Dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Ada lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hal-hal yang sepele yang menjadi naluri kebiasaan manusia.
Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan untuk berkhitan, karena secara logika bisa dipahami, khitan merupakan bagian dari kebersihan (
thaharah). Tetapi tidak demikian bagi perempuan, banyak kalangan terutama tenaga medis yang melarang khitan bagi perempuan. Sementara itu sebagian kalangan berpendapat bahwa khitan bagi perempuan harus dilakukan. Oleh karenanya, masalah khitan bagi perempuan perlu mendapatkan kejelasan secara tuntas dan menyeluruh.
? Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan, ada yang mengatakan sunnah, dan ada yang mengatakan mubah
. Sedangkan menurut al-Syafi’i hukumnya
wajib, seperti hukum khitan bagi laki-laki sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi.
 |
Hukum Khitan Perempuan (Sumber Gambar : Nu Online) |
Hukum Khitan Perempuan
Pendapat yang melarang khitan perempuan sebetulnya tidak memiliki dalil
syar’i, kecuali hanya sekedar melihat bahwa khitan perempuan adalah menyakitkan
korban (perempuan). Sementara hadits yang menjelaskan khitan perempuan (hadits Abu Dawud) tidak menunjukkan
taklif disamping juga ke
shahihannya diragukan. Padahal ada kaidah ushul yang menyatakan bahwa
‘adam al-dalil lais bi dalil (tidak adanya dalil bukan merupakansuatu dalil).
Adapun pendapat yang mengatakan sunnah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
عÙŽÙ? Ù’ أَبÙÙ? اÙ„ْمَلÙÙ? ØÙ بÙ’Ù? ٠أÙØ³Ã™Å½Ã˜§Ã™…َةÙŽ عÙŽÙ? Ù’ أَبÙÙ? هÙ أÙŽÙ? ÙŽÙ‘ اÙ„Ù? َّبÙÙ? ÙŽÙ‘ r قَاÙ„ÙŽ اÙ„ْخÙØªÙŽØ§Ã™? ٠سÙÙ? َّةÙŒ Ù„ÙلرÙÙ‘جَاÙ„٠مَكْرÙÙ…َةÙŒ Ù„ÙÙ„Ù? ÙّسَاءÙ (رَوَاهÙ أÙŽØÙ’مَدÙ)
PKB Kab Tegal
“Dari Abu al-Malih bin Usamah, dari Ayahnya: “Sungguh Nabi Saw. bersabda: “Khitan itu hukumnya sunnah bagi para lelaki dan kemuliaan bagi para perempuan.” (HR. Ahmad)
Kata
sunnah yang dikehendaki disini bukan berarti lawan kata
wajib. Sebab kata
sunnah apabila dipakai dalam sebuah hadits, maka tidak dimaksud sebagai lawan kata
wajib. Namun lebih menunjukkan persoalan membedakan antara? hukum laki-laki dan perempuan. Dengan begitu, arti kata
sunnah dan kata
makrumah dalam hadits tersebut maksudnya adalah laki-laki lebih dianjurkan berkhitan dibanding perempuan. Sehingga bisa jadi artinya adalah laki-laki sunnah berkhitan dan perempuan? mubah. Atau wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Atau laki-laki dianjurkan mengumumkan khitannya, baik dalam
walimah al-khitan atau undangan, sedangkan perempuan justru yang baik dirahasiakan, tidak perlu diekspose atau disebarluaskan.
Sebagaimana disampaiakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari ?
PKB Kab Tegal
اَلْÙÙØ·Ã™’رَةÙ خÙŽÙ…ْسÙŒ أَوْ خÙŽÙ…ْسÙŒ Ù…ÙÙ? Ù’ الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ اÙ„ْخÙØªÙŽØ§Ã™? ٠وَاÙ„اسÙ’ØªÙØÙ’Ø¯Ã™Å½Ã˜§Ã˜¯Ã™ ÙˆÙŽÙ? َتÙ’Ù٠اÙ„ْإÙØ¨Ã™’طÙ وَتَقْلÙÙ? م٠اÙ’لأَظÙ’ÙَارÙ ÙˆÙŽÙ‚َصÙÙ‘ اÙ„شÙŽÙ‘ارÙØ¨Ã™ )رَوَاهÙ اÙ„ْبÙØ®Ã™Å½Ã˜§Ã˜±Ã™Ã™? ÙÙ‘ عÙŽÙ? Ù’ أَبÙÙ? هÙØ±Ã™Å½Ã™? ْرَةÙŽ)?
