Rabu, 21 September 2016

Khilafah Produk Sejarah, Bukan Syariah

Moh. Sholeh pernah menjabat sebagai ketua PMII Jakarta Pusat (1997-1998), pada tahun 2000-2002 ia Fungsionaris PB PMII, ia pun banyak berkecimpung sebagai peneliti di Komisi VIII DPR RI dan Indonesia Politician Index, Jakarta. Penelitian nya yang ia ajukan untuk memenuhi syarat kelulusan S2 Konsentrasi Pemikiran Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya menghasilkan buku ini. Buku ini terasa unik juga diakronik. Karena Ia memaparkan sejarah kelembagaan kekuasaan dan politik Islam, secara jernih, runtut dan renyah.

Terasa unik karena ia memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap relasi antara agama dan politik, dalam pengantarnya ia mengatakan bahwa dalam perspektif tali-temali agama dan politik, terdapat dua pertanyaan mendasar, yaitu agama dalam arti what does religion do for other? Dan what is religion? Menurut Moh Sholeh, secara empirik bagi umat Islam terdapat tiga paradigm terkait dengan relasi Islam dan Politik.?

Pertama, Integrated Paradigm, yang menyatakan bahwa wilayah agama merupakan lembaga keagamaan sekaligus lembaga politik. Pemerintah Negara diselenggarakan atas dasar kedaulatan ilahi (divine sovereignty), secara faktual model ini dijalankan di Iran. Kedua Symbiotic Paradigm,yaitu pandangan yang menyatakan bahwa agama dan Negara berhubungan secara simbiotik, dalam arti berhubungan secara timbal balik dan saling membutuhkan. Dalam hal ini Negara membutuhkan agama sebagai pijakan kekuatan moral sehingga dapat menjadi alat mekanisme kontrolnya.

Khilafah Produk Sejarah, Bukan Syariah (Sumber Gambar : Nu Online)
Khilafah Produk Sejarah, Bukan Syariah (Sumber Gambar : Nu Online)

Khilafah Produk Sejarah, Bukan Syariah

?

Di antara ulama yang pemikirannya bias digolongkan dalam model ini adalah Imam al-Mawardi. Ulama lain yang pemikirannya masuk kedalam paradigm ini adalah Imam al-Ghazali. Ketiga, Secularistic Paradigm, yang memandang relasi antara agama dan dan Negara harus terpisah. Pandangan inilah yang menolak dengan tegas Paradigm Integrated maupun symbiotic. Dalam pandangan secularistic paradigm tugas Nabi Muhammad SAW tak lebih dari tugas kenabian bukannya kekuasaan (innaha nubuwah la mulk) sebagaimana nabi terdahulu.

Masih dalam pandangan secularistic paradigm, Moh. Sholeh menjelasaskan bahwa urusan keduniaan Nabi SAW diserahkan kepada umatnya (antum a’lamu bi umuri dunyakum), termasuk urusan politik. Lebih jauh secularistic paradigm ini menyatakan bahwa islam tidak memiliki kaitan apapun dengan sistema kekhalifahan, sehingga sistem kekhalifahan adalah tergolong urusan duniawi murni. Secara umum pendukung secularistic paradigm ini selalu menyuarakan bahwa belief is one thing, and politics is another. Pandangan atas secularisticparadigm ini diusung oleh Al-Syaikh Ali Abdu al-Raziq.

PKB Kab Tegal

Sejarah membuktikan bahwa setelah Rasulullah Muhammad SAW kembali keharibaan-Nya, persoalan yang muncul justru bukan masalah aqidah, melainkan politik. Saya sangat setuju dengan Penulis Buku ini, agama dan Negara sebagai inti politik merupakan dua institusi yang mempunyai pengaruh besar dan kuat bagi manusia. Hanya untuk agama dan Negara, terkadang manusia rela mengorbankan dirinya, baik harta maupun nyawa. Tentu dengan motif yang relatif pula, baik dalam rangka mendapatkan gelar syahid dalam pandangan agama, atau mendapat gelar pahlawan dalam pandangan Negara.

