Selasa, 05 September 2017

Aswaja NU Center Sidoarjo Gelar Pelatihan Karya Tulis Ilmiah

Sidoarjo, PKB Kab Tegal. Aswaja NU center Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sidoarjo mengadakan pelatihan karya tulis ilmiah, Ahad (12/4). Acara yang di gelar di aula LP Maarif NU Sidoarjo ini diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida).

Aswaja NU Center Sidoarjo Gelar Pelatihan Karya Tulis Ilmiah (Sumber Gambar : Nu Online)
Aswaja NU Center Sidoarjo Gelar Pelatihan Karya Tulis Ilmiah (Sumber Gambar : Nu Online)

Aswaja NU Center Sidoarjo Gelar Pelatihan Karya Tulis Ilmiah

Anggota Tim Aswaja NU center PCNU Sidoarjo Irsyadul Ibad mengatakan, pelatihan karya tulis ilmiah ini digelar untuk melahirkan sebuah karya tulis Aswaja yang betul-betul original. Peserta ditunjukkan metedologi menulis karya ilmiah yang benar.

"Ini merupakan satu langkah untuk seribu langkah ke depan. Yang jelas dari kami tidak hanya memberikan pelatihan saat ini saja. Akan tetapi kami akan terus memberikan pendampingan-pendampingan," paparnya.

PKB Kab Tegal

Hal senada juga disampaikan anggota lain tim Aswaja NU center PC NU Sidoarjo, Mukhazamilah. Ia menyatakan bahwa pihaknya tengah berusaha mengawal mahasiswa di dunia perguruan tinggi yang mempunyai pengetahuan menulis tingkat nasional tidak hanya membaca, akan tetapi juga lebih fokus kepada kepenulisan.

"Ini semacam tiser lah mas. Meskipun mata kuliah yang diberikan Aswaja. Akan tetapi kita menyadari kemampuan/keterempilan mereka untuk menulis juga perlu digalakkan. Selain konten, skil mereka juga perlu digalakkan," kata Mukhazamilah kepada PKB Kab Tegal.

PKB Kab Tegal

Sementara itu Kabag Akademik Unusida Hadi Ismanto mengaku bahwa membudayakan karya ilmiah, berdzikir ilmiah di Unusida dimulai dari hal-hal terkecil. Menurutnya, seluruh aktivitas itu berdasarkan keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Harapan kami semoga mahasiswa Unusida ke depannya mendapatkan oleh-oleh ilmiah ini dan bisa dilakukan/dilaksanakan sebagai aktivitas selaku mahasiswa dan sebagai masyarakat yang profesional. Sehingga Tri Darma perguruan tinggi bisa dilaksanakan," tegas Hadi dengan penuh harap.

Lebih jauh Hadi mengatakan bahwa kelemahan NU itu pada menulis. Padahal para ulama terdahulu banyak yang mewariskan kitab. Tetapi setelah itu tidak produktif lagi. "Maka dari itu melalui pelatihan karya tulis ilmiah ini mereka terutama mahasiswa Unusida lebih fokus pada penulisan ilmiah. Ilmiah itu tidak hanya menulis, tetapi juga sikap dan banyak hal sesuai Tri Darma fakultas," tandasnya. (Moh Kholidun/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Habib PKB Kab Tegal

Senin, 04 September 2017

Lantai Masjid, Antara Imam dan Makmum

Assalamu’alaikum wr. wb

Yang terhormat redaksi Bahtsul Masail PKB Kab Tegal, saya hendak mengajukan pertanyaan. Untuk lantai masjid, apakah antara imam dan makmum sebaiknya dibuat rata atau tinggi tempat imamnya. Mohon jawaban serta dalilnya. Terima kasih.Wassalamu ’alaikum wr. wb (Ahmad Qodri/Jepara)

Jawaban

Lantai Masjid, Antara Imam dan Makmum (Sumber Gambar : Nu Online)
Lantai Masjid, Antara Imam dan Makmum (Sumber Gambar : Nu Online)

Lantai Masjid, Antara Imam dan Makmum

Assalamu’alaikum wr. wb

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sepanjang yang kami ketahui dalam khazanah fikih madzhab Syafi’i mengenai tempat berdirinya imam atau istilah populer di masyarakat kami pengimaman sebaiknya dibuat rata, tidak lebih tinggi dari tempatnya makmum. Begitu juga sebaliknya.