? قَاÙ„ÙŽ اÙ„ْمَاوَرÙ’دÙÙ? ÙÙ‘ خÙØªÙŽØ§Ã™? Ùهَا قَطÙ’عÙ جÙÙ„ْدَةÙ تَكÙÙˆÙ? Ù ÙÙÙ? أَعْلَى ÙَرÙ’جÙهَا Ùَوْقَ مَدÙ’خÙŽÙ„٠اÙ„ذÙŽÙ‘كَرÙ كَاÙ„Ù? َّوَاةÙ أَوْ كَعÙØ±Ã™Ã™Ã™ اÙ„دÙÙ‘Ù? ك٠وَاÙ„ْوَاجÙØ¨Ã™ قَطÙ’عÙ اÙ„ْجÙÙ„ْدَةÙ اÙ„Ù’Ù…ÙØ³Ã™’تَعْلÙÙ? َّةÙ Ù…ÙÙ? ْهÙ دÙÙˆÙ? ÙŽ اسÙ’ØªÙØ¦Ã™’صَاÙ„ÙهÙ وَقَدÙ’ أَخÙ’رَجÙŽ أَبÙÙˆ دَاÙˆÙØ¯Ã™Å½ Ù…ÙÙ? Ù’ ØÙŽØ¯Ã™Ã™? ثÙ أÙÙ…ÙÙ‘ عَطÙÙ? َّةÙŽ أÙŽÙ? ÙŽÙ‘ اÙ…ْرَأَةÙ‹ كَاÙ? َتÙ’ تَخÙ’تÙÙ? ٠بÙØ§Ã™„ْمَدÙÙ? Ù? َةÙ ÙَقَاÙ„ÙŽ لَهَا اÙ„Ù? َبÙÙ? ÙÙ‘ r (لَا تَÙ? ْهÙÙƒÙÙ? ÙَإÙÙ? ÙŽÙ‘ ذÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ أÙŽØÙ’ظÙŽÙ‰ Ù„ÙلْمَرÙ’أَةÙ) وَقَاÙ„ÙŽ أÙŽÙ? َّهÙ Ù„ÙŽÙ? ْسÙŽ بÙØ§Ã™„ْقَوÙÙ? ÙÙ‘ Ù‚Ùلْت٠وَلَهÙ شَاهÙØ¯Ã™Å½Ã˜§Ã™? Ù Ù…ÙÙ? Ù’ ØÙŽØ¯Ã™Ã™? ثÙ أÙŽÙ? َسÙ ÙˆÙŽ Ù…ÙÙ? Ù’ ØÙŽØ¯Ã™Ã™? ثÙ أÙÙ…ÙÙ‘ أÙŽÙ? ْمَÙ? ÙŽ ثÙÙ…ÙŽÙ‘ أَبÙÙ? اÙ„شÙŽÙ‘Ù? ْخÙ ÙÙÙ? ÙƒÙØªÙŽØ§Ã˜¨Ã™ اÙ„ْعÙŽÙ‚ÙÙ? قَةÙ وَآخَرÙŽ عÙŽÙ? ٠اÙ„ضÙŽÙ‘ØÙŽØ§Ã™Æ’٠بÙ’Ù? Ù Ù‚ÙŽÙ? ْسÙ عÙÙ? ْدÙŽ اÙ„ْبÙŽÙ? ْهÙŽÙ‚ÙÙ? ÙÙ‘ قَاÙ„ÙŽ اÙ„Ù? َّوَوÙÙ? ÙÙ‘ ÙˆÙŽÙ? ÙØ³Ã™Å½Ã™…َّى خÙØªÙŽØ§Ã™? ٠اÙ„رÙŽÙ‘جÙÙ„٠إÙØ¹Ã™’ذَارًا بÙØ°Ã™Å½Ã˜§Ã™„Ù Ù…ÙØ¹Ã™’جÙŽÙ…َةÙ وَخÙØªÙŽØ§Ã™? ٠اÙ„ْمَرÙ’أَةÙ خÙŽÙÙ’ضًا بÙØ®Ã™Å½Ã˜§Ã˜¡Ã™ وَضَادÙ Ù…ÙØ¹Ã™’جÙŽÙ…َتَÙ? Ù’Ù? ٠وَقَاÙ„ÙŽ أَبÙÙˆ شَاÙ…َةÙŽ كَلَاÙ…٠أَهÙ’ل٠اللÙÙ‘غَةÙ Ù? َقْتَضÙÙ? تَسْمÙÙ? َّةÙŽ اÙ„ْكÙÙ„ÙŽÙ‘ إÙØ¹Ã™’ذَارًا وَاÙ„ْخÙŽÙÙ’ضÙ Ù? َخÙ’تَصÙÙ‘ بÙØ§Ã™„ْأÙÙ? ْثÙŽÙ‰ قَاÙ„ÙŽ أَبÙÙˆ عÙØ¨Ã™Å½Ã™? ْدَةÙŽ عَذَرَتÙ اÙ„ْجَارÙÙ? َةÙ وَالْغÙلَاÙ…٠وَأَعÙ’ذَرÙ’تÙهÙÙ…َا خَتَÙ? Ù’تÙهÙÙ…َا وَأَخÙ’تَÙ? Ù’تÙهÙÙ…َا وَزÙ’Ù? ًا وَمَعÙ’Ù? ًÙ‰ قَاÙ„ÙŽ اÙ„ْجَوْهَرÙÙ? ÙÙ‘ وَاÙ„ْأÙŽÙƒْثَرÙ خÙŽÙَضَتÙ اÙ„ْجَارÙÙ? َةÙ قَاÙ„ÙŽ وَتَزÙ’عÙÙ…٠اÙ„ْعَرَبÙ أÙŽÙ? ÙŽÙ‘ الْغÙلَاÙ…ÙŽ إÙØ°Ã™Å½Ã˜§ ÙˆÙÙ„ÙØ¯Ã™Å½ ÙÙÙ? اÙ„ْقَمَرÙ ÙَسَخَتÙ’ Ù‚ÙلْÙَتÙهÙ أÙŽÙ? ٠اتَÙ‘سَعَتÙ’ ÙَصَارÙŽ كَاÙ„ْمَخÙ’تÙÙˆÙ? ٠وَقَدÙ اسÙ’تَØÙŽØ¨Ã™Å½Ã™‘ اÙ„ْعÙÙ„َمَاءÙ Ù…ÙÙ? ÙŽ اÙ„شÙŽÙ‘اÙÙØ¹Ã™Ã™? َّةÙ ÙÙÙ? Ù…ÙŽÙ? Ù’ ÙˆÙÙ„ÙØ¯Ã™Å½ مَخÙ’تÙÙˆÙ? ًا أÙŽÙ? Ù’ Ù? ÙŽÙ…ÙØ±Ã™Å½Ã™‘ بÙØ§Ã™„ْمÙوسÙŽÙ‰ عÙŽÙ„ÙŽÙ‰ مَوْضÙØ¹Ã™ اÙ„ْخÙØªÙŽØ§Ã™? Ù Ù…ÙÙ? Ù’ غَÙ? ْرÙ قَطÙ’عÙ قَاÙ„ÙŽ أَبÙÙˆ شَاÙ…َةÙŽ وَغَاÙ„ÙØ¨Ã™ Ù…ÙŽÙ? Ù’ Ù? ÙولَدÙ كَذÙ„ÙÙƒÙŽ لَا Ù? ÙŽÙƒÙÙˆÙ? ٠خÙØªÙŽØ§Ã™? ÙهÙ تَاÙ…ًÙ‘ا بَلْ Ù? َظÙ’هَرÙ طَرÙŽÙÙ الْØÙŽØ´Ã™Å½Ã™Ã™Å½Ã˜©Ã™ ÙَإÙÙ? Ù’ كَاÙ? ÙŽ كَذÙ„ÙÙƒÙŽ وَجَبÙŽ تَكْمÙÙ? Ù„ÙهÙ وَأÙŽÙَادÙŽ اÙ„شÙŽÙ‘Ù? ْخÙ أَبÙÙˆ عَبÙ’دÙ اÙ„لهÙ بÙ’Ù? ٠الْØÙŽØ§Ã˜¬Ã™Ã™‘ ÙÙÙ? اÙ„ْمَدÙ’خÙŽÙ„٠أÙŽÙ? َّهÙ اخÙ’تÙÙ„ÙÙÙŽ ÙÙÙ? اÙ„Ù? ÙّسَاءÙ هَلْ Ù? ÙØ®Ã™’ÙَضÙ’Ù? ÙŽ عÙÙ…Ùومًا أَوْ Ù? ÙÙْرÙŽÙ‚٠بÙŽÙ? Ù’Ù? ÙŽ Ù? ÙØ³Ã™Å½Ã˜§Ã˜¡Ã™ اÙ„ْمَشÙ’رÙÙ‚Ù ÙÙŽÙ? ÙØ®Ã™’ÙَضÙ’Ù? ÙŽ ÙˆÙŽÙ? ÙØ³Ã™Å½Ã˜§Ã˜¡Ã™ اÙ„ْمَغْرÙØ¨Ã™ Ùَلَا Ù? ÙØ®Ã™’ÙَضÙ’Ù? ÙŽ Ù„ÙØ¹Ã™Å½Ã˜¯Ã™Å½Ã™…٠الْÙَضÙ’لَةÙ اÙ„ْمَشÙ’رÙوعÙ قَطÙ’عÙهَا Ù…ÙÙ? ْهÙÙ? ÙŽÙ‘ بÙØ®Ã™Ã™„َاÙÙ Ù? ÙØ³Ã™Å½Ã˜§Ã˜¡Ã™ اÙ„ْمَشÙ’رÙÙ‚٠قَاÙ„ÙŽ ÙÙŽÙ…ÙŽÙ? Ù’ قَاÙ„ÙŽ أÙŽÙ? ÙŽÙ‘ Ù…ÙŽÙ? Ù’ ÙˆÙÙ„ÙØ¯Ã™Å½ مَخÙ’تÙÙˆÙ? ًا اسÙ’ØªÙØÙØ¨Ã™Å½Ã™‘ إÙÙ…ْرَارÙŽ اÙ„ْمÙوسÙŽÙ‰ عÙŽÙ„ÙŽÙ‰ اÙ„ْمَوْضÙØ¹Ã™ اÙ…Ù’ØªÙØ«Ã™Å½Ã˜§Ã™„ًا Ù„ÙلْأÙŽÙ…ْرÙ قَاÙ„ÙŽ ÙÙÙ? ØÙŽÙ‚ÙÙ‘ اÙ„ْمَرÙ’أَةÙ كَذÙ„ÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽÙ…ÙŽÙ? Ù’ لَا Ùَلَا وَقَدÙ’ ذَهَبÙŽ إÙÙ„ÙŽÙ‰ ÙˆÙØ¬Ã™Ã™Ë†Ã˜¨Ã™ اÙ„ْخÙØªÙŽØ§Ã™? ٠دÙÙˆÙ? ÙŽ بَاÙ‚ÙÙ? اÙ„ْخÙØµÙŽØ§Ã™„٠اÙ„ْخÙŽÙ…ْسÙ اÙ„ْمَذْكÙورَةÙ ÙÙÙ? اÙ„ْبَابÙ اÙ„شÙŽÙ‘اÙÙØ¹Ã™Ã™? ÙÙ‘ وَجÙÙ…ْهÙورÙ أَصÙ’ØÙŽØ§Ã˜¨Ã™Ã™‡Ã™ وَقَاÙ„ÙŽ بÙهÙ Ù…ÙÙ? ÙŽ اÙ„Ù’Ù‚ÙØ¯Ã™Å½Ã™…َاءÙ عَطَاءÙ ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ قَاÙ„ÙŽ لَوْ أَسْلَمَ اÙ„ْكَبÙÙ? رÙ لَمْ Ù? َتÙÙ…ÙŽÙ‘ إÙØ³Ã™’لَاÙ…ÙهÙ ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ Ù? َخÙ’تÙÙ? ÙŽ وَعÙŽÙ? Ù’ أÙŽØÙ’مَدÙŽ وَبَعÙ’ضÙ اÙ„ْمَاÙ„ÙÙƒÙÙ? َّةÙ Ù? َجÙØ¨Ã™ وَعÙŽÙ? Ù’ أَبÙÙ? ØÙŽÙ? ÙÙ? ÙَةÙŽ وَاجÙØ¨Ã™Å’ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ? ْسÙŽ بÙÙَرÙ’ضÙ وَعÙŽÙ? ْهÙ سÙÙ? َّةÙŒ Ù? َأÙ’ثÙŽÙ…٠بÙØªÙŽØ±Ã™’ÙƒÙهÙ ÙˆÙŽÙÙÙ? وَجÙ’هÙ Ù„ÙلشÙŽÙ‘اÙÙØ¹Ã™Ã™? َّةÙ لَا Ù? َجÙØ¨Ã™ ÙÙÙ? ØÙŽÙ‚ÙÙ‘ اÙ„Ù? ÙّسَاءÙ وَهÙÙˆÙŽ اÙ„َّذÙÙ? أَوْرَدَهÙ صَاØÙبÙ اÙ„Ù’Ù…ÙØºÙ’Ù? ÙÙ?
“Fithrah itu ada lima, atau lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah)
Al-Mawardi berkata: “Mengkhitan perempuan yaitu memotong kulit yang ada di bagian atas vagina, yaitu tempat masuknya alat kelamin pria yang berbentuk seperti biji atau seperti jengger ayam jantan. Bagian yang wajib dipotong adalah kulit yang timbul ke atas, bukan memotongnya habis. Abu Dawud telah meriwayatkan hadits Ummu ‘Athiyah: “Sungguh seorang perempuan akan berkhitan di Madinah, lalu Nabi Saw. bersabda padanya: “Jangan engkau potong habis, sebab hal itu lebih baik bagi seorang perempuan.” Lalu Abu Dawud berkata: “Hadits itu bukan hadits kuat.” Saya (Ibn Hajar al-‘Asqalani) berpendapat, hadits itu