PKB Kab Tegal

Dalam buku ini seolah-olah Moh. Sholeh ingin mengajak kita untuk mengingat kembali bahwa dalam sejarah, khilafah dikenal sebagai institusi politik Islam pengganti atau penerus Rasulullah SAW sebagai pembuat hukum dalam urusan agama dan politik. Terlepas dari secara etimologis kata khilafah yang berarti perwakilan atau pengganti. Konsep Khilafah yang sampai pada generasi kita ini apakah murni untuk mendapat gelar Syahid? Pahlawan? Atau memang sudah bergeser pada kepentingan lain? Moh. Sholeh menguraikan mengenai itu semua, termasuk bagaimana suksesi gerakan Khilafah melalui Revolusi, Sistem Negara Islam Klasik: Akar Teori Khilafah, termasuk pergulatan Formulasi Teori Khilafah.?

Lebih jauh lagi, dalam buku ini membahas bab-bab yang tidak terjangkau oleh penulis lain, yang menyoroti dan mengkritisi gerkan Khilafah, Moh. Sholeh menyuguhkan beberapa bab khusus mengenai bentuk-bentuk Negar dalam Islam, diantaranya ada; Khilafah, Mulk, Daulah, Imamah. Bab yang tidak kalah menarik adalah ketika ia bercerita tentang berbagai macam Organisasi Pengusung Restorasi Khilafah. Dengan bahasa yang sangat mengalir, saya dibuat tercengang oleh Moh. Sholeh, karena ia mengungkapkan data bahwa bukan hanya Hizbut Tahrir Islami saja yang mengusung Restorasi Khilafah, Ada empat organisasi yang disebutkan oleh Dosen Universitas Islam Attahiriyah Jakarta ini. bahkan organisasi ini benar-benar diluar dugaan saya.

Karya Moh. Sholeh ini dapat kita pakai sebagai petunjuk memahami pernak pernik seputar Khilafah, mulai dari kisah dramatis Musthafa Kaml Attaruk, Ali Abdul Raziq, Hassan Al-Banna, Muhammad Bin Abdul Wahhab, Wahabisme, Saudi Arabia dan Tanah Kaum Salafi. Hingga pola Suksesi dalam Institusi Negara Khilafah dari Khulafa’ al-Rasyidin sampai periode Turki Usmani. Setelah Istana Publishing Yogyakarta menerbitkan dalam buku ini, masihkah secara buru-buru kita mengklaim bahwa Khilafah adalah ancaman untuk Negara Indonesia? Sedangkan dari Judul bukunya saja sudah sangat jelas bahwa “Khalifah Sebagai Produk Sejarah, Bukan Produk Syari’ah.”

Buku ini menyuguhkan ulasan mendetail, runtut dan diutarakan dengan sangat apik oleh Moh. Sholeh mengenai perjalanan Khilafah di Era Modern, dari Kongres ke Kongres; Kongres awal, efek Libia dan Iran, Kongres-kongres kelompok, hingga konferensi Khilafah di Jakarta pada tahun 2007. Termasuk diakronik karena dalam buku ini juga membahas tentang Khilafah, Sekularisme dan Nation State; Pengalaman Bangsa-bangsa Muslim musal persinggungan. Mulai dari Turki Usmani, Arab, Mesir, Aljazair, Iran, Asia Selatan, Indonesia Hingga Malaysia.

Karena kehati-hatian (penulis) dalam mengutip pendapat para ulama, ahli dan kelompok-kelompok yang berbeda pendapat memaknai kesejatian khilafah, saya kira karena itulah buku ini sangat demokratis dan memberi tawaran yang sangat istimewa kepada Para pendukung dan pengikut Khilafah di Indonesia yang barangkali ingin kembali mencintai Negaranya sendiri?