PKB Kab Tegal

Karenanya, jika satu lebih tinggi dihukumi makruh. Salah satu dalil yang digunakan sebagai dasar dari pendapat ini adalah adalah riwayat dari Abu Dawud dan Hakim.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?..

PKB Kab Tegal

“Dimakruh salah satu tempat atau posisi imam dan makmum lebih tinggi atas yang lain karena ada riwayat yang menyatakan bahwa sahabat Hudzaifah RA pernah mengimami orang-orang di kota Madain di atas dukkan, lantas Ibnu Masud RA memegang gamis dan menariknya. Ketika Hudzaifah selesai dari shalatnya, Ibnu Masud berkata, “Apakah kamu tidak tahu bahwa mereka melarang hal itu.” Hudzaifah pun menjawab, ‘Tentu aku tahu, sungguh aku ingat ketika kamu menarik gamisku.” Ini telah diriwayatkan Abu Dawud dan Hakim.

Hakim berkata bahwa riwayat ini adalah sahih sesuai persyaratan kesahihan yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Sebaliknya (makmum lebih tinggi dari imam) dikiaskan dengan hal tersebut. (Lihat Zakariya al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlatit Thalib, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, halaman 234).

Namun kemakruhan tersebut bisa berganti menjadi kesunahan apabila ada kebutuhan atau hajat yang menghendaki tempat imam lebih tinggi seperti adanya tujuan untuk memberikan pengajaran shalat sehingga bisa terlihat jelas oleh semua makmum.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. “Kemudian apabila imam butuh untuk berdiri lebih tinggi (dari makmum) karena untuk mengajari shalat atau selainnya, atau makmum lebih tinggi karena agar bisa menyampaikan takbirnya imam atau selainya, hal itu disunahkan karena untuk memenuhi tujuan tersebut.” (Lihat Zakariya al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlatit Thalib, juz, I, halaman 234).

Dengan demikian poin penting yang harus digarisbawahi di sini adalah adanya kebutuhan atau tidak. Jika ada kebutuhan, itu menjadi sunnah. Jika tidak ada kebutuhan, ia menjadi makruh. Tetapi kesimpulan ini bukan tanpa persoalan, terutama yang terkait hukum makruh dalam konteks ini, yaitu ketika tidak ada kebutuhan atau hajat.

Seberapa batas ketinggian tempat imam atau makmum yang memiliki konsekuensi hukum makruh?

Di sinilah kemudian al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyathi memberikan penjelasan yang hemat kami sudah cukup memadai. Menurutnya, tinggi dalam konteks ini tinggi yang kasat mata kendati hanya sedikit. Tetapi jika ‘urf menganggapnya itu tinggi, maka tetap dihukumi makruh.

?: (? ? ? ?) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. “Perkataannya ‘tingginya tempat salah satu dari keduanya di atas yang lain’, maksudnya adalah ketinggian yang kasat mata dimana urf menganggapnya tinggi meskipun sedikit,” (Lihat al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah ath-Thalibin, Beirut Darul Fikr, juz, II, halaman 30).

Demikian penjelasan yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Anti Hoax PKB Kab Tegal

Minggu, 03 September 2017

Salah Kaprah Ucapan Selamat Idul Fitri

Oleh Nine Adien Maulana

Ramadhan sudah berlalu. Umat Islam merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1438 H. Selama masa hari raya ini ucapan selamat (tahniah) yang paling populer yang sering disampaikan oleh banyak orang adalah minal ‘aaidiin wal faaiziin dan mohon maaf lahir batin. Media massa baik cetak maupun elektronik pun berperan besar mengampanyekan ucapan selamat ini.

Saya penasaran fenomena itu, sehingga tertarik untuk melakukan survey sederhana. Setiap ada murid yang mengucapkan minal ‘aaidiin wal faaiziin kepada saya, saya pun bertanya, “Apa maksudnya?”. Mereka pun menjawab, ”Mohon maaf lahir batin, Pak!”. Saya pun menyimpulkan bahwa selama ini ungkapan minal ‘aaidiin wal faaiziin dikira bermakna mohon maaf lahir batin.

