Senin, 29 November 2010

Bertarekat Tak Hanya Dzikir

Pringsewu, PKB Kab Tegal. Bertarekat atau menjadi anggota Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah tidak hanya sekedar berdzikir. Anggota tarekat NU ini harus juga memberikan teladan di tengah masyarakat.

“Thariqah tidak terpaku kepada amaliah wirid dan dzikir saja namun diharapkan dapat berkiprah atau dawah bil hal (dakwah dengan tingkah laku, red) di tengah-tengah masyarakat,” kata Habib Yahya Assegaf, Ketua Jamiyyah Thariqah Al-Mutabarah An-Nahdliyyah (Jatman) Kabupaten Pringsewu, Lampung ditemui PKB Kab Tegal, beberapa waktu lalu.

Bertarekat Tak Hanya Dzikir (Sumber Gambar : Nu Online)
Bertarekat Tak Hanya Dzikir (Sumber Gambar : Nu Online)

Bertarekat Tak Hanya Dzikir

Kepengurusan baru Jatman Kabupaten Pringsewu telah dibentuk pada 2 Maret 2012 lalu di Pondok Pesantren Sunan Gunung Jati Jati Agung Kabupaten Ambarawa.

PKB Kab Tegal

Pembentukan kepengurusan tersendiri karena Pringsewu telah menjadi kabupaten yang terpisah dari kabupaten Tanggamus.

PKB Kab Tegal

Acara pembentukan dihadiri oleh segenap pengurus Jamiyyah Thariqah Al-Mutabarah An-Nahdliyyah baik dari Kabupaten Tanggamus maupun Kabupaten Pringsewu serta tokoh masyarakat, habaib dan para badal thariqoh.

Kepengurusan Jamiyyah Thariqah Al-Mutabarah An-Nahdliyyah Kabupaten Pringsewu masa khidmat 2012-2015 terbentuk dengan ketua  Habib Yahya Assegaf dan sekretaris Kurdin.

Habib Yahya mengingatkan kepada para warga yang ingin mengikuti tarekat untuk dapat memilih tarekat yang benar-benar jelas silsilahnya. Ini dikarenakan sekarang banyak sekali bermunculan thariqah yang tidak jelas asalnya. 

Ditegaskannya, Jamiyyah Thariqah Al-Mutabarah An-Nahdliyyah yang merupakan salah satu badan otonom jamiyyah NU akan mengarahkan warga untuk memilih thariqah yang benar-benar mutabaroh dan juga membina para jamaah thariqoh lebih maksimal baik dalam amaliah wiridnya maupun amaliyah-amaliyah lainnya.

Redaktur    : A. Khoirul Anam

Kontributor: Muhammad Faizin

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Doa PKB Kab Tegal

Senin, 01 November 2010

Habib Luthfi dan Menhan Resmi Buka Konferensi Ulama Internasional

Pekalongan, PKB Kab Tegal. Konferensi Internasional Ulama Thariqah bertajuk Bela Negara resmi dibuka oleh Rais Aam Jam’iyah Alhith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya dan Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Rabu (27/7) di Aula Gedung Djunaid Pekalongan, Jawa Tengah.?

Habib Luthfi dan Menhan Resmi Buka Konferensi Ulama Internasional (Sumber Gambar : Nu Online)
Habib Luthfi dan Menhan Resmi Buka Konferensi Ulama Internasional (Sumber Gambar : Nu Online)

Habib Luthfi dan Menhan Resmi Buka Konferensi Ulama Internasional

Dalam sambutannya, Habib Luthfi mengatakan bahwa bela negara jangan diartikan mengangkat senjata, tetapi menjalin ukhuwah dengan para ulama dan TNI-Polri juga termasuk upaya bela negara. Aparat negara akan mempu menunjukkan kekuatan laur biasa jika duduk bersama dengan para ulama.?

“Bangsa akan kuat karena terjalinnya ukhuwah antara ulama, tentara dan masyarakatnya. Bukan berarti menafikan orang lain, dalam melaksanakan kegiatan ini, kami ulama thariqah berusaha menciptakan kedamaian untuk dunia secara luas,” ujar Habib Luthfi.

Masyarakat Indonesia dan dunia dapat memperkuat negara dengan mengupayakan kebaikan dunia pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan bidang-bidang lain sehingga generasi muda sadar akan kecintaannya kepada negaranya yang penuh dengan kebaikan tersebut.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Riyamizard Riyacudu yang diwakili oleh Dirjen Perencanaan Pertahanan Kemenhan Marsekal Muda Muhammad Syauqi mengatakan bahwa kesadaran bela negara harus tertanam dalam diri setiap bangsa. Pemerintah bekerja sama dengan ulama mancanegara untuk mengokohkan pijakan akhlak mulia. Karena kesadaran bela negara dapat diterapkan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

PKB Kab Tegal

”Bela negara bukan wajib militer tetapi membangun kesadaran dalam diri setiap individu apapun pekerjaan dan profesinya untuk melakukan hal sebaiknya-baiknya. Kesadaran bela negara harus ditanamkan juga ke dunia internasional,” tegas Syauqi menyampaikan pesan Menhan.

Sebelumnya, Ketua Panitia Konferensi Internasional ini, Kolonel Hasbiallah Ahmad menjelaskan, konferensi ini tadinya melibatkan ulama dan intelektual sebanyak 50 orang dari 40 negara, namun saat ini yang hadir 69 orang yang hadir.

Peran besar masyarakat Pekalongan juga antuasias dalam menyambut kegiatan ini. Mereka berharap terus dilibatkan dalam setiap kegiatan. Mereka juga menyiapkan segala sesuatu untuk menyambut para tamu Allah dan orang-orang mulia.?

PKB Kab Tegal

Kegiatan pembukaan ini diikuti oleh sekitar 5000 orang yang terdiri berbagai unsur organisasi Nahdlatul Ulama, TNI, Polri, para ulama thariqat nasional dan internasional, serta masyarakat sekitar yang memadati pelataran Komplek Gedung Djunaid.

69 ulama thariqah dari 40 negara tersebut juga secara khidmat mengikuti acara pembukaan kegiatan bertema Bela Negara: Konsep dan Urgensinya dalam Islam ini. Ulama-ulama ini duduk berjajar di bagian depan dengan memenuhi kursi dari ujung ke ujung. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Aswaja, IMNU PKB Kab Tegal

Senin, 25 Oktober 2010

Kitab Nadham ‘Sejarah Besar NU’ Karya KH Abdul Halim Leuwimunding

Ini adalah naskah kitab yang berjudul “Sejarah Perjuangan Kiyahi Haji Abdul Wahhab” karangan salah satu pendiri organisasi Nahdtalul Ulama (NU) yang berasal dari Pasundan (Jawa Barat), tepatnya dari Leuwimunding, Majalengka, yaitu KH. Abdul Halim (1898-1972 M).

Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu-Indonesia beraksara Arab (Jawi-Pegon) dalam bentuk nadhaman (puisi Arab). Meski berjudul “Sejarah Perjuangan Kiyahi Haji Abdul Wahhab” (KH. Abdul Wahhab Hasbullah), namun kandungan kitab ini mengungkapkan sejarah besar pendirian dan perjuangan NU dari masa ke masa.

Kitab Nadham ‘Sejarah Besar NU’ Karya KH Abdul Halim Leuwimunding (Sumber Gambar : Nu Online)
Kitab Nadham ‘Sejarah Besar NU’ Karya KH Abdul Halim Leuwimunding (Sumber Gambar : Nu Online)

Kitab Nadham ‘Sejarah Besar NU’ Karya KH Abdul Halim Leuwimunding

KH. Abdul Halim Leuwimunding adalah salah satu murid terdekat dari KH. Abdul Wahhab Hasbullah (Tambak Beras Jombang), sekalus kader andalan beliau. Ketika ikut sama-sama membidani kehaliran NU pada tahun 1926 M di Surabaya, KH. Abdul Halim Leuwimunding menjadi salah satu pendiri termuda (selain KH. As’ad Syamsul Arifin, Asembagus Situbondo), sekaligus satu-satunya pendiri yang berasal dari Pasundan. Pada saat itu, KH. Abdul Wahhab Hasbullah menunjuk KH. Abdul Halim Leuwimunding sebagai katib tsani.