Sebagaimana realitas empirik menunjukkan bahwa masih banyak diantara Umat Islam yang menyadari bahwa tatanan masyarakat Madinah yang didirikan oleh Muhammad SAW adalah identik dengan “Negara” yang plural secara suku dan keyakinan agama. Mereka terdiri dari suku-suku Arab Islam, baik dari Makkah dan Madinah, serta suku-suku di luar keduanya. Masyarakat Madinah juga terdiri dari suku-suku Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan mereka masih musyrik. Sebagai landasan Negara baru tersebut, saat itu Rasulullah SAW memproklamasikan “Konstitusi Dasar” yang kemudian lebih dikenal dengan nama “Mitsaq Madinah” atau piagam Madinah.?

Perlu kita ingat lagi, bahwa dengan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal itu. Nabi SAW telah meletakkan sendi-sendi kehidupan Nation State untuk masyarakat yang majemuk secara etnis dan agama yang mana secara jelas inti pasal-pasal Piagam Madinah dilukis dengan tinta baru dalam buku Ini. Lebih lanjut, mukaddimah Piagam Madinah tersebut menegaskan bahwa semua penduduk Madinah yang bersifat majemuk itu adalah satu bangsa (innaha ummah wahidah).

Berdasarkan oenegasan itu pula para kiai di Indonesia berpendapat bahwa bangsa dibangun dan didirikan tidak berdasarkan agama saja (based on religion), tetapi berdasarkan pluralitas (based on plurality). Berdasarkan piagam tersebut mereka meyakini bahwa NKRI yang berdasarkan UUD 1945 adalah upaya final bagi umat Islam dalam rangka mendirikan sebuah Negara.?

Hadirnya buku yang berani mengungkap sejarah seperti ini tidak bisa dihindarkan dari ruang public kita, terutama untuk generasi yang kurang memahami sejarah Islam dan Politik dunia. Karena setelah Rasulullah wafat, yang pertama menjadi agenda perbincangan umat Islam adalah peroalan politik tentang suksesi beserta agenda kelompok-kelompok yang muncul setelah itu.

Kembali pada pertanyaan awal, apakah setelah resmi dibubarkan oleh Menteri Hukum dan HAM di Indonesia, masihkah saudara kita Hizbut Tahrir Indonesia tetap menolak pluralisme, kebhinekaan, dan kesaktian Pancasila? Ingin menjadi Pemberontak di Negaranya sendiri? Atau ingin menjadi Syahid di Hadapan Allah? Jika HTI tetap memegang teguh prinsip Khilafah Islamiyahnya, bias jadi hal itu karena HTI menganggap bahwa Khilafah Islamiyah merupakan Produk Syariah, bukan Produk Sejarah.

Upaya Penulis buku yang pernah menimba ilmu di Pesantren al-Basyariyah, Darul Hikam, Darunnajah dan Pesantren Tegalsari Ponorogo ini patut diapresiai. Semoga buku dengan ketebalan 236 halaman ini bisa memperkaya pengalaman kita. Aamiin

Identitas buku:

Judul Buku : Khilafah Sebagai Produk Sejarah, Bukan Syariah

Penulis : Moh. Sholeh?

Penerbit : Istana Publishing, Yogyakarta

ISBN : 978-602-60586-5-2

Ketebalan : 236 Halaman

Cetakan : Pertama, 2017

Peresensi : Ahmad Ali Adhim, Santri Pesantren Kreatif Baitul Kilmah, Yogyakarta.

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Humor Islam, Olahraga PKB Kab Tegal

Selasa, 20 September 2016

Habib Umar: Tak Perlu Respon Gerakan Anti Maulid

Jepara, PKB Kab Tegal. Habib Umar Muthohar mengungkapkan, semua bacaan maulid yang tradisikan oleh NU itu baik tanpa terkecuali.

Demikian diungkapkannya dalam pengajian maulid akbar dan pembacaan maulid Ad-dibai yang dilaksanakan di Masjid Masyarul Mujadidin, desa/kecamatan Tahunan, Jepara, Kamis (07/3). 

Habib Umar: Tak Perlu Respon Gerakan Anti Maulid (Sumber Gambar : Nu Online)
Habib Umar: Tak Perlu Respon Gerakan Anti Maulid (Sumber Gambar : Nu Online)

Habib Umar: Tak Perlu Respon Gerakan Anti Maulid

Menurut Syuriyah PCNU kota Semarang itu, apapun bacaan maulidnya; ad-dibai, al-barjanzi, simtut durar semuanya baik dan paling baik. Habib Umar pun lantas mengutarakan yang tidak baik ialah yang kakean mulut—(kebanyakan mulut-red). Apalagi yang sering mengatakan bahwasanya maulid itu bid’ah dan syirik. 

“Yang tidak baik itu yang kakean mulud—kebanyakan mulut dan mengatakan maulid itu bid’ah. Maulid itu syirik,” katanya kepada ribuan jamaah yang hadir. 

PKB Kab Tegal

Penceramah asal Semarang ini menyatakan dua kata kunci syirik dan bid’ah saat ini sambungnya sedang digembor-gemborkan oleh kelompok yang tidak sejalan dengan NU. Meski demikian ia meminta jamaah agar “gunting” syirik dan bid’ah tidak perlu direspon. Maulid harus tetap jalan terus.   

Kemudian dirinya menjelaskan bahwanya maulid adalah sekumpulan hadits yang dirangkum oleh para Ulama mengenai sirah nabawiyah (sejarah kenabian). Sehingga Habib Umar pun menyatakan tepat jika maulid dibaca oleh umat Nabi yang tidak secara langsung hidup pada zamannya.  

PKB Kab Tegal

Tujuan membaca maulid lanjutnya untuk menambah iman disamping juga mahabbah, wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.  

Cinta masih menurutnya adalah kunci perjuangan. “Peristiwa Fathu Makkah yang saat itu melaksanakan perundingan di Hudaibiyah juga dilandasi dengan cinta. Alhasil, pasukan kafir yang menjadi mata-mata tahu tentang kekuatan itu setelah disampaikan kepada panglima perang kafir kemudian ndredeg—(membuat goyah-red),” tegasnya. 

Dalam kondisi kekinian, Habib Umar mengajak jihad melawan hawa nafsu. Sebab menurut Nabi jihad melawan nafsu merupakan musuh terbesar. Dengan semangat “jihad” harapannya agar mengubah keadaan yang yak henah—(tidak baik) menjadi henah--(baik). 

Ia pun meminta jamaah agar penyakit “lumpuh”—fisiknya sehat tetapi saat mendengar adzan tidak lantas menunaikan shalat dan “buta”—secara fisik bisa melihat kenyataannya tidak bisa membedakan halal dan halal dihindari. Sehingga menjadi hamba yang sesuai dengan jalan yang lurus. 

Redaktur    : A. Khoirul Anam

Kontributor: Syaiful Mustaqim

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Olahraga, Fragmen PKB Kab Tegal

Minggu, 18 September 2016

Halaqah Kebangsaan, Pagar Nusa Usung Islam Nusantara

Kediri, PKB Kab Tegal. Pimpinan Pusat Pencak Silat NU (PSNU) Pagar Nusa, Selasa (26/5) menggelar halaqah kebangsaan di Pondok Pesantren Al-Amien, Ngasinan, Rejomulyo, Kota Kediri, Jawa Timur. Halaqah kali ini bertema “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”.

Kegiatan ini menjadi rangkaian dari acara Pelatihan Pelatih dan Wasit Juri tingkat nasional yang dibuka satu hari sebelumnya. Hadir sebagai penbicara dalam halaqah, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU (RMINU) Jawa Timur KH Reza Imam Yahya.

Halaqah Kebangsaan, Pagar Nusa Usung Islam Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)
Halaqah Kebangsaan, Pagar Nusa Usung Islam Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)

Halaqah Kebangsaan, Pagar Nusa Usung Islam Nusantara

Kang Said, sapaan akrab KH Said Aqil Siroj, dalam paparannya antara lain menyoroti tentang radikalisme yang masih tumbuh subur di Indonesia. Untuk itu, ia berharap Pagar Nusa bisa berperan aktif dalam meredam dan memberantas ancaman bagi kedamaian Indonesia itu.

PKB Kab Tegal

Menurutnya, agama Allah disebarkan ke bumi Nusantara dengan cara yang damai dan berhasil menciptakan kedamaian sampai hari ini. Kedamaian itulah, tambah Kang Said, adalah ciri dari Islam Nusantara, yang secara konsep mengharmonikan antara wahyu dan tradisi yang berkembang. Semua itu pada fase berikutnya dilestarikan oleh ulama NU yang memiliki komitmen kuat dalam akidah Ahlussunah wal Jamaah, budaya,? dan nasionalisme.

Kiai asal Cirebon ini juga mengiimbau semua hadirin untuk mendukung program-program Pagar Nusa, karena hal itu adalah juga program yang diharapkan oleh NU.

PKB Kab Tegal

Senada, pembicara kedua, Gus Reza, juga menyoroti radikalisme dan terorisme yang bertentangan dengan ajaran Islam serta tidak sejalan dengan tradisi para ulama Nusantara.? Berkaitan dengan Pagar Nusa, Gus Reza berharap tradisi spiritual atau bahkan supranatural ala kiai NU tetap dilestarikan, semisal hizib dan sebagainya.

Sementara itu, Ketua Umum PP PSNU Pagar Nusa H Aaizuddin Abdurrahman menyampaikan,? pelatihan serta rangkaian acara yang dilaksankan tersebut adalah upaya dari pihaknya untuk senantiasa mengembangkan pencak silat NU yang diwariskan oleh para ulama, kususnya KH Muhammad Abdullah Maksum Jauhari (Gus Maksum). Di samping itu, katanya, juga sebagai wujud bahkti pada NU, bangsa, dan negara.

Selain ditangani oleh Majelis Pendekar dan Lemabaga Pelatih Wasit dan Juri Pagar Nusa, acara pelatihan ini juga menghadirkan dua pelatih khusus di bidang perwasitan dan penjurian dari PB IPSI Pusat. Acara pelatihan akan dilaksankan sampai tanggal 30 Mei mendatang.

KH Anwar Iskandar, pengasuh Pesantren Al-Amien, atas nama tua rumah menyampaikan rasa bangganya terhadap Pagar Nusa. Menurutnya, selama Pagar Nusa aktif, tradisi khas kiai-kiai NU di bidang ilmu bela diri akan tetap lesatri. (Ali Rahman/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Syariah, Habib, Tegal PKB Kab Tegal

Jumat, 16 September 2016

Gerhana Matahari, PP GP Ansor Ajak Manusia Kembali Kepada Allah

Jakarta, PKB Kab Tegal - Puluhan kader dan pengurus harian PP GP Ansor melangsungkan shalat gerhana matahari di Masjid Abdurrahman Wahid, di bagian muka kantor sekretariat PP GP Ansor jalan Kramat Raya Nomor 65A, Jakarta Pusat, Rabu (9/3) pagi. Mereka shalat dan berzikir bersama mengagungkan asma Allah.

Menurut pengurus haria PP GP Ansor Hasan Basri Sagala, peristiwa gerhana matahari merupakan fenomena alam yang tidak hanya dimaknai sebagai peristiwa alamiah belaka. Fenomena alam ini harus disadari lebih dalam sebagai benarnya bukti-bukti dan tanda-tanda kebesaran juga kekuasaan Allah SWT.

Gerhana Matahari, PP GP Ansor Ajak Manusia Kembali Kepada Allah (Sumber Gambar : Nu Online)
Gerhana Matahari, PP GP Ansor Ajak Manusia Kembali Kepada Allah (Sumber Gambar : Nu Online)

Gerhana Matahari, PP GP Ansor Ajak Manusia Kembali Kepada Allah

Hasan menambahkan, fenomena ini mengisyaratkan secara konkret kepada manusia bahwa Allah telah menetapkan peredaran matahari dan benda-benda langit lainnya dengan teratur. Dari keteraturan ini semua benda raksasa bergerak mengikuti ketetapan yang Allah tentukan.