Salah Kaprah Ucapan Selamat Idul Fitri (Sumber Gambar : Nu Online)
Salah Kaprah Ucapan Selamat Idul Fitri (Sumber Gambar : Nu Online)

Salah Kaprah Ucapan Selamat Idul Fitri

Bagi orang yang mengerti bahasa Arab, walaupun hanya sedikit, pasti akan mengatakan bahwa ini adalah tidak tepat. Dalam hal ini saya menganalogikannya seperti anak-anak SD yang baru saja belajar bahasa Inggris yang tahunya ada tulisan welcome di keset (alas yang difungsikan untuk membersihkan kotoran pada alas kaki), maka hal itu melekat dalam ingatan mereka bahwa bahasa Inggris keset adalah welcome. Karena kesalahan ini dilakukan secara massif, maka inilah yang dinamakan salah kaprah, salah tapi dilakukan banyak orang sehingga dianggap sebagai suatu kebenaran.

PKB Kab Tegal

Bagaimana seharusnya yang ucapan tahni’ah yang tepat? Jika kita membaca literature, memang kita menemukan tradisi di kalangan para sahabat Nabi, yakni mengucapkan selamat (tahni’ah) kepada sesama umat Islam yang telah berhasil menyelesaikan puasa Ramadlan. Bunyi bacaan selamatnya adalah “taqabbalallaahu minnaa wa minkum”, namun ada pula yang menambahnya “taqabbal yaa kariim, wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidiin wal faaiziin”. Ada pula yang masih menambahnya “wal maqbuulin kullu ‘ammin wa antum bi khair”.

Jika ucapan selamat itu dirangkai memang menjadi sangat panjang, “taqabbalallaahi minnaa wa minkum taqabbal yaa kariim, wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin wal maqbuulin kullu ‘ammin wa antum bi khair” Artinya adalah “semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadlan) kami dan kamu. Wahai Allah Yang Maha Mulia, terimalah! Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang serta diterima (amal ibadah). Setiap tahun semoga kamu senantia dalam kebaikan.”

PKB Kab Tegal

Dari ucapan selamat yang panjang inilah, kita bisa lacak asal-usul ucapan minal “aaidiin wal faaiziin” yang artinya termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang. Dari sini pula kita sudah tahu kan bahwa ucapan tahniah ini tidak ada sangkut pautnya dengan mohon maaf lahir batin.

Sayangnya, ucapan tahniah yang panjang itu, yang juga bisa bermakna do’a itu, sampai pada kita mengalami penyusutan atau sengaja diringkas. Lebih parahnya meringkasnya juga kurang pas. Ibaratnya kita menyampaikan informasi tentang kuda, namun yang kita jelaskan adalah ekornya. Kita potong ekor kuda itu, lalu kita bawa potongan ekor itu kemudian kita sampaikan kepada semua orang bahwa ini adalah kuda. Kita merasa bahwa apa yang telah kita sampaikan adalah benar, sedangkan orang telah mengetahui kuda pasti akan tertawa dengan penjelasan kita tentang kuda itu.

Secara sederhana, kita tahu bahwa “aaidiin wal faaiziin” bukanlah kalimat yang sempurna (al-jumlatul mufiidah). Pasti mucul di benak kita lho kok tiba-tiba muncul “termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang (minal ‘aaidin wal faizin). Pasti ia tidak berdiri sendiri. Bacaan ini pasti terikat atau berhubungan dengan bacaan sebelumnya.

Dengan agak sedikit "memaksa" kita sebenarnya bisa berdalih bahwa bacaan itu bermakna do’a, sehingga boleh diucapkan dengan ungkapan singkat atau ada sesuatu yang disembunyikan (mahdzuf), namun untuk menterjemahkannya kita perlu memunculkan makna yang disembunyikan bacaannya itu, agar mudah dipahami. Dengan alasan ini kita bisa menterjemahkan “minal ‘aaidin wal faizin” dengan “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang.

Kalau kita mau meniru apa yang dilakukan sahabat Nabi, sebenarnya yang paling tepat kita ucapkan adalah bacaan selamat panjang itu. Kalaupun itu telalu panjang, kita bisa menyingkatnya dengan bacaan yang paling populer di kalangan mereka, yaitu “taqabbalallaahu minnaa wa minkum”, bukan mengucapkan minal ‘aaidin wal faizin."

Alasannya adalah “taqabbalallaahu minnaa wa minkum” adalah bacaan yang telah sempurna struktur? kalimatnya. Selain itu, bacaan ini adalah paling populer di kalangan sahabat Nabi Muhammad SAW, dibadingkan bacaan “minal ‘aaidiin wal faaiziin”. Bahkan, saya menduga bacaan “minal ‘aaidiin wal faaiziin” tidak populer, untuk tidak mengatakan tidak pernah ada, di kalangan sahabat Nabi Muhammad SAW. Hal ini bisa kita lacak pada kitab Fathul Bari karya Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani. Beliau mengatakan dalam kitabnya itu, “Telah sampai kepada kami riwayat dengan sanad yang hasan dari Jubai bin Nufair, ia berkata: “Jika Para sahabat Rasulullah saling bertemu di hari raya, sebagiannya mengucapkan kepada sebagian lainnya: “Taqabbalallahu minnaa wa minkum.” (Fathul Bari, juz II, halaman 446).

Bagaimana fakta di Indonesia? Ternyata yang populer adalah “minal ‘aaidiin wal faaiziin”. Inilah uniknya orang Islam di Indonesia. Mereka tidak menerima tradisi pengucapan tahniah ini apa adanya. Mereka malah mengkreasi tradisi baru ala Indonesia, walaupun kemudian menjadi salah kaprah.

Buktinya, “minal ‘aaidiin wal faaiziin” lebih populer dan dikira bermakna mohon maaf lahir batin. Selain itu mereka mengkreasi tradisi Halal Bi Halal yang tidak ada rujukannya secara khusus dari Islam atau dari tradisi Arab.

Inilah masalah budaya. Selama ia mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan syari’at, marilah bersikap moderat. Sikap moderat ternyata juga ditampilkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah saat ditanya tentang ucapan selamat di hari raya. Beliau menjawab, “Ucapan selamat hari raya sebagian mereka kepada sebagian lainnya jika bertemu setelah shalat ‘Id dengan ungkapan, taqabbalallaahu minnaa wa minkum dan a’aadahullaahu ‘alaika serta ucapan sejenisnya, maka hal ini telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat bahwa mereka melakukannya, dan telah diperbolehkan oleh para imam seperti Imam Ahmad, dan lain lain. Maka siapa yang melakukannya, ia memiliki panutan, dan yang meninggalkannya pun memiliki panutan.” (Majmuu’ Fatawa (XXIV/253)

Meskipun saya lebih sependapat ucapan tahni’ah dengan “taqabbalallahu minnaa wa minkum daripada “minal ‘aaidiin wal faaiziin”, namun saya tidak bisa memaksakan kecenderungan saya ini kepada siapa pun, karena memang ini adalah masalah budaya. Dilakukan boleh tidak dilakukan pun juga boleh. Namun, jika anda lebih suka dengan “minal ‘aaidiin wal faaiziin”, kemudian mengartikannya dengan mohon maaf lahir batin, maka jelas saya tidak setuju. Ini jelas salah. Kalau tidak dibetulkan akan menjadi kaprah. Oleh karena itu, saya harus memaksa Anda untuk tidak mengartikan demikian agar tidak salah kaprah.

*) Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama Pacarpeluk, Megaluh, Kabupaten Jombang.Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Aswaja, Kyai PKB Kab Tegal

Sabtu, 02 September 2017

Buka Kongres, Pelajar NU Menari Gending Sriwijaya

Palembang, PKB Kab Tegal. Pembukaan Kogres XVII Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan Kongres XVI Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Sabtu (1/12), berlangsung meriah. Perhelatan diawali dengan tarian adat Sumsel Gending Sriwijaya.

Dengan gemulai sembilan pelajar putri NU berlenggak-lenggok di atas panggung menyambut kedatangan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dan sejumlah pejabat lainnya. Sembilan dara cantik ini merupakan penari inti yang dikawal dua orang pria di belakang pembawa tombak dan payung.

Buka Kongres, Pelajar NU Menari Gending Sriwijaya (Sumber Gambar : Nu Online)
Buka Kongres, Pelajar NU Menari Gending Sriwijaya (Sumber Gambar : Nu Online)

Buka Kongres, Pelajar NU Menari Gending Sriwijaya

Tari Gending Sriwijaya termasuk kesenian tradisional Sumsel sebagai wujud ungkapan selamat datang. Selain tarian, semarak pembukaan kongres juga dilengkapi dengan musik drumben dan sejumlah atraksi para pendekar pencak silat.

PKB Kab Tegal

Salah seorang penari Rusdiana tampak senang berpartisipasi dalam pembukaan kongres. Anggota IPPNU ini mengaku ia dan rekan-rekannya belajar Tari Gending Sriwijaya dari sanggar seni yang ada di Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

PKB Kab Tegal

Secara resmi Kongres IPNU-IPPNU dibuka oleh Dahlan Iskan dengan ditandai pemukulan beduk beberapa kali. Turut mendampingi, Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Said Ali, Ketua Umum ISNU Ali Masykur Musa, Ketua Umum IPNU Ahmad Syauqi, dan Ketua Umum IPPNU Margaret Aliyatul M.

Kongres IPNU-IPPNU diikuti sedikitnya 4000 peserta secara nasional dari unsur pimpinan pusat, wilayah, dan cabang. Di luar agenda inti kongres, kegiatan bertema “Pendidikan untuk Semua, Menuju Kemandirian Bangsa” ini diramaikan pula oleh sejumlah pameran kreativitas pelajar NU, bazar, jamboree pelajar-santri, dan beberapa acara bakti sosial.

Redaktur: A. Khoirul Anam

Penulis ? : Mahbib Khorion

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Bahtsul Masail PKB Kab Tegal

Dini Hari di Jemursari

Malam memang sudah larut. Hari baru saja berganti seiring melangkahnya jarum jam dari angka ke angka. Namun Surabaya seakan tak pernah tidur. Nadi kehidupan di kota pahlawan seakan selalu berdenyut tanpa mengenal waktu. Jalan raya dan fasilitas umum lainnya tak pernah sepi, termasuk di Rumah Sakit Islam Jemursari. Di sinilah peristiwa besar itu terjadi.

Seorang pria sepuh duduk terbaring di salah satu rung rawat inap. Beberapa hari lamanya ia dirawat disini. Lelaki yang terkenal enerjik itu kini berbaring dengan wajah lesu, resah dan gelisah. Dari raut mukanya tampak ia sedang memikirkan sesuatu. Namun sulit diterka kemana kini pikirannya sedang bekerja. Kegiatannya tetap padat sekakipun belakangan ini kesehatannya tak lagi bersahabat. Pikiran dan wawasannya juga tetap luas meski usianya telah hampir satu abad.  

Dini Hari di Jemursari (Sumber Gambar : Nu Online)
Dini Hari di Jemursari (Sumber Gambar : Nu Online)

Dini Hari di Jemursari

 

Sehari-harinya ia adalah seorang guru dengan santri yang beribu-ribu. Pesantren yang dirintis abahnya itu kini sudah berkembang pesat. Sarana fisik terus dibenahi, proses pembelajaran untuk para santripun kian ditingkatkan mengikuti arus perkembangan zaman. Meski begitu, modernitas zaman seakan juga menjadi boomerang bagi pesantren yang ia asuh. Degradasi dan dekansi moral pun tak terelakkan.



PKB Kab Tegal

Kondisi masyarakat pun juga tak kalah ruwet. Kemodernan zaman telah mengikis spiritualitas keimanan mereka secara cepat ataupun perlahan. Akibatnya, moral dan tingkahlaku yang dimiliki semakin jauh dari yang telah digariskan agama. Belum lagi kalau bicara kesejahteraan hidup. Tak bisa ditutupi kalau sebagian besar rakyat masih ada dalam kemiskinan. Kondisi inilah yang kadang membuat mereka berpikir realistis dan materialistis sehingga lupa akan kehidupan ukhrawi.



PKB Kab Tegal

Urusan kemasyarakatan juga bertambah pelik ketika belakangan jam’iyah yang ia pimpin sedang berurusan dengan persoalan agrarian. Tanah berhektar-hektar milik rakyat kecil itu kini telah beralih kepemilikan. Prosesnyapun begitu mengherankan karena terjadi secara massif hingga patut dicurigai. 

Selentingan kabar terdengar bahwa pembelinya adalah investor asing untuk dibangun tambak udang. Yang menjadi perhatian beliau dan jam’iyah-nya, bagaimana nasib rakyat kecil nanti bila semua tanah sudah dikuasai asing? Akankah mereka menjadi terpinggirkan dan asing di negerinya sendiri?



Belum lagi bila berbincang soal kondisi bangsa dan Negara. Sekalipun telah lama merdeka, masih banyak tantangan dan persoalan yang harus diselesaikan. Negara diserang problema dari segala arah. Birokrasinya belum benar-benar bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Demokrasi sudah tercoreng akibat maraknya praktik transaksional yang sering dilakukan politisinya. Pilihan tak lagi didasarkan pada nurani, tapi pada siapa yang memberi.



Selain itu, ancaman juga datang dari rasa nasionalisme yang kian menipis. Serangan dari kelompok yang ingin mengubah dasar Negara makin gencar. Mereka sekarang tak lagi malu untuk menampakkan dirinya di tempat-tempat umum. Gerakannya juga semakin beringas tak kenal ampun dengan mengatasnamakan jihad. 

Padahal ideologi negeri ini sudah dibangun berdasarkan konseus yang melibatkan berbagai pihak dan golongan. Mengubah dasar Negara seperti yang mereka inginkan justru akan menimbulkan masalah baru seperti yang kini terjadi pada bangsa-bangsa Arab.



“Apa yang kau risaukan wahai Abah?” salah seorang putranya mendekat. Tak kuasa melihat sang ayah berada dalam kegelisahan.



Ruangan menjadi hening. Waktu seakan berhenti berdetak. Tak mendapat jawaban, si anak lalu berkata lagi, “Urusan Madrasah Diniyah, biarlah kami bersaudara yang akan membantu mengurusnya.” 



Memang tetap tak ada jawabannya dari pria sepuh ini. Tapi raut wajahnya yang semula resah dan gelisah kini mulai mencair perlahan. Senyumnya kembali mengembang. Bahkan kalau diperhatikan, wajahnya tampak begitu cerah bersinar. Rupanya, perkataan puteranya seolah memberikan angin segar pada pikirannya yang tengah berkecamuk.



Ia memang sangat cinta pada ilmu agama. Semua santrinya diharapkan bisa menguasai ilmu agama sebagai bekal hidup dunia dan akhirat. Maka iapun menjadikan Madrasah Diniyah sebagai program wajib untuk seluruh santri tanpa kenal tingkatan sekolah formal. Bahkan di usianya yang sudah lanjut, semangatnya masih membara untuk membangun pesantren salaf yang saat ini masih dalam proses pembangunan.



Dan ternyata inilah yang menjadi beban pikirannya terus saja gelisah meski telah dini hari. Barangkali ia khawatir tak akan ada yang mau melanjutkan perjuangannya untuk mencetak generasi faqih dalam agama. Sebab salahsatu keinginannya adalah terus bersama dengan para santri hingga di surga nanti. Dan tentu hanya santri yang alimlah yang akan tetap bisa bersama dengannya.



Esok harinya, di pagi yang masih buta, tangispun pecah. Lelaki sepuh yang di akhir hayatnya tetap bersemangat menghidupkan ilmu agama itu telah tiada. Malaikat Maut baru saja menggoreskan sebuah lukisan terindah kepergian sang manusia mulia. Air mata kehilangan menetes dari semua orang yang pernah berguru padanya.



Ya ayyatuhan nafsu al-muthmainnah. Irji’i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah. Fadkhuli fi ‘ibadi. Wadkhuli jannati.



Selamat jalan Kiai! Akui kami sebagai santrimu, dunia dan akhirat.

Ahka, santri Pondok Pesantren Annuqayah dan Mahasiswa Instika Sumenep.

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Syariah, IMNU PKB Kab Tegal

Jumat, 01 September 2017

Innalillahi, Hj Siti Fatma Gus Mus Berpulang ke Rahmatullah

Jakarta, PKB Kab Tegal - Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, Nyai Hajjah Siti Fatma wafat pada hari ini Kamis, (30/6) siang. Istri dari Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri (Gus Mus) berpulang ke rahmatullah di RSUD Rembang sekira pukul 14.30 WIB. Warga NU kembali kehilangan ibu nyai teladannya.

“Jenazah rencananya akan dimakamkan Jumat 13.30 di Pemakaman Kabongan Kidul, Rembang,” kata Hanna, salah seorang keponakan almarhumah kepada PKB Kab Tegal, Kamis (30/6) siang.

Hanna juga memohon doa untuk kepulangan almarhumah.

Innalillahi, Hj Siti Fatma Gus Mus Berpulang ke Rahmatullah (Sumber Gambar : Nu Online)
Innalillahi, Hj Siti Fatma Gus Mus Berpulang ke Rahmatullah (Sumber Gambar : Nu Online)

Innalillahi, Hj Siti Fatma Gus Mus Berpulang ke Rahmatullah

Sementara segenap pengurus NU dan nahdliyin diharapkan mengirimkan suratul Fatihah untuk almarhumah. Semoga almarhumah diterima di sisi Allah.

PKB Kab Tegal

Semoga keluarga dan mereka yang ditinggalkan dapat mengambil pelajaran dan diberikan ketabahan. Amin. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal

PKB Kab Tegal Doa, Pendidikan PKB Kab Tegal

KBRI Damaskus Buka Kursus Bahasa Indonesia untuk Penutur Suriah

Damaskus, PKB Kab Tegal. Setelah terhenti selama lebih dari satu dekade, Dubes Suriah, Djoko Harjanto meresmikan kembali kursus bahasa Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Damaskus, Senin (19/6) waktu setempat. Angkatan pertama kursus bahasa Indonesia ini terdiri dari 16 orang WN Suriah.

Dubes Djoko menyampaikan bahwa di tengah himpitan konflik berkepanjangan yang melanda Suriah, KBRI Damaskus terus berupaya mempromosikan Indonesia, salah satunya melalui bahasa Indonesia. Diharapkan melalui kursus ini dapat mengeratkan hubungan antara Indonesia-Suriah terutama pada bidang pendidikan, kebudayaan, penerangan dan pariwisata.

KBRI Damaskus Buka Kursus Bahasa Indonesia untuk Penutur Suriah (Sumber Gambar : Nu Online)
KBRI Damaskus Buka Kursus Bahasa Indonesia untuk Penutur Suriah (Sumber Gambar : Nu Online)

KBRI Damaskus Buka Kursus Bahasa Indonesia untuk Penutur Suriah

“Bahasa Indonesia tidak hanya dituturkan lebih dari 250 juta manusia,” ujar Dubes Djoko.?

“Tetapi juga dapat dimengerti oleh sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand bagian Selatan, Timor Timur, bahkan sebagian Afrika Selatan,” sambungnya.

Angkatan pertama dibagi dua kelas, yaitu kelas pagi dan sore. Kelas sore diikuti WN Suriah yang bekerja sebagai staf di KBRI, sementara kelas pagi diikuti oleh warga Suriah dari luar KBRI. Salah satu peserta yang terlihat cukup antusian adalah calon Kepala Perwakilan Suriah di Jakarta, Ziad Zahruddin.

Ziad Zahruddin dalam kesempatan itu menyampaikan rasa kagum dan kebanggaanya dengan negara Indonesia. Walaupun banyaknya suku bangsa dan bahasa daerah di Indonesia, tetapi masih dapat terus berada dalam satu persatuan, yaitu persatuan Indonesia.?

PKB Kab Tegal

“Saya berjanji akan berbicara dengan Dubes Djoko menggunakan bahasa Indonesia tidak lama lagi,” tutur Ziad Zahruddin.

Koordinator kursus bahasa, AM Sidqi mengungkapkan, para peserta memiliki kepentingan besar untuk menguasai bