Sabtu, 26 Februari 2011

50 Kiai Jateng Ziarahi Makam Sesepuh NU Wonosobo

Wonosobo, PKB Kab Tegal. Sebagai bentuk penghormatan, sekurangnya 50 kiai asal Jawa Tengah (Jateng) meziarahi makam ulama NU Kabupaten Wonosobo, Syekh KH Asy’ari dan putranya KH Muntaha, yang terletak di Dero, Mojotengah, Wonosobo, Jateng, Ahad (2/6) pagi.

Para peziarah merupakan peserta Diklat Muharrik Masjid se-Jateng yang digelar Lembaga Ta’mir Masjid NU (LTMNU) bekerja sama dengan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia NU (Lakpesdam NU) selama tiga hari. Keberangkatan menuju makam dipimpin langsung Ketua Pengurus Pusat LTMNU KH Abdul Manan A Ghani selepas shalat shubuh.

”Tujuan ziarah kali ini adalah untuk meneladani semangat perjuangan ulama terdahulu. Mereka adalah  para muharrik (penggerak) di wilayahnya,” ujar Manan.

50 Kiai Jateng Ziarahi Makam Sesepuh NU Wonosobo (Sumber Gambar : Nu Online)
50 Kiai Jateng Ziarahi Makam Sesepuh NU Wonosobo (Sumber Gambar : Nu Online)

50 Kiai Jateng Ziarahi Makam Sesepuh NU Wonosobo

Syekh Asy’ari merupakan tokoh Wonosobo yang aktif mendidik masyarakat setempat melalui pesantren di Kalibeber, Mojotengah. Di zaman Belanda, ia terpaksa mengungsi sekitar 5 kilometer ke Desa Dero dan wafat di sana. Untuk sampai di tempat itu, peziarah harus melewati dua bukit dengan jalan berkelok dan curam.

Rais Syuriyah PCNU Wonosobo KH Abdul Halim menuturkan, sepeninggal Syekh Asy’ari pesantren ditangani KH Muntaha. Kiai penghafal al-Qur’an ini pernah memimpin jabatan syuriyah dan tanfidziyah PCNU Wonosobo dan Mustasyar PWNU Jateng.

”Beliau juga salah seorang penggagas berdirinya Unsiq (Universitas Sains al-Qur’an) Wonosobo,” imbuh santri KH Muntaha ini.

PKB Kab Tegal

 

Penulis: Mahbib Khoiron

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal

PKB Kab Tegal Kyai, Ulama PKB Kab Tegal

Senin, 14 Februari 2011

Mengapa Para Ekstremis Begitu Masif Adakan Propaganda di Dunia Maya?

Jakarta, PKB Kab Tegal. Pengamat terorisme dan radikalisme global Nico Prucha menjelaskan bahwa propaganda ISIS begitu masif di dunia maya. Dia mengungkapkan, ISIS menyebarkan dua video setiap harinya. Hal tersebut ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam kegiatan Interntional Summit of The Moderate Islamic Leaders (Isomil) di Gedung JCC Senayan Jakarta, Selasa (10/5).

Mengapa Para Ekstremis Begitu Masif Adakan Propaganda di Dunia Maya? (Sumber Gambar : Nu Online)
Mengapa Para Ekstremis Begitu Masif Adakan Propaganda di Dunia Maya? (Sumber Gambar : Nu Online)

Mengapa Para Ekstremis Begitu Masif Adakan Propaganda di Dunia Maya?

Doktor Universitas Wina Austria ini mengatakan bahwa video-video yang diunggah oleh ISIS 95 persen menggunakan bahasa arab dan selebihnya menggunakan bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan bahasa-bahasa internasional lainnya. ISIS, menurut Nico, menggunakan salah satu hadis Nabi untuk membenarkan apa yang mereka lakukan, yaitu sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Turmudzi: “Keluarkanlah orang-orang musyrik dari jazirah Arab,” tegas Nico.