“Untuk manusia, gerhana matahari ini adalah bentuk peringatan agar kita semakin sadar bahwa kekuasaan Allah di atas segalanya,” kata Hasan Basri kepada PKB Kab Tegal di Jakarta, Kamis (10/3) malam.

PKB Kab Tegal

Fenomena dahsyat itu, kata Hasan, bukti luar biasa kuasa Allah. Siapa saja bisa menyaksikan sendiri peristiwa luar biasa ini dengan kasat mata.

PKB Kab Tegal

“Kita harus kembali kepada ketentuan dan peringatan dari-Nya,” pungkasnya. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Lomba, Meme Islam PKB Kab Tegal

Sabtu, 10 September 2016

Lawan Hoax, Dakwah NU Harus Lebih Kreatif

Mataram, PKB Kab Tegal - Selain tetap mempertahankan pola dakwah tradisional, warga NU juga harus membekali diri dengan literasi dakwah melalui media sosial. Media sosial membuat daya jangkau yang lebih luas pesan dan anjuran kebaikan yang disampaikan dalam dakwah para ulama dan tuan guru. Dengan demikian pesan dakwah itu tidak hanya berputar pada jamaah yang terbatas.

“Dakwah melalui internet dapat diakses dengan mudah oleh ribuan bahkan jutaan orang, potensi ini harus bisa dibaca sebagai peluang dakwah,” kata Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini saat menjadi narasumber dalam acara Kopdar Netizen NU bersama keluarga besar NU Kota Mataram di Aula PWNU NTB, Senin (13/2).

Lawan Hoax, Dakwah NU Harus Lebih Kreatif (Sumber Gambar : Nu Online)
Lawan Hoax, Dakwah NU Harus Lebih Kreatif (Sumber Gambar : Nu Online)

Lawan Hoax, Dakwah NU Harus Lebih Kreatif

Menurut Helmy, tantangan warga NU adalah meningkatkan pola dakwah tradisional ke dakwah virtual yang memiliki daya jangkau publik yang lebih luas. Dengan demikian, sekali berdakwah dapat diikuti oleh ratusan ribu bahkan jutaan followers. Dakwah virtual efeknya lebih dahsyat.

Keterampilan dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dapat digunakan sebagai sarana melawan hoax dan fitnah yang ditujukan kepada para tuan guru dan ulama NU. Di samping itu, keterampilan dalam menggunakan media sosial dirasa efektif untuk menangkal berita dan informasi berbau radikal yang disebar secara besar-besaran oleh para buzzer.

PKB Kab Tegal

“Cara melawannya, yaitu tidak men-share berita hoax dan bernuansa radikal, menghapusnya, juga harus punya kreativitas memanfaatkan media sosial,” kata Helmy.

Kopdar netizen NU diakhiri dengan pembacaan ikrar oleh seluruh peserta. Pembacaan ikrar dipimpin oleh Koordinator Netizen NU NTB Muhammad Jayadi.

PKB Kab Tegal

Ikrar mereka menyuarakan komitmen untuk memosting pesan dan ajaran kebaikan para ulama dan kiai Nahdlatul Ulama, memproduksi karya di media sosial baik berupa gambar, video, meme, dan artikel untuk dakwah yang inspiratif dan berakhlakul kharimah, ala Ahlussunah wal Jamaah An-Nahdliyah. (Red Alhafiz K)Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Berita PKB Kab Tegal

Selasa, 06 September 2016

Hadiri Muktamar, Bupati Lampung Barat Pun Ziarahi Makam Gus Dur

Jombang, PKB Kab Tegal. Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri menyempatkan diri ziarah ke makam Presiden RI ke-4 KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur kompleks pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8), di sela kehadirannya di lokasi Muktamar Ke-33 NU.

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan dirinya bagian dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU). Mukhlis yang ditemani Kabag Humas dan Protokol Pemkab Lampung Barat Burlianto Eka Putra pun tak canggung berjongkok dan berdoa di depan kuburan ketua umum PBNU tiga periode berturut-turut tersebut.

Hadiri Muktamar, Bupati Lampung Barat Pun Ziarahi Makam Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)
Hadiri Muktamar, Bupati Lampung Barat Pun Ziarahi Makam Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)

Hadiri Muktamar, Bupati Lampung Barat Pun Ziarahi Makam Gus Dur

"Saya baru kali ini datang ke? makam Gus Dur dan ke Jombang. Saya warga NU dan pengurus NU di Lampung Barat. Jadi harus hadir pada Muktamar NU ke-33 di Jombang ini. Namun sebelum kegiatan berlangsung, terlebih dahulu sowan KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur ini," katanya.

PKB Kab Tegal

Setelah berdoa Mukhlis Basri yang ketika itu memakai baju koko dan songkok putih lalu berpose bersama warga di dekat makam Gus Dur. Ia tiba di Jombang Jumat? (31/7).

Selain Mukhlis, ada ribuan peserta muktamar lain dari berbagai daerah peziarah yang turut berziarah. Kompleks pemakaman Pesantren Tebuireng menjadi tempat tujuan favorit muktamirin karena di sini terdapat makam pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan juga putranya, KH Wahid Hasyim. (Gatot Arifianto/Mahbib)

PKB Kab Tegal

? Foto: Bupati Mukhlis Basri (tengah) di area Muktamar ke-33 NU

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Lomba, Quote, Pendidikan PKB Kab Tegal

Kamis, 01 September 2016

Mengapa Menggunakan Istilah Halal bi Halal?

Grobogan, PKB Kab Tegal - Salah satu ciri khas Idul Fitri di Indonesia adalah tradisi anjang sana ke sanak saudara atau biasa dijuluki dengan istilah “halal bi halal”. Namun, tahukah anda mengapa masyarakat pada umumnya menggunakan istilah tersebut. Padahal, inti dari tradisi tersebut adalah saling memohon maaf? Mengapa tidak memakai padanan kata maaf berbahasa Arab: Al-afwu bil afwi atau maghfirotan bi maghfirotin, misalnya?

Terkait hal tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Kabupaten Gobogan, Jawa Tengah, KH Muhammad Shofi Al Mubarok menjelaskan, ulama terdahulu memilih istilah halal bi halal karena kalimat tersebut lebih pas dan fleksibel.

Mengapa Menggunakan Istilah Halal bi Halal? (Sumber Gambar : Nu Online)
Mengapa Menggunakan Istilah Halal bi Halal? (Sumber Gambar : Nu Online)

Mengapa Menggunakan Istilah Halal bi Halal?

Menurutnya, kalimat halal bi halal tidak hanya terkhusus pada urusan maaf memaafkan. Melainkan juga saling menghalalkan. Artinya, benar-benar memaafkan baik secara lahiriah maupun batiniah.

PKB Kab Tegal

"Ibarat najis kalau pakai kata al afwu bil afwi itu masih najis, tapi di-mafu (dimaafkan). Tapi kalau pakai istilah halal bi halal itu ibarat najis, sudah benar-benar disucikan. Thahirun muthahhirun," tuturnya, Ahad (25/6).

Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Farid Mas’udi berpendapat, penggagas istilah "halal bi halal" adalah KH Abdul Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri NU. Kisahnya dimulai ketika Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara pada pertengahan bulan Ramadhan, untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat.

Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana, di antaranya DI/TII, PKI Madiun.

PKB Kab Tegal

Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan silaturrahim sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri. Namun Bung Karno ingin istilah berbeda dari silaturahim yang menurutnya sudah biasa. Kiai Wahab pun mencetuskan halal bi halal. (Ulin Nuha Karim/Mahbib)



(Baca: KH Wahab Chasbullah Penggagas Istilah “Halal Bihalal”)


Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Pertandingan, Quote PKB Kab Tegal