PKB Kab Tegal

Melalui kitab ini, sejarah organisasi Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah itu didedahkan oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding dalam bentuk puisi secara runut, ringkas, dan kaya akan data serta informasi. Karena itu, keberadaan kitab ini menjadi sangat penting sebagai salah satu sumber utama sejarah besar NU yang langsung ditulis oleh salah satu pendirinya.

Saya mendapatkan salinan naskah ini dari sahabat saya al-Fadhil Agus H. Muhammad al-Barra putra KH. Asep Saifuddin Chalim, yang merupakan cucu dari pengarang kitab ini. Rencananya kitab ini akan dijadikan beliau sebagai bahan utama kajian disertasi doktoral beliau pada Departemen Filologi Universitas Padjadjaran Bandung.

Pada kolofon, disebutkan penulisan kitab ini diselesaikan pada 12 September 1970 M (bertepatan dengan 11 Rajab 1390 Hijri). Kitab ini kemudian dicetak oleh Percetakan “Baru” yang terletak di Jalan Pajagalan 3, Bandung (Jawa Barat), dengan tebal 31 halaman. Tertulis di sana;

PKB Kab Tegal

? ? ? ? ? ? # ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? # ? ? ? ? ?

? ? ? ? # ? ? ? ? ? ?

(Dapat izin dicetak ini riwayat # ialah tanggal dua belas itu tepat

September Sembilan belas tujuh puluh # saya menghadap ke Jombang dengan sungguh

Mudah-mudahan Tuhan memberi manfaat # pada riwayat ini yang saya singkat)

Melihat tanggal penulisan kitab ini dalam tahun Hijriah, yaitu 11 Rajab 1390 H), tampaknya kitab ini ditulis untuk menyambut peringatan hari lahir NU yang ke-46. Organisasi NU sendiri diresmikan pada 16 Rajab 1344 Hijri (bertepatan 31 Januari 1926 Masehi).

Dalam kata pengantarnya, KH. Abdul Halim Leuwimunding mengatakan jika banyak koleganya yang hendak mengetahui sejarah besar NU dari awal mula berdirinya, peran serta kiprahnya dalam perjuangan keagamaan Islam, kebangsaan Indonesia, serta kemanusiaan, hingga sampai pada tahun 1970 ketika karya ini ditulis dan NU sudah menjadi sebuah organisasi keislaman terbesar di Nusantara. Beliau menulis;

? ? ? ? ? # ? ? ? ?

? ? ? () ? # ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? # ? ? ? ?

? ? ? ? ? # ? ? ? ? ? ?

(Saya bikin riwayat pada poko[k]nya # banyak teman ingin mengetahuinya

Ingin tau asal NU berdirinya # hingga jadi [se]perti besarlah nyatanya

Menyeluruh sudah dikenal namanya # tidak asing dunia mengetahuinya

Maka yang tempo berdiri pertamanya # hanya tinggal yang masih empat orangnya).

KH. Abdul Halim Leuwimunding kemudian melanjutkan;

? ? ? ? ? # ? ?2 ? ?

? ? ? ? # ? ? ? ?

? ? ? ? ? # ? ? ? ? ?

(Saya susun ialah dengan si’iran # biar anak-anak tau bergembiraan

Mengetahui ulama cara berpikir # mengetahui tradisi bahan pemikir

Murni tidak tercampuri ide penjajah # sebab ngerti sifat manusia huriah [merdeka]).

Dalam menulis kitab nadham sejarah besar NU ini, KH. Abdul Halim terlebih dahulu meminta izin dan restu dari KH. Abdul Wahhab Hasbullah (w. 1971 M) dan KH. Ahmad Syaikhu (w. ?), dan KH. Idham Cholid (yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU). KH. Abdul Halim Leuwimunding menulis;

? ? ? ? ? ? # ? ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? ? # ? ? ? ?

? ? ? ? ? # ? ? ? ? ? ?

(Saya minta izin Pak Kiyai Wahhab # sebab itu guru saya waktu tholab (belajar)

Minta izin Pak Syaikhu ialah sebabnya # sebab Surabaya mulai berdirinya (NU)

Juga minta izin ke ketua umum # Pak Kiyai Idham (Cholid) pemimpin harus maklum).

Dikatakan oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding, bahwa dalam menyusun kitab nadham sejarah besar NU ini, dirinya bersandar pada muktamar-muktamar NU yang hingga pada masa itu sudah berlangsung 24 kali. Kesemua (24) muktamar itu selalu dihadiri oleh beliau. Karena itu, sebaga macam perkembangan, perubahan, dan keputusan NU dari masa ke masa dapat diketahui dengan sangat baik oleh beliau.

KH. Abdul Halim Leuwimunding wafat dan dikebumikan di tempat kelahirannya di Leuwimunding, Majalengka, pada 11 April 1972 M (bertepatan dengan 26 Safar 1392 Hijri). Beliau meninggalkan sebuah pesantren dan institusi pendidikan yang masih lestari hingga kini, yaitu Sabilul Chalim. Salah satu putra beliau, KH. Asep Saifuddin Chalim, tinggal dan berkarir di Surabaya dengan mendirikan pesantren unggulan Amanatul Ummah. KH. Asep Saifuddin Chalim pernah menjabat sebagai ketua PCNU Surabaya dan kini sebagai Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu). (A. Ginanjar Sya’ban)



Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal AlaSantri, Habib, Makam PKB Kab Tegal

Minggu, 03 Oktober 2010

Ahmad Tohari: "Eling", Kata Kunci Masuki Ruh Pancasila

Jakarta, PKB Kab Tegal. Budayawan Ahmad Tohari (Kang Tohari) menilai saat ini banyak elemen masyarakat Indonesia, termasuk para pemimpinnya, menginginkan Pancasila ditegakkan kembali. Tetapi, tantangan sekarang ialah pola kehidupan yang sudah sangat sekuler. Sedangkan Pancasila tidak bisa dikatakan sekuler, karena salah satu sila dalam Pancasila (sila pertama) mencantumkan “Ketuhanan yang Maha Esa”.? Demikian dikatakan penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk? itu dalam wawancara dengan PKB Kab Tegal, Selasa (31/5).

Indonesia, lanjut Kang Tohari, sekarang menganut sebuah sistem kehidupan dan falsaah yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, tetapi di dalam situasi yang sangat sekuler meterialistik. Menurutnya, ini adalah suatu hal yang sangat kontradiktif. Realita yang kita alami sehari-hari adalah bahwa Pancasila sudah tergeser ke belakang atau ke samping.?

Ahmad Tohari: Eling, Kata Kunci Masuki Ruh Pancasila (Sumber Gambar : Nu Online)
Ahmad Tohari: Eling, Kata Kunci Masuki Ruh Pancasila (Sumber Gambar : Nu Online)

Ahmad Tohari: "Eling", Kata Kunci Masuki Ruh Pancasila

“Saya sendiri menilai Pancasila merupakan pencapaian tertinggi kebudayaan Indonesia. Tetapi, Pancasila sudah tergeser dari batin masyarakat,” kata Kang Tohari.

Ia mencontohkan banyak pelajar yang saat diminta menyebutkan sila-sila dalam Pancasila, sudah tidak bisa lagi. Itu merupakan gejala terpinggirkannya Pancasila dari batin masyarakat Indonesia.? Hal yang sangat memprihatinkan, kata Kang Tohari, masyarakat tidak menyadari atmosfer saat ini yang sangat materialistis dan sangat sekuler, bukanlah ruang yang baik untuk Pancasila.?

Kenyataan saat ini kita sudah hidup dalam suatu sistm ekonomi yang mengutamakan akumulasi modal dan keuntungan. Aspek-aspek kemanusiaan, keadilan, apalagi Ketuhanan, tidak ada di dalam sistem ekonomi yang berlaku sekarang. Dan sistem ini sudah sangat menguasia kita dari tingkat atas sampai ke dasar.

PKB Kab Tegal

“Entah mau bagaimana cara kita menegakkan kembali Pancasila,” tutur Kang Tohari dengan nada getir.

PKB Kab Tegal

Disinggung banyaknya pihak yang mengatakan akan melakukan upaya memperkuat Pancasila, ? Kang Tohari mengatakan kesangsiannya.? “Saya ragu, karena banyak orang mengaku pecinta dan pembela Pancasila, tetapi mereka juga tidak tahu bagaimana cara untuk masuk ke dalam ruh Pancasila,” ungkap Kang Tohari.

Menurutnya kunci untuk memasuki nilai-nilai atau ruh Pancasila adalah dengan eling (mengingat dan menyadari sungguh-sungguh, red) ? tentang eksistensi, peran dan fungsinya.? Kang Tohari mencontohkan, misalnya seorang suami yang eling, ia tahu harus bekerja memenuhi kebutuhan keluarga, setia kepada keluarga, tahu perkembangan anak-anaknya, dan mampu meletakkan keberadaan keluarganya di tengah-tengah masyarakat.

“Kalau saya sebagai orang Islam yang eling, ya tentu harus melaksanakan seluruh inti keluhuran agama Islam. Bukan hanya menjalankan syariatnya saja, tatapi juga membumikannya ke dalam perilaku. Sebagai orang Islam tentu menjalankan perilaku dengan akhlakul karimah.

Demikian juga bila saya seorang pegawai atau pejabat yang eling, saya harus sadar bahwa jabatan adalah pemberian rakyat. Saya adalah pelayan rakyat, dan akan saya kembalikan gaji yang saya terima dengan pelayanan sebaik-baiknya kepada rakyat. Saya harus jujur, dan menjaga komitmen,” lanjut Kang Tohari.

Celakanya, kata Kang Tohari, sekarang ini sangat sedikit pejabat yang eling seperti itu. Banyak pejabat yang berpikir bahwa jabatan adalah alat kekuasaan mereka, bukan sebagai amanat dari rakyat untuk kesejahteraan rakyat. (Kendi Setiawan/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Halaqoh, Pesantren, Khutbah PKB Kab Tegal

Rabu, 29 September 2010

Pemuda Ansor Probolinggo Diminta Aktif Bangun Daerah

Probolinggo, PKB Kab Tegal. Bupati Probolinggo Hj Puput Tantriana Sari mengajak para pemuda Ansor yang tergabung dalam GP Ansor Kota Kraksaan dan Kabupaten Probolinggo untuk terlibat aktif dalam pembangunan, terutama dalam hal pemberantasan minuman keras (miras).

Ajakan tersebut disampaikan Bupati Probolinggo pada pelantikan kepengurusan GP Ansor Kota Kraksaan masa khidmah 2014-2018 yang digelar di Gedung Islamic Center (GIC) Kota Kraksaan, Kamis (7/1).

Pemuda Ansor Probolinggo Diminta Aktif Bangun Daerah (Sumber Gambar : Nu Online)
Pemuda Ansor Probolinggo Diminta Aktif Bangun Daerah (Sumber Gambar : Nu Online)

Pemuda Ansor Probolinggo Diminta Aktif Bangun Daerah

“Pemuda Ansor harus terlibat secara aktif membantu pemerintah daerah, terutama dalam pemberantasan peredaran miras. Sebab miras ini merupakan sebuah ancaman yang sangat nyata yang merusak moral anak muda. Tentunya akan merusak masa depan generasi muda. Butuh kerja sama dan kerja keras dalam memberantas miras,” ujarnya.

PKB Kab Tegal

Menurut Tantri, saat ini Pemkab Probolinggo tengah fokus meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) dan menurunkan prosentase angka kemiskinan. Dalam program ini, pemuda Ansor diminta untuk ambil bagian di dalamnya melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

PKB Kab Tegal

“Buatlah sebuah program yang mampu memberdayakan ekonomi masyarakat melalui keterlibatan pemuda Ansor. Saya yakin, pemuda Ansor lebih tahu apa yang dibutuhkan masyarakat demi mengangkat derajat dan kesejahteraan hidupnya,” jelasnya.

Walaupun Kota Kraksaan resmi menjadi ibukota Kabupaten Probolinggo jelas Tantri, pemuda Ansor dan masyarakat diminta agar tidak meniru budaya orang kota di luar Probolinggo yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dan syariat agama.

“Karena itu, kalau ada hal yang dinilai menyimpang dari ketentuan perundang-undangan dan syariat agama, harap segera melaporkan kepada pihak berwajib,” pintanya.

Sementara Ketua GP Ansor Kota Kraksaan Taufik berharap agar Ansor bisa istiqomah berkontribusi mengawal tegaknya Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan tertanamnya semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta pro aktif mengawal program pemerintah agar dapat dirasakan masyarakat, khususnya warga NU.?

Mohon doa dan dukungan dari para alim ulama dan pemerintah,” katanya. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Tegal, Bahtsul Masail PKB Kab Tegal

Jumat, 24 September 2010

Pelajar NU Kraksaan Aktif Sosialisasikan Pendewasaan Usia Nikah

Probolinggo, PKB Kab Tegal. Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kota Kraksaan bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur Zmemberikan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan di MTs Wali Songo 1 Maron, Senin (19/9).

Kegiatan ini diikuti oleh 50 orang peserta yang mayoritas adalah pelajar dari MTs Wali Songo 1 Maron, MA Wali Songo Maron, MTs Sunan Giri Maron serta beberapa lembaga pendidikan yang ada di Desa Kedungsari Kecamatan Paiton. Dalam kesempatan tersebut, para pelajar NU ini diajak supaya tidak menikah pada usia muda.

Pelajar NU Kraksaan Aktif Sosialisasikan Pendewasaan Usia Nikah (Sumber Gambar : Nu Online)
Pelajar NU Kraksaan Aktif Sosialisasikan Pendewasaan Usia Nikah (Sumber Gambar : Nu Online)

Pelajar NU Kraksaan Aktif Sosialisasikan Pendewasaan Usia Nikah

Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Bidang Pemberdayaan dan Kelembagaan Masyarakat BPPKB Kabupaten Probolinggo Herman Hidayat, Ketua PC IPNU Kota Kraksaan Masrur Ghazali didampingi Wakil Ketua PC IPNU Kota Kraksaan Rifqi Maulana serta narasumber dari KUA Kecamatan Maron.

Wakil Ketua PC IPNU Kota Kraksaan Rifqi Maulana mengatakan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan ini sangat penting diberikan kepada para pelajar mengingat banyaknya pernikahan diusia dini yang pada akhirnya bisa menimbulkan perceraian akibat kekurangdewasaan antara dua pasangan.?

PKB Kab Tegal

“Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada para pelajar untuk menikah pada usia yang ideal. Tujuannya agar para pemuda di desa, khususnya pelajar tidak terlalu terburu-buru untuk menikah di usia yang masih belia,” katanya.

Rifqi mengharapkan agar melalui kegiatan ini para pelajar bisa menikah pada usia yang ideal untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Tetapi bagi yang sudah tunangan supaya menunda terlebih dahulu hingga usianya benar-benar ideal.

“Sebab menikah itu tidak hanya untuk satu dan dua hari saja, tetapi sekali untuk selamanya. Oleh karena itu jika usianya kurang matang dan belum dewasa, maka akan menyebabkan banyak perceraian karena belum siapnya mental mengarungi kehidupan berumah tangga,” tegasnya.

Sementara Kepala Bidang Pemberdayaan dan Kelembagaan Masyarakat BPPKB Kabupaten Probolinggo Herman Hidayat menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka mengajak masyarakat untuk menikah pada usia yang ideal. Harapannya bisa memberikan pemahaman kepada para pelajar dan orang tua supaya tidak menikah pada usia dini.

PKB Kab Tegal

“Kegiatan ini bertujuan untuk menekan angka pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo. Sebab hal ini memerlukan partisipasi dan dukungan dari semua pihak. Menikah itu memang harus dilakukan oleh semua manusia, tetapi menikah pada usia yang ideal itu jauh lebih penting,” katanya. (Syamsul Akbar/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Hadits, Amalan PKB Kab Tegal

Jumat, 10 September 2010

NU: Jami’iyah dan Jama’ah

Oleh KH Abdurrahman Wahid

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa kini tantangan melakukan modernisasi dalam NU mengambil bentuk modernisasi sistem pengelolaannya. Warga NU telah banyak yang menggunakan computer untuk urusan sehari-hari, hingga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga harus melaksanakannya. Di kantor PBNU yang baru, bertingkat Sembilan, terdapat sebuah lift sampai ke basement/lantai dasar. Seiring dengan itu, anak-anak dari pimpinan NU, dari tingkat pusat sampai tingkat dusun banyak yang menguasai berbagai bidang profesi, mengikuti berbagai jenjang pendidikan formal. Pada waktu penulis berbicara di muka pertemuan Ikatan sarjana NU (ISNU)- yang para pesertanya berjumlah sekitar 200 orang lulusan S2 dan peserta S3 di berbagai Universitas. Lebih banyak lagi yang tidak mengikuti pertemuan tersebut, karena kesibukan pekerjaan maupun letak kediaman mereka yang jauh dari Jakarta.

Ini tentu, menimbulkan berbagai kesulitan bagi pimpinan NU di berbagai tingkatan. Adakah ukuran yang digunakan menjadi berbeda-beda? Bukankah perbedaan pendidikan juga bisa mengakibatkan perbedaan profesi yang selanjutnya menjadi perbedaan dalam menggunakan nilai-nilai yang dianut seorang kiai dengan nilai-nilai yang dimiliki generasi muda. Ketika ayah penulis, KH. A. Wahid Hasyim, melakukan pembaruan pendidikan formal dengan membuat kurikulum campuran, jelas ia berbeda dari ayahnya yang masih mengajarkan kitab-kitab lama dengan menggunakan terjemahan bahasa Jawa di masjid Tebuireng, Jombang. Cara ayah beliau, sekarang diikuti oleh berbagai pesantren besar yang menggunakan kurikulum dan teks-teks pengajaran yang dinamai madrasah salafiyah (pesantren di Sukorejo/Asembagus di Situbondo, Ploso dan Lirboyo di Kediri adalah contoh dari model ini)

NU: Jami’iyah dan Jama’ah (Sumber Gambar : Nu Online)
NU: Jami’iyah dan Jama’ah (Sumber Gambar : Nu Online)

NU: Jami’iyah dan Jama’ah

Sebaliknya, Pondok Pesantern Tebuireng, Jombang, menggunakan kurikulum campuran dan bahkan menyelenggarakan bidang pendidikan formal berupa Sekolah Menengah Umum (SMU) tingkat pertama dan tingkat lanjutan. Begitu banyak variasi pendidikan formal yang dikembangkan di lingkungan NU, hingga payah kita menelusurinya. Yang semua itu, berpegang pada modernisasi harus bertumpu pada tradisionalisme. Karenanya, tuntutan perbaikan sistem merupakan dua buah perkembangan yang harus mencerminkan perjalanan NU sendiri. Para lulusan S2 dan penuntut S3 harus memperhitungkan tradisionalisme orang tua mereka, jika ingin meraih gelar kesarjanaan berbagai tingkatan tanpa gangguan.

Dalam pada itu, peranan kiai melalui pengajian umum dan wahana lain sejenis, juga tidak surut. Mereka melakukan modernisasi dengan cara mereka sendiri, termasuk dengan memperkenankan anak-anak mereka menjadi sarjana penuh bahkan S2/S3, setelah melalui pendidikan model lama yang sama sekali tidak memperhitungkan pendidikan formal non-agama di bawah tingkatan perguruan tinggi. Dengan sendirinya, ini berarti setahun dua tahun jenjang pendidikan lebih lama dari pada kalau mengikuti jenjang pendidikan campuran, tetapi itu pun sudah banyak dilakukan. Belum lagi kalau kita ingat variasi, yaitu anak-anak Kiai yang mengalami pendidikan cara lama, kemudian mengikuti jenjang pendidikan di fakultas-fakultas agama, seperti institut agama Islam negeri (IAIN) dan sekolah-sekolah tinggi agama Islam (STAI).

Dengan demikian, telah terbukti, penguasaan mata pengetahuan agama tetap dipandang sebagai salah satu tujuan yang ingin dicapai. Dengan mengetahui hal ini, kita lalu memahami mengapa ada berbagai jenis pendidikan yang ditempuh anak-anak NU, dari yang sepenuhnya pendidikan perguruan tinggi formal tanpa mengenal pengetahuan agama (perguruan tinggi umum, hingga tingkatan pendidikann ilmu-ilmu keagamaan Islam belaka). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kaum muslimin menempuh jalan pendidikan formal yang tidak sama, dan dengan sendirinya ini berarti jama’ah (kumpulan orang banyak) yang dihasilkan juga berbeda-beda.

Dari uraian di atas, tampak jelas persepsi warga NU yang sangat bervariasi itu tidak memungkinkan adanya penanganan kultural/budaya yang satu, berlaku untuk semua warga NU. Dari yang paling kuno dan hanya mencari pengetahuan intuitif (menggunakan, petunjuk-petunjuk batin yang tidak diketahui rasionalistiknya), hingga pada sikap hidup yang sangat rasionalistik dan sama sekali tidak mementingkan hal-hal spiritual. Dalam hal, haruslah diterima kenyataan bahwa sikap hidup intuitif yang tidak rasional, berhadapan dengan sikap hidup rasional, yang tidak memperhitungkan factor-faktor intuitif.

PKB Kab Tegal

Jika demikian, jelas bahwa pembedaan antara yang organisatoris dan yang bersifat kultural, haruslah ditampung di lingkungan NU. Kita memang harus melakukan perbaikan-perbaikan organisatoris yang diperlukan, tetapi tanpa mengabaikan aspek-aspek intuitif (al-jawanib adz-dzauqiyyah) dalam kehidupan warga NU sekarang ini. Aspek-aspek intuitif ini, yang jelas sekali terlihat dalam karya al-Ghazali, Ihya ‘Ulûmid Dîn, benar-benar masih hidup dalam kenyataan yang diperlihatkan para kiai dan murid-murid mereka, masih berkembang sangat pesat di lingkungan NU. Hal ini disebut oleh penulis sebagai aspek-aspek kultural/budaya yang dimiliki organisasi Islam yang besar, seperti NU.

Dengan demikian, perbaikan sistem yang menyangkut NU sebagai organisasi, haruslah dapat menampung aspek-aspek intuitif tersebut. Hal inilah yang dengan sadar dibangun oleh tokoh-tokoh NU masa lampau, seperti KH. Mahfudz Siddieq, KH. Abdullah Ubaid, KH.A. Wahid Hasyim, dan KH. Ahmad Siddieq. Dengan sadar para pemimpin tersebut mencoba memasukkan aspek-aspek rasional dan aspek-aspek intuitif tersebut dalam pengambilan keputusan yang mereka lakukan. Karena itulah, mereka dapat diterima oleh “kaum kiai kolot/tradisional” maupun oleh kaum rasional di lingkungan NU sendiri. Nah, kedua kecenderungan tersebut sepenuhnya didukung oleh keluhuran moralitas (al-akhlaq al-karimah) yang kemudian dihancurkan oleh sistem politik korup yang berdasarkan KKN seperti kita kenal beberapa dasa warsa terakhir ini.

Jelaslah dari uraian di atas, bahwa aspek organisatoris/institusional harus menggunakan peralatan baru dan dibuat agar sesuai dengan ketentuan zaman. Tetapi, aspek-aspek intuitif juga tidak dapat ditinggalkan begitu saja, karena hal ini menyebabkan NU ditinggalkan oleh para kiai dan para pengikut-pengikutnya. Aspek-aspek organisatoris (jam’iyah) harus dapat menampung aspek-aspek intuitif (jama’ah) yang semakin dipersubur oleh hilangnya etika /moralitas/al-akhlaq al-karimah dari kehidupan kita dalam beberapa dasa warsa terakhir ini. Dalam lingkungan agama Khatolik-Roma, hal ini ditampung dalam dua organisasi yang saling berbeda: sistem kependetaan di satu sisi dan gerakan (kerasulan) awam, di sisi lain. Di samping hierarki Vatikan, ada perkumpulan masyarakat St. E’gidio di kota Roma. Dapatkah kedua jenis gerakan dengan kebutuhan yang berbeda ini dijadikan sebuah sistem, seperti terjadi di lingkungan NU sekarang?

PKB Kab Tegal

?

*) Tulisan ini pernah dimuat di Proaksi, 22 Februari 2002

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Nahdlatul, Meme Islam PKB Kab Tegal