Bagi Nico, ada dua alasa mengapa ISIS merilis video dan mengunggahnya ke dunia maya. Pertama, mereka ingin memaksa orang non-muslim untuk pindah dari negara Irak dan Suriah. “Mereka memusuhi orang Syi’ah, terutama rafidhah. Mereka (ISIS) menganggap Syiah rofidhoh bukan Islam,” jelasnya.

Kedua, mereka ingin memberitahukan pada dunia bahwa apa yang mereka lakukan itu ada dan didukung oleh Al-Quran, Hadis, dan pendapat para ulama. “Mereka mengunakan dalil-dalil dari Al Quran, Hadis, pendapat ulama, dan fiqih secara umum (di dalam videonya),” terangnya. 

PKB Kab Tegal

“Mereka menamakan ini sebagai fiqih jihad yang benar sebagaimana Hadis Nabi di atas,” lanjut pria yang juga fasih berbahasa Arab ini.

Menurutnya, Barat memiliki pandangan yang berbeda tentang Islam sebelum dan setelah peristiwa 11 September 2001 lalu.

PKB Kab Tegal

“Sebelum peristiwa 11 September, bagaimana pendapat anda tentang agama Islam Arab? Mereka (orang Barat) akan menjawab kalau Islam itu sebuah agama sebagaimana agama Yahudi dan Kristen,” ceritanya. Namun, imbuh Nico, setelah peristiwa 11 September, pandangan Barat tentang Islam berubah dan menjadikan Islam sebagai agama teroris.

“Setelah kejadian-kejadian terorisme yang tersebar di media, jawaban mereka (orang Barat) menjadi berubah,” tandasnya. 

Senada dengan Nico, salah satu pembicara yang lain Laurent Booth menyesalkan berbagai perlakukan diskriminasi yang dilakukan oleh Barat terhadap orang Islam. “Apa yang mereka inginkan dari kita?” ucap adik ipar mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair yang telah memeluk Islam ini.

 Laurent yang kini aktif mengampanyekan Islam damai di seluruh dunia ini juga berharap kepada umat Islam yang datang dan menetap di Eropa untuk terus menjaga dan mempertahankan identitasnya sebagai orang Islam. “Di Eropa, kenapa anda harus menghilangkan bahasa anda, harus menghilangkan identitas anda?” kata Laurent.

Lebih lanjut, perempuan yang kini bersuami orang pakistan ini mengajak umat Islam untuk menyuarakan pendapat untuk menghentikan peperangan yang terjadi di Timur Tengah. “Kita harus bicara pada Eropa untuk menghentikan peperangan, karena itu (peperangan) akan melanggengkan ekstrimisme,” tandasnya.

Diskusi sesi ketiga ini dimoderatori oleh Sri Mulyati, dan yang menjadi narasumber adalah Laurent Booth (Inggris), Virginia Gray Henry (Amerika Serikat), dan Nico Prucha (Swiss). (Muchlishon Rochmat/Fathoni) 

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Pahlawan PKB Kab Tegal

Minggu, 13 Februari 2011

Suriah Makin Memburuk, NU Desak Semua Pihak Hentikan Perang

Jakarta, PKB Kab Tegal. Tragedi di Kota Aleppo Suriah yang makin memburuk membuat prihatin warga dunia, termasuk Indonesia. Konflik antara pasukan oposisi dan rezim pemerintah Suriah mengakibatkan ratusan ribu jiwa melayang sia-sia. Pertempuran semakin meruncing ketika beberapa negara Barat ikut campur dan seolah saling unjuk kekuatan militer.

Suriah Makin Memburuk, NU Desak Semua Pihak Hentikan Perang (Sumber Gambar : Nu Online)
Suriah Makin Memburuk, NU Desak Semua Pihak Hentikan Perang (Sumber Gambar : Nu Online)

Suriah Makin Memburuk, NU Desak Semua Pihak Hentikan Perang

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad menerangkan, baik dari kelompok oposisi maupun pihak pemerintah, mereka semua sudah gelap mata. Menurutnya, satu-satunya harapan adalah dunia internasional.?