punya dua syahid (penguat) dari hadits Anas dan hadits Ummu Aiman. Lalu dari hadits Abu al-Syaikh dalam Kitab al-‘Aqiqah, hadits lain dari al-Dhahak bin Qais dalam riwayat al-Baihaqi. Al-Nawawi berkata: “Khitan laki-laki disebut dengan istilah i’dzar dengan dzal ? yang dititik satu, sementara khitan perempuan disebut khafzh dengan kha’ dan zha’ yang dititik satu. Sedangkan Abu Syamah menyatakan bahwa pendapat ahli bahasa memutuskan keduanya disebut i’dzar, dan khafzh dikhususkan bagi perempuan. Abu ‘Ubaidah berkata: “Perempuan dan laki-laki beri’dzar (berkhitan). Saya mengi’dzar mereka berdua, maksudnya khatantuhuma (saya mengkhitan keduanya) dan akhtantuhuma (saya mengkhitan keduanya), dalam wazan dan maknanya. Al-Jauhari berkata: “Mayoritas diucapkan khafzhat al-jariyah (seorang perempuan berkhitan.)” Ia berkata: “Orang Arab menyangka bahwa seorang anak laki-laki ketika lahir pada saat muncul bintang qamar, qulfah (kulit ujung penis)nya melebar, sehingga seperti sudah dikhitan.” Ulama Syafi’iyah menghukumi orang yang lahir dalam keadaan sudah terkhitan sunnah menjalankan pisau di bagian khitan tanpa memotongnya. Abu Syamah berkata: “Mayoritas anak yang lahir dalam keadaan begitu, khitannya tidak sempurna, hanya ujung penis yang terlihat. Bila begitu, maka ia wajib menyempurnakan khitannya. Dalam kitab al-Madkhal Syaikh Abu Abdillah bin al-Hajj menyampaikan, hukum khitan perempuan masih diperselisihkan. Apakah mereka semua dikhitan atau dibedakan antara perempuan timur dikhitan dan perempuan barat tidak, sebab tidak adanya sisa bagian yang disyariatkan dipotong di vagina mereka, berbeda dengan wanita timur. Ia berkata: “Ulama yang punya pendapat seorang anak laki-laki yang lahir dalam keadaan terkhitan sunnah menjalankan pisau di tempat khitannya karena mematuhi perintah syari’ah, berpendapat begitu pula bagi seorang anak perempuan. Dan ulama yang tidak berpendapat begitu, maka tidak menghukumi sunnah menjalankan pisau di tempat khitan seorang perempuan.” Al-Syafi’i dan mayoritas Ashhabnya berpendapat atas kewajiban khitan, bukan keempat fithrah lainnya yang disebutkan dalam hadits bab ini. Dari Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah diriwayatkan menghukumi wajib. Dari Abu Hanifah menghukumi wajib namun bukan fardhu. Diriwayatkan pula darinya, hukum khitan itu sunnah yang berdosa bila ditinggalkan. Pada satu pendapat ashhab Syafi’iyah dinyatakan bahwa khitan tidak wajib bagi perempuan. Pendapat ini disampaikan -pula- oleh penulis kitab al-Mughni.
Begtiu pula keterangan dalam Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi
الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ خÙŽÙ…ْسÙŒ اÙ„خÙØªÙŽØ§Ã™? ٠وَاÙ„اسÙ’ØªÙØÙ’Ø¯Ã™Å½Ã˜§Ã˜¯Ã™ ÙˆÙŽÙ‚َصÙÙ‘ اÙ„شÙŽÙ‘ارÙØ¨Ã™ وَتَقْلÙÙ? م٠اÙ’لأَظÙ’ÙَارÙ ÙˆÙŽÙ? َتÙ’Ù٠اÙ’لإÙØ¨Ã™Ã˜·Ã™ (رَوَاهÙ Ù…ÙØ³Ã™’Ù„ÙÙ…ÙŒ عÙŽÙ? Ù’ أَبÙÙ? هÙØ±Ã™Å½Ã™? ْرَةÙŽ رَضÙÙ? ÙŽ اÙ„لهÙ عÙŽÙ? ْهÙ)
قَوْلÙهÙ (الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ خÙŽÙ…ْسÙŒ) ثÙÙ…ÙŽÙ‘ ÙَسÙŽÙ‘رÙŽ r اÙ„ْخÙŽÙ…ْسÙŽ ÙَقَاÙ„ÙŽ اÙ„خÙØªÙŽØ§Ã™? ٠وَاÙ„اÙØ³Ã™’ØªÙØÙ’Ø¯Ã™Å½Ã˜§Ã˜¯Ã™ وَتَقْلÙÙ? م٠اÙ’لأَظÙ’ÙَارÙ ÙˆÙŽÙ? َتÙ’Ù٠اÙ’لإÙØ¨Ã™Ã˜·Ã™ ÙˆÙŽÙ‚َصÙÙ‘ اÙ„شÙŽÙ‘ارÙØ¨Ã™ ÙˆÙŽÙÙÙ? الْØÙŽØ¯Ã™Ã™? ثÙ اÙ„ْآخَرÙ (عَشÙ’رÙŒ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ Ù‚َصÙÙ‘ اÙ„شÙŽÙ‘ارÙØ¨Ã™ وَإÙØ¹Ã™’ÙَاءÙ اللÙÙ‘ØÙ’Ù? َةÙ وَاÙ„سÙÙ‘وَاÙƒ٠وَاسÙ’تÙÙ? ْشَاÙ‚٠اÙ„ْمَاءÙ ÙˆÙŽÙ‚َصÙÙ‘ اÙ„ْأَظÙ’ÙَارÙ وَغَسÙ’ل٠اÙ„ْبَرَاجÙÙ…Ù ÙˆÙŽÙ? َتÙ’Ù٠اÙ„ْإÙØ¨Ã™’طÙ ÙˆÙŽØÙŽÙ„ْق٠اÙ„ْعَاÙ? َةÙ وَاÙ? Ù’تÙقَاصÙ اÙ„ْمَاءÙ قَاÙ„ÙŽ Ù…َصْعَبÙŒ ÙˆÙŽÙ? ÙØ³Ã™Ã™? َت٠اÙ„ْعَاشÙØ±Ã™Å½Ã˜©Ã™ إÙÙ„َّا أÙŽÙ? Ù’ تَكÙÙˆÙ? ÙŽ اÙ„ْمَضÙ’مَضَةÙ) أÙŽÙ…َّا قَوْلÙهÙ r (الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ خÙŽÙ…ْسÙŒ) ÙَمَعÙ’Ù? َاهÙ خÙŽÙ…ْسÙŒ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ كَمَا ÙÙÙ? اÙ„رÙÙ‘وَاÙ? َةÙ اÙ„ْأÙØ®Ã™’رÙŽÙ‰ (عَشÙ’رÙŒ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ) ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ? ْسَتÙ’ Ù…ÙÙ? Ù’ØÙŽØµÙرَةÙ‹ ÙÙÙ? اÙ„ْعَشÙ’رÙ وَقَدÙ’ أَشَارÙŽ r إÙÙ„ÙŽÙ‰ عَدÙŽÙ…٠اÙ? Ù’ØÙصَارÙهَا ÙÙÙ? هَا بÙÙ‚َوْلÙهÙ Ù…ÙÙ? ÙŽ الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ وَاÙ„لهÙ أَعÙ’لَم٠وَأÙŽÙ…َّا الْÙÙØ·Ã™’رَةÙ ÙَقَدÙ اخÙ’تَÙ„ÙŽÙÙŽ ÙÙÙ? اÙ„Ù’Ù…ÙØ±Ã™Å½Ã˜§Ã˜¯Ã™ بÙهَا هÙÙ? َا ÙَقَاÙ„ÙŽ أَبÙÙˆ سÙÙ„ÙŽÙ? ْمَاÙ? ÙŽ اÙ„ْخَطÙŽÙ‘ابÙÙ? ÙÙ‘ ذَهَبÙŽ أÙŽÙƒْثَرÙ اÙ„ْعÙÙ„َمَاءÙ إÙÙ„ÙŽÙ‰ أÙŽÙ? َّهَا اÙ„سÙÙ‘Ù? َّةÙ وَكَذَا ذÙŽÙƒَرَهÙ جÙŽÙ…َاعَةÙŒ غَÙ? ْرÙ اÙ„ْخَطÙŽÙ‘ابÙÙ? ÙÙ‘ قَاÙ„Ùوا وَمَعÙ’Ù? َاهÙ أÙŽÙ? َّهَا Ù…ÙÙ? Ù’ سÙÙ? ÙŽÙ? ٠اÙ„ْأÙŽÙ? ْبÙÙ? َاءÙ صَلَوَاتÙ اÙ„لهÙ وَسÙŽÙ„َاÙ…ÙهÙ عÙŽÙ„ÙŽÙ? ْهÙمْ ÙˆÙŽÙ‚ÙÙ? ْلَ هÙÙ? ÙŽ اÙ„دÙÙ‘Ù? Ù? ٠ثÙÙ…ÙŽÙ‘ إÙÙ? ÙŽÙ‘ Ù…ÙØ¹Ã™’ظÙŽÙ…ÙŽ هذÙهÙ اÙ„ْخÙØµÙŽØ§Ã™„Ù Ù„ÙŽÙ? ْسَتÙ’ بÙوَاجÙØ¨Ã™Å½Ã˜©Ã™ عÙÙ? ْدÙŽ اÙ„ْعÙÙ„َمَاءÙ ÙˆÙŽÙÙÙ? بَعÙ’ضÙهَا خÙÙ„َاÙÙŒ ÙÙÙ? ÙˆÙØ¬Ã™Ã™Ë†Ã˜¨Ã™Ã™‡Ã™ كَاÙ„ْخÙØªÙŽØ§Ã™? ٠وَاÙ„ْمَضÙ’مَضَةÙ وَاÙ„اسÙ’تÙÙ? ْشَاÙ‚٠وَلَا Ù? َمْتَÙ? ÙØ¹Ã™ قَرÙ’Ù? ٠اÙ„ْوَاجÙØ¨Ã™ بÙØºÙŽÙ? ْرÙهÙ كَمَا قَاÙ„ÙŽ اÙ„لهÙ تَعَاÙ„ÙŽÙ‰ ÙƒÙÙ„Ùوا Ù…ÙÙ? Ù’ ثÙŽÙ…َرÙهÙ إÙØ°Ã™Å½Ã˜§ أَثÙ’مَرÙŽ وَآتÙوا ØÙŽÙ‚َّهÙ Ù? َوْمَ ØÙŽØµÙŽØ§Ã˜¯Ã™Ã™‡Ã™ وَاÙ„ْإÙÙ? تَاءÙ وَاجÙØ¨Ã™Å’ وَاÙ„ْأÙŽÙƒْل٠لَÙ? ْسÙŽ بÙوَاجÙØ¨Ã™ وَاÙ„لهÙ أَعÙ’لَم٠أÙŽÙ…َّا تَÙÙ’صÙÙ? Ù„Ùهَا (ÙَاÙ„ْخÙØªÙŽØ§Ã™? Ù) وَاجÙØ¨Ã™Å’ عÙÙ? ْدÙŽ اÙ„شÙŽÙ‘اÙÙØ¹Ã™Ã™? ÙÙ‘ وَكَثÙÙ? رÙŒ Ù…ÙÙ? ÙŽ اÙ„ْعÙÙ„َمَاءÙ وَسÙÙ? َّةÙŒ عÙÙ? ْدÙŽ مَاÙ„Ùك٠وَأÙŽÙƒْثَرÙ اÙ„ْعÙÙ„َمَاءÙ وَهÙÙˆÙŽ عÙÙ? ْدÙŽ اÙ„شÙŽÙ‘اÙÙØ¹Ã™Ã™? ÙÙ‘ وَاجÙØ¨Ã™Å’ عÙŽÙ„ÙŽÙ‰ اÙ„رÙÙ‘جَاÙ„٠وَاÙ„Ù? ÙّسَاءÙ جÙŽÙ…ÙÙ? عًا ثÙÙ…ÙŽÙ‘ إÙÙ? ÙŽÙ‘ اÙ„ْوَاجÙØ¨Ã™Å½ ÙÙÙ? اÙ„رÙŽÙ‘جÙÙ„٠أÙŽÙ? Ù’ Ù? َقْطَعÙŽ جÙŽÙ…ÙÙ? عÙŽ اÙ„ْجÙÙ„ْدَةÙ اÙ„ÙŽÙ‘تÙÙ? ØªÙØºÙ’طÙÙ? الْØÙŽØ´Ã™Å½Ã™Ã™Å½Ã˜©Ã™Å½ ØÙŽØªÙŽÙ‘Ù‰ Ù? ÙŽÙ? ْكَشÙÙÙŽ جÙŽÙ…ÙÙ? عÙŽ الْØÙŽØ´Ã™Å½Ã™Ã™Å½Ã˜©Ã™ ÙˆÙŽÙÙÙ? اÙ„ْمَرÙ’أَةÙ Ù? َجÙØ¨Ã™ قَطÙ’عÙ أَدÙ’Ù? ÙŽÙ‰ جÙØ²Ã™’ءÙ Ù…ÙÙ? ÙŽ اÙ„ْجÙÙ„ْدَةÙ اÙ„ÙŽÙ‘تÙÙ? ÙÙÙ? أَعْلَى الْÙَرÙ’جÙ وَاÙ„صَÙ‘ØÙÙ? ØÙ Ù…ÙÙ? Ù’ مَذÙ’هَبÙÙ? َا اÙ„َّذÙÙ? عÙŽÙ„ÙŽÙ? ْهÙ جÙÙ…ْهÙDari Nu Online: nu.or.id
PKB Kab Tegal Meme Islam, AlaSantri PKB Kab Tegal