnya yang disebutkan dalam hadits bab ini. Dari Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah diriwayatkan menghukumi wajib. Dari Abu Hanifah menghukumi wajib namun bukan fardhu. Diriwayatkan pula darinya, hukum khitan itu sunnah yang berdosa bila ditinggalkan. Pada satu pendapat ashhab Syafi’iyah dinyatakan bahwa khitan tidak wajib bagi perempuan. Pendapat ini disampaikan -pula- oleh penulis kitab al-Mughni.
Begtiu pula keterangan dalam Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi
الْÙÙØ·Ù’رَة٠خَمْسٌ Ø§Ù„Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ø§Ø³Ù’ØªÙØÙ’Ø¯ÙŽØ§Ø¯Ù ÙˆÙŽÙ‚ÙŽØµÙÙ‘ Ø§Ù„Ø´ÙŽÙ‘Ø§Ø±ÙØ¨Ù وَتَقْلÙÙ? م٠اْلأَظْÙَار٠وَÙ? َتْÙÙ Ø§Ù’Ù„Ø¥ÙØ¨ÙØ·Ù (Ø±ÙŽÙˆÙŽØ§Ù‡Ù Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…ÙŒ عَÙ? Ù’ أَبÙÙ? Ù‡ÙØ±ÙŽÙ? ْرَةَ رَضÙÙ? ÙŽ الله٠عَÙ? ْهÙ)
قَوْلÙÙ‡Ù (الْÙÙØ·Ù’رَة٠خَمْسٌ) Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ Ùَسَّرَ r الْخَمْسَ Ùَقَالَ Ø§Ù„Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ø§ÙØ³Ù’ØªÙØÙ’Ø¯ÙŽØ§Ø¯Ù ÙˆÙŽØªÙŽÙ‚Ù’Ù„ÙÙ? م٠اْلأَظْÙَار٠وَÙ? َتْÙÙ Ø§Ù’Ù„Ø¥ÙØ¨Ùط٠وَقَصÙÙ‘ Ø§Ù„Ø´ÙŽÙ‘Ø§Ø±ÙØ¨Ù ÙˆÙŽÙÙÙ? الْØÙŽØ¯ÙÙ? ث٠الْآخَر٠(عَشْرٌ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ù’رَة٠قَصÙÙ‘ Ø§Ù„Ø´ÙŽÙ‘Ø§Ø±ÙØ¨Ù ÙˆÙŽØ¥ÙØ¹Ù’Ùَاء٠اللÙÙ‘ØÙ’Ù? َة٠وَالسÙّوَاك٠وَاسْتÙÙ? ْشَاق٠الْمَاء٠وَقَصÙÙ‘ الْأَظْÙَار٠وَغَسْل٠الْبَرَاجÙÙ…Ù ÙˆÙŽÙ? َتْÙÙ Ø§Ù„Ù’Ø¥ÙØ¨Ù’Ø·Ù ÙˆÙŽØÙŽÙ„ْق٠الْعَاÙ? َة٠وَاÙ? ْتÙقَاص٠الْمَاء٠قَالَ مَصْعَبٌ ÙˆÙŽÙ? ÙØ³ÙÙ? ÙŽØªÙ Ø§Ù„Ù’Ø¹ÙŽØ§Ø´ÙØ±ÙŽØ©Ù Ø¥Ùلَّا Ø£ÙŽÙ? Ù’ تَكÙÙˆÙ? ÙŽ الْمَضْمَضَةÙ) أَمَّا قَوْلÙÙ‡Ù r (الْÙÙØ·Ù’رَة٠خَمْسٌ) ÙَمَعْÙ? َاه٠خَمْسٌ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ù’رَة٠كَمَا ÙÙÙ? الرÙّوَاÙ? ÙŽØ©Ù Ø§Ù„Ù’Ø£ÙØ®Ù’رَى (عَشْرٌ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ù’رَةÙ) ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ? ْسَتْ Ù…ÙÙ? Ù’ØÙŽØµÙرَةً ÙÙÙ? الْعَشْر٠وَقَدْ أَشَارَ r Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ عَدَم٠اÙ? Ù’ØÙصَارÙهَا ÙÙÙ? هَا بÙقَوْلÙÙ‡Ù Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ù’رَة٠وَالله٠أَعْلَم٠وَأَمَّا الْÙÙØ·Ù’رَة٠Ùَقَد٠اخْتَلَÙÙŽ ÙÙÙ? Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ±ÙŽØ§Ø¯Ù بÙهَا Ù‡ÙÙ? َا Ùَقَالَ أَبÙÙˆ سÙÙ„ÙŽÙ? ْمَاÙ? ÙŽ الْخَطَّابÙÙ? ÙÙ‘ ذَهَبَ أَكْثَر٠الْعÙلَمَاء٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø£ÙŽÙ? َّهَا السÙÙ‘Ù? َّة٠وَكَذَا ذَكَرَه٠جَمَاعَةٌ غَÙ? ْر٠الْخَطَّابÙÙ? ÙÙ‘ قَالÙوا وَمَعْÙ? َاه٠أَÙ? َّهَا Ù…ÙÙ? Ù’ سÙÙ? ÙŽÙ? ٠الْأَÙ? ْبÙÙ? َاء٠صَلَوَات٠الله٠وَسَلَامÙه٠عَلَÙ? ْهÙمْ ÙˆÙŽÙ‚ÙÙ? ْلَ Ù‡ÙÙ? ÙŽ الدÙÙ‘Ù? Ù? Ù Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ Ø¥ÙÙ? ÙŽÙ‘ Ù…ÙØ¹Ù’ظَمَ هذÙÙ‡Ù Ø§Ù„Ù’Ø®ÙØµÙŽØ§Ù„Ù Ù„ÙŽÙ? ْسَتْ بÙÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨ÙŽØ©Ù عÙÙ? ْدَ الْعÙلَمَاء٠وَÙÙÙ? بَعْضÙهَا Ø®ÙلَاÙÙŒ ÙÙÙ? ÙˆÙØ¬ÙوبÙÙ‡Ù ÙƒÙŽØ§Ù„Ù’Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? ٠وَالْمَضْمَضَة٠وَالاسْتÙÙ? ْشَاق٠وَلَا Ù? َمْتَÙ? ÙØ¹Ù قَرْÙ? Ù Ø§Ù„Ù’ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨Ù Ø¨ÙØºÙŽÙ? ْرÙه٠كَمَا قَالَ الله٠تَعَالَى ÙƒÙÙ„Ùوا Ù…ÙÙ? Ù’ ثَمَرÙÙ‡Ù Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ أَثْمَرَ وَآتÙوا ØÙŽÙ‚َّه٠Ù? َوْمَ ØÙŽØµÙŽØ§Ø¯Ùه٠وَالْإÙÙ? ØªÙŽØ§Ø¡Ù ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨ÙŒ وَالْأَكْل٠لَÙ? ْسَ بÙÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨Ù وَالله٠أَعْلَم٠أَمَّا تَÙْصÙÙ? Ù„Ùهَا (ÙÙŽØ§Ù„Ù’Ø®ÙØªÙŽØ§Ù? Ù) ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨ÙŒ عÙÙ? ْدَ الشَّاÙÙØ¹ÙÙ? ÙÙ‘ ÙˆÙŽÙƒÙŽØ«ÙÙ? رٌ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْعÙلَمَاء٠وَسÙÙ? َّةٌ عÙÙ? ْدَ مَالÙك٠وَأَكْثَر٠الْعÙلَمَاء٠وَهÙÙˆÙŽ عÙÙ? ْدَ الشَّاÙÙØ¹ÙÙ? ÙÙ‘ ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨ÙŒ عَلَى الرÙّجَال٠وَالÙ? Ùّسَاء٠جَمÙÙ? عًا Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ Ø¥ÙÙ? ÙŽÙ‘ Ø§Ù„Ù’ÙˆÙŽØ§Ø¬ÙØ¨ÙŽ ÙÙÙ? الرَّجÙل٠أَÙ? Ù’ Ù? َقْطَعَ جَمÙÙ? عَ الْجÙلْدَة٠الَّتÙÙ? ØªÙØºÙ’Ø·ÙÙ? الْØÙŽØ´ÙŽÙَةَ ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ Ù? ÙŽÙ? ْكَشÙÙÙŽ جَمÙÙ? عَ الْØÙŽØ´ÙŽÙَة٠وَÙÙÙ? الْمَرْأَة٠Ù? ÙŽØ¬ÙØ¨Ù قَطْع٠أَدْÙ? ÙŽÙ‰ Ø¬ÙØ²Ù’ء٠مÙÙ? ÙŽ الْجÙلْدَة٠الَّتÙÙ? ÙÙÙ? أَعْلَى الْÙَرْج٠وَالصَّØÙÙ? ØÙ Ù…ÙÙ? Ù’ مَذْهَبÙÙ? َا الَّذÙÙ? عَلَÙ? ْه٠جÙمْهÙDari Nu Online: nu.or.id
PKB Kab Tegal Meme Islam, AlaSantri PKB Kab Tegal