“Tetapi nampaknya, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) juga kurang punya kekuatan untuk bisa memaksa kelompok-kelompok yang bertikai itu untuk menghentikan pertempurannya,” ujar Rumadi saat ditemui PKB Kab Tegal,? Jumat (16/12).

Dengan kata lain menurut Rumadi, satu-satunya jalan yang bisa digunakan adalah memaksa negara-negara yang terlibat langsung maupun tidak langsung untuk menghentikan semua aksi perang yang mereka lakukan di Suriah.

PKB Kab Tegal

Dia menjelaskan, sebetulnya yang terjadi di Aleppo itu bukan semata-mata masalah Suriah, tetapi terkait dengan beberapa negara yang ada di balik dua kekuatan, yaitu oposisi dan rezim pemerintah. Jika negara-negara tersebut mau berdialog, berdiskusi, dan melakukan diplomasi, konflik dan perang bisa dihentikan.

“NU sebagai organisasi sosial keagamaan sifatnya hanya bisa memberikan masukan dan seruan serta imbauan. Ia tidak bisa memaksa kekuatan-kekuatan negara-negara yang ada di balik perang. Kecuali mereka mau melakukan diplomasi dan memikirkan warga sipil yang selama ini telah banyak menjadi korban,” jelas Dosen Pascasarjana STAINU Jakarta ini.

Terkait dengan peran ulama di Suriah, tambah dia, itulah salah satu yang menjadi kritik NU bahwa mereka kurang mempunyai pengaruh dan kekuatan di akar untuk bisa meminimalisir akar konflik.?

Kerapnya negara-negara luar yang ikut campur dalam konflik di Timur Tengah, Rumadi menjelaskan bahwa tidak ada konflik yang semata-mata persoalan internal selama ini. Bahkan kelompok-kelompok yang berkonflik itu membutuhkan dukungan dari negara luar.?

PKB Kab Tegal

“Secara tidak langsung, mereka sendiri yang mengundang negara-negra Barat untuk mendukung dan memback-up kekuatan-kekuatan di internal negara tersebut itu,” ucap peneliti senior The Wahid Institute itu.

Jika bentuk dukungan negara-negara Barat dalam rangka mewujudkan diplomasi yang baik untuk mengentikan konflik, menurutnya itu justru bagus. Tetapi yang terjadi selama ini sebaliknya. Ditambah isu-isu sektarianisme seperti Sunni dan Syiah yang terus digodok sehingga seolah akar konflik adalah dua kelompok agama itu, padahal selama ini tragedi yang terjadi merupakan kepentingan politik semata.

Rumadi menegaskan, Indonesia harus belajar dari situasi tersebut karena sekarang ini jika tidak diwaspadai bukan tidak mungkin Indonesia juga terseret pada kondisi pilu yang terjadi di Suriah itu.?

“Saat ini mulai banyak orang atau kelompok yang mempersoalkan antara Islam dan kebangsaan dan mulai banyak orang yang mempersoalkan Pancasila. Padahal dasar negara tersebut selama terbukti menjadi perekat kita sebagai bangsa yang majemuk. Nilai-nilai fundamental dalam Pancasila dan pilar-pilar lain harus terus dipertahankan oleh semua elemen bangsa,” tandas Rumadi. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Halaqoh PKB Kab Tegal

Kamis, 10 Februari 2011

Muslim NTT Bangun Toleransi Lewat Ramadhan

Kota Kupang, PKB Kab Tegal. Selain mendorong peningkatan ketakwaan, puasa Ramadhan mengajarkan umat Islam untuk membangun persatuan dan persaudaraan kemanusiaan. Ibadah puasa menitipkan pelajaran saling menghargai sesama kepada umat Islam tanpa melihat asal usul masing-masing.

Muslim NTT Bangun Toleransi Lewat Ramadhan (Sumber Gambar : Nu Online)
Muslim NTT Bangun Toleransi Lewat Ramadhan (Sumber Gambar : Nu Online)

Muslim NTT Bangun Toleransi Lewat Ramadhan

Dalam acara buka puasa bersama di aula kediaman Gubernur Nusa Tenggara Timur di Kota Kupang, Senin (14/7), ustadz Muhammad Camuda dalam taushiyahnya mengajak umat Islam NTT untuk bersatu meningkatkan keimanan.

“Keimanan dalam Islam mencakup keyakinan kepada rukun Iman dan menjaga kepercayaan terhadap sesama. Di sini letak substansi puasa. Muslim dan nonmuslim perlu perlu mempererat tali persaudaraan dengan menjunjung tinggi nilai toleransi,” kata ustadz Camuda di hadapan ratusan hadirin dari kalangan NU dan sejumlah ormas Islam lainnya.

PKB Kab Tegal

Persaudaraan, lanjut ustadz Camuda, tidak mengenal agama, suku, dan budaya. Kalau rasa persaudaraan terbangun, maka satu sama lain akan saling melindungi.

“Contoh, kita tidak perlu memagar rumah dengan tembok yang setingi-tingginya. Kita cukup memagarnya dengan kebaikan. Jika kita baik terhadap sesama, maka tetangga kita dan orang lain yang akan menjaga rumah dan lingkungan kita,” tandas Camuda.

PKB Kab Tegal

Wakil Gubernur NTT Beni Litel Noni dalam sambutannya membenarkan taushiyah agama Camudi. Bulan puasa bagi umat Islam NTT, menurut Beni, bulan penuh berkah.

“Puasa yang penuh hikmah ini harus dijadikan kesempatan agar kita saling menjaga suka cita di antara kita. Buka puasa bersama ini mencerminkan kita saling mengedepankan nilai toleransi antarkelompok beragama dan antarumat beragama yang ada di NTT,” tutup Beni. (Ajhar Jowe/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Internasional, Doa PKB Kab Tegal

Rabu, 26 Januari 2011

Peringati Harlah, Pelajar NU Kraksaan Sosialisasikan Hasil Kongres IPNU

Probolinggo, PKB Kab Tegal - Pimpinan Cabang IPNU Kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo memperingati Hari Lahir (Harlah) Ke-62 IPNU di Aula Kantor PCNU Kota Kraksaan di Jalan KH Abdurrahman Wahid Kelurahan Sidomukti Kecamatan Kraksaan, Sabtu (27/2). Pada kesempatan ini mereka menyosialisasikan hasil Kongres IPNU di Boyolali beberapa bulan lalu.

Kegiatan ini diikuti oleh 200 kader di antaranya PK IPNU Pesantren Nurul Jadid Paiton, PK IPNU Pesantren Darullughah wal Karomah, PK IPNU Pesantren Zainul Hasan, dan 6 Pimpinan Anak Cabang serta 25 orang alumni IPNU Kota Kraksaan.

Peringati Harlah, Pelajar NU Kraksaan Sosialisasikan Hasil Kongres IPNU (Sumber Gambar : Nu Online)
Peringati Harlah, Pelajar NU Kraksaan Sosialisasikan Hasil Kongres IPNU (Sumber Gambar : Nu Online)

Peringati Harlah, Pelajar NU Kraksaan Sosialisasikan Hasil Kongres IPNU

Peringatan ini disemarakkan dengan istighotsah dan diakhiri dengan pemotongan nasi tumpeng dan makan nasi tumpeng bersama. Tampak hadir Ketua PCNU Kota Kraksaan H Nasrullah A Suja’i dan Ketua IPNU Kota Kraksaan Masrur Ghazali.

H Nasrullah meminta para kader untuk selalu memperkuat aqidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Sebab saat ini sudah banyak paham-paham baru yang bertentangan dengan Aswaja.

PKB Kab Tegal

“Para kader harus senantiasa memperkuat Aswaja di tengah maraknya paham lain di luar NU. Hal itu sangat penting sebagai benteng agar kader NU tetap berpegang teguh kepada aqidah Aswaja,” katanya.

PKB Kab Tegal

Sementara Wakil Ketua IPNU Kota Kraksaan Khairul Imam mengungkapkan, peringatan Harlah Ke-62 IPNU ini bertujuan untuk memperkuat silaturahmi antara kader dan alumni supaya ikatan keduanya semakin erat.

“Semoga melalui kegiatan ini para kader IPNU tidak melupakan sejarah berdiri dan perjuangan IPNU. Dengan demikian akan menambah semangat dan motivasi dalam menjalankan roda organisasi sebagai wadah untuk menampung aspirasi pelajar,” ungkapnya. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Doa, Berita PKB Kab Tegal

Sabtu, 22 Januari 2011

Niat dan Angkat Tangan dalam Takbiratul Ihram

Niat bagaikan pintu gerbang yang memisahkan antara dua ruang yang berbeda. Ruang profan keduniawian yang hina dengan ruangan sakral di mana seorang hamba akan berkomunikasi dengan-Nya. Karena itu ketika hati telah berniat, maka pintu itu telah terbuka dan berarti kaki sudah menginjak ke ruang sakral. Teguhkanlah hati ucapkanlah selamat tinggal kepada dunia yang penuh dengan berbagai urusan yang sepele. Karena urusan yang ada di depan jauh lebih penting dari segala-galanya.

Hadirkanlah niat di dalam hati bersamaan dengan lisan yang mengucapkan takbir. Karena sesungguhnya niat itu adalah menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan pekerjaannya dalam hal ini adalah takbiratul ihram ‘Allahu Akbar’. Panjang kata Allah dalam ‘Allahu Akbar’ menurut Imam Ali Syibromalisi hanya dibatasi maksimal ukuran tujuh alif tidak boleh lebih. Diharapkan dengan panjang tujuh alif ini dapat memuat segala unsur niat yang adala dalam hati.

Adapun hal yang harus termuat dalam hati ketika berniat adalah kejelasan sifat shalatnya. Fardhu atau sunnah, dhuhur atau ashar, dan seterusnya. Oleh karena itulah niat shalat fardhu ? minimal berbunyi ushalli fardha dhuhri ? (aku niat shalat dhuhur) adapun keterangan tambahan arba’a raka’tin, mustaqbilal qiblati, ada’an, lillahi ta’ala (empat raka’at, menghadap kiblat, sekarang juga –tidak qadha’-, karena Allah) adalah sunnah hukumnya. Demikian keterangan dalam Fathul Muin.

Selain mengucap takbir di lisan dan niat dalam hati juga harus dibarengi dengan mengangkat tangan dan meletakkannya di bawah dada di atas pusat, dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Sebagaimana kemuliaan tangan kanan dai pada tangan kiri. Sebaiknya tangan itu diangkat dengan tidak lertalu tinggi, sekira jari jempol sepadan dengan telingan. Dan diangkat dengan tidak terlalu keras demikian juga ketika menurunkannya.

Niat dan Angkat Tangan dalam Takbiratul Ihram (Sumber Gambar : Nu Online)
Niat dan Angkat Tangan dalam Takbiratul Ihram (Sumber Gambar : Nu Online)

Niat dan Angkat Tangan dalam Takbiratul Ihram

Syaikh Nawawi dalam NIhayatuz Zain, menerangkan bahwa pengangkatan ini sebagai isyarat membuka hijab antara seorang hamba dan Allah swt. sehingga antara keduanya tidak ada lagi penghalang.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ?

PKB Kab Tegal

Hikmah di dalam pengangkatan tangan (ketika takbir) adalah isyarat membukakan tabir antara seorang hamba dan Allah swt. Imam Syafi’I berkata bahwa hikamah mengangkat tangan adalah pengakuan seorang hamba akan keagungan-Nya dan mengharap pahala dari-Nya.? ? ? ? ? ? ? ?

Dengan kata lain, niat sebagai pintu gerbang memasuki alam sakral harus disertai dengan mengangkat tangan sambil menyeru takbir sebagai pembuka hijab. ? Hal seolah menjadi syarat akan penyamaan frekwensi antar seorang hamba dengan Allah swt. karena sebuah komunikasi akan terjalin jika dalam frekwensi yang sama ? (Red. Ulil H).

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal

PKB Kab Tegal Hadits, Pondok Pesantren PKB Kab Tegal

Selasa, 04 Januari 2011

Aswaja Berparadigma Global

Muhammad Al-Fayyadl*--- Dalam sebuah sarasehan Aswaja (Ahlussunnah wal jama’ah) yang diselenggarakan para pemuda dan pemudi Nahdlatul Ulama (IPNU dan IPPNU) di sebuah kota kecil di Jawa Timur, pertanyaan jenial itu muncul: bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global?

Bukan semata-mata karena yang melontarkannya anak-anak muda yang datang dari desa dan latar belakang keluarga santri yang sederhana. Tetapi juga karena pertanyaan itu datang dari sebuah tempat di pelosok, yang cukup jauh dari hiruk-pikuk keriuhan “politik global” – berbeda bila datang dari kalangan mahasiswa atau warga NU yang berada di luar negeri.

Aswaja Berparadigma Global (Sumber Gambar : Nu Online)
Aswaja Berparadigma Global (Sumber Gambar : Nu Online)

Aswaja Berparadigma Global

Ada sederet hal yang menjadi kegelisahan anak-anak muda itu, yang diajukan kepada penulis untuk dijawab dalam sesi panel diskusi: bagaimana Aswaja di mata dunia? Bagaimana ber-Aswaja di era globalisasi? Dan pada gilirannya, bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global?

PKB Kab Tegal

Pertanyaan-pertanyaan yang tak mudah. Pertama, pertanyaan itu melampaui apa yang dipikirkan oleh para tokoh NU yang berjasa merumuskan pemikiran ke-Aswaja-an NU, sebutlah – untuk menyebut generasi mutakhir – Gus Dur atau Kiai Said Aqil Siradj sendiri. (Lagi-lagi kita akan kaget bercampur gembira bahwa pertanyaan itu dilontarkan oleh santri-santri muda NU.) Wacana Aswaja yang menjadi bidang garapan para tokoh tersebut, khususnya Gus Dur (untuk menyebut stadium terakhir dan bentuk paling “kosmopolit” dari wacana Aswaja yang pernah dimunculkan NU), baru berhenti pada ranah negara (bagaimana agama mendapat tempat dalam negara yang bukan negara Islam), dan belum pada ranah antar-negara (inter-states), lebih-lebih antar-bangsa (inter-national). Secara konseptual, dalam berbagai tulisannya, ada fase ketika persoalan-persoalan dunia menjadi perhatian Gus Dur. Yang pertama, secara analogis, yaitu ketika Gus Dur mencoba memandang persoalan-persoalan dunia secara analogis dengan yang terjadi di dalam negeri. Ini fase esai-esai di Tuhan Tidak Perlu Dibela. Selebihnya fase keterlibatan (engagement), yaitu ketika Gus Dur melibati persoalan itu dengan menempatkan keprihatinannya pada titik yang sentral: bagaimana Islam dapat terlibat dalam membangun perdamaian dunia. Tetapi tidak secara khusus tentang Aswaja.

Kedua, pertanyaan itu membuka dimensi yang tidak terpikirkan dalam pemikiran ke-NU-an yang berpijak pada pengalaman lokalitas dan penghayatan atas hal-hal yang familiar dari tradisi setempat. Sangat sulit, jika bukannya “intimidatif”, memaksa seorang warga NU untuk berkomentar tentang suatu dinamika politik di Argentina, atau memintanya menanggapi sebuah penangkapan demonstran di sebuah pawai massa di New York. Hal-hal itu terlalu asing dan jauh dari dunia “kultural”-nya. Praktis pertanyaan itu hanya dapat dilontarkan oleh generasi NU yang lain, yang terikat dengan lokalitasnya namun mengalami pertemuan dengan arus global dan dituntut menanggapinya, sedikit-banyak untuk meredam kontradiksi antara lokalitasnya dan arus baru yang dapat mengasingkannya dari lokalitas itu.

PKB Kab Tegal

Dan itulah persisnya yang dihadapi anak-anak muda itu, yang mungkin merasakan bahwa dunia kini telah menjadi bagian dari kampung halaman mereka yang terdekat.

Untuk memenuhi permintaan mereka, penulis membuat sebuah draft yang berjudul “Aswaja untuk Kekinian: Tantangan Global, Jawaban Lokal”. Untuk merintis suatu pendekatan “global” atas Aswaja, kita mesti menjadikan fenomena global sebagai tantangan. Namun merumuskan tantangan itu saja tidak mudah, karena persoalan-persoalan global yang dihadapi oleh umat manusia hari ini sudah sedemikian kompleks dan berjalin-kelindan dengan persoalan-persoalan struktural yang ruwet dan diferensiasi kehidupan yang kelihatannya terpisah namun terkait satu sama lain. Scott Sernau, dalam Global Problems (2006), menyebut sedikitnya dua belas rumpun persoalan: kelas, kerja, gender dan keluarga, pendidikan, kejahatan, perang, demokrasi dan HAM, etnisitas dan agama, urbanisasi, populasi dan kesehatan, teknologi dan energi, serta ekologi. Sementara Aswaja? Aswaja adalah suatu paradigma beragama. Dapatkah suatu paradigma beragama menjawab sederet persoalan yang penyelesaiannya membutuhkan pendekatan “non-agama”?

Belajar dari kegagalan setiap gerakan yang ingin menjadikan agama sebagai solusi yang tuntas dan instan, maka Aswaja tidak dapat diperlakukan sebagai satu-satunya jawaban “dogmatis”, melainkan sebagai tawaran, suatu proposal, suatu kerangka kerja, suatu inspirasi bagi transformasi dunia yang lebih baik, dalam arti sebenarnya. Tidak semua orang, tentu saja, menganut Aswaja, tetapi Aswaja dapat menjadi kerangka kerja yang memungkinkan berbagai pihak bekerja bersama untuk mencari solusi atas persoalan bersama yang dihadapi.

Lagi-lagi persoalannya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Lebih mudah menjawab “bagaimana Aswaja di mata dunia” daripada “bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global”, lebih-lebih “bagaimana memecahkan persoalan dunia dengan kerangka berpikir Aswaja”. Pertanyaan pertama dapat dijawab dengan menyajikan statistik: Aswaja, atau Sunnism, dianut oleh kira-kira delapan puluh persen umat Muslim di dunia, kecuali di beberapa negara di mana Syi’ah (Shiism) atau ideologi-ideologi keagamaan lain dominan. Kepenganutan itu sendiri sudah menjadi kekuatan besar untuk suatu perubahan, atau minimal mempertahankan suatu tradisi yang baik dari pengrusakan kekuatan-kekuatan luar.

Hal itu terlihat dari kasus Tunisia dalam Pemilu terakhir baru-baru ini – kekuatan politik Sunni dapat membendung kekuatan politik reaksioner anti-demokratis, yang ingin memanfaatkan situasi pasca-revolusioner untuk tujuan-tujuannya yang sempit. Namun, itu pun tidak sepenuhnya. Kepenganutan Aswaja yang kuat tidak menjamin kemampuannya untuk diporakporandakan oleh ekstremisme dan ideologi-ideologi keagamaan militan yang reaksioner. Gerakan takfiri dan ekstremis-teroristik yang haus kekuasaan, seperti Wahhabi (untuk yang pertama) dan ISIS (untuk yang kedua), terus menjadi tantangan yang mengintai setiap saat.          

Pertanyaan tentang “bagaimana Aswaja di mata dunia”, dengan kata lain, adalah semata soal membuka dan mengetahui seberapa dalam dan seberapa besar kekuatan “internal” umat Muslim di dunia hari ini, yang sebagian besar bisa dipastikan menganut setidaknya satu dari keempat mazhab fiqh dan berakidah dengan salah satu dari dua mazhab teologi Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, serta menerima tasawuf sebagai warisan tradisional yang berharga. Namun itu bukan jaminan untuk membanggakan diri. Mengetahui kenyataan demikian, juga berarti bertanya tentang seberapa kuat daya tahan Aswaja menghadapi godaan perpecahan umat, sektarianisme, dan aksi-aksi kekerasan yang dilancarkan oleh kaum puritan. Seberapa ampuh dan efektif Aswaja dapat menjadi pelindung bagi tradisi-tradisi yang baik (al-qadim ash-shalih) yang setiap saat berada dalam ancaman destruksi, dan terus-menerus menjadi sasaran kaum puritan itu?    

Dengan bertanya demikian, mungkin kita akan mampu menjawab “bagaimana ber-Aswaja di era globalisasi”. Dengan mengetahui kekuatan dan daya tahan internal Aswaja, kita dapat mengukur seberapa jauh kekuatan tersebut mampu menghadapi tantangan-tantangan global. Seperti disinggung di atas, tidak cukup memahami Aswaja semata-mata Aswaja sebagai paham keagamaan, sementara tantangan global yang dihadapi tidak mesti bersifat keagamaan. Paham keagamaan itu merupakan modal yang perlu di-upgrade  agar dapat menjadi perekat bagi ikatan-ikatan sosial yang riil yang setiap saat mengalami proses pelapukan dan destruksi karena globalisasi yang mendorong individualisme, eksploitasi, kekerasan, dan oportunisme yang sempit. Dengan berlandaskan pada sikap-sikap tawassuth, tawazun, dan i’tidal, maka keragaman pemahaman dan praktik keagamaan yang menjadi mozaik dari kaum Sunni di berbagai negeri akan dapat meregenerasi ikatan-ikatan sosial itu, dan memperkuat tidak saja persaudaraan seagama (ukhuwwah islamiyyah) tetapi juga persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah). Aswaja tidak saja muncul sebagai ikatan keagamaan, tapi juga ikatan sosial baru. Seorang Muslim kulit langsat di pelosok Indonesia dapat menjalin ikatan dengan seorang Muslim kulit hitam dari Afrika Tengah, atau seorang muallaf kulit putih dari sebuah negeri di Eropa Barat. Perbedaan dan keragaman latar belakang ras, budaya, dan mazhab fiqh yang dianut menjadi kekuatan yang mempertemukan dan memungkinkan lahirnya solidaritas baru.

Globalisasi yang dimungkinkan oleh interaksi dan konektivitas di antara berbagai pihak, dapat memungkinkan ikatan-ikatan baru yang tak terduga di antara berbagai elemen penganut Aswaja di berbagai negeri. Hal ini akan memungkinkan pengenalan akan lokalitas masing-masing, dengan melihat keterbatasan masing-masing lokalitas sebagai salah satu dari sekian manifestasi dari keragaman wajah Islam. Kekhasan dialek, kekhasan tradisi zikir dan perayaan sosial (Maulid, khitanan, perayaan kelahiran) akan terungkap dalam pertemuan antar-lokalitas itu. Jika Gus Dur pernah menggulirkan gagasan “pribumisasi Islam”, maka dalam perspektif global, penting melihat bagaimana pribumisasi itu terjadi di masing-masing negeri; bagaimana setiap komunitas Muslim mempribumikan Islam dengan caranya masing-masing. Tekanan akan lokalitas masing-masing komunitas Muslim itulah yang akan membedakan “kosmopolitanisme” Aswaja dari kosmopolitanisme dalam teori-teori liberal yang mempromosikan pluralisme tanpa keberakaran tertentu atas lokalita.

Lokalitas itu mungkin menjadi suatu parameter bagi suatu konsepsi yang lebih komprehensif tentang Aswaja berparadigma global. Tetapi itu baru satu parameter, yang bisa jadi belum satu-satunya. Dibutuhkan “ijtihad” untuk menggali Aswaja berparadigma global. Tetapi satu hal setidaknya pasti: generasi Aswaja berwawasan global merupakan generasi poliglot yang mampu berinteraksi dengan beragam bahasa.[]

*Mantan Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Prancis, Periode 2013-2014.

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Hikmah, Halaqoh, Internasional PKB Kab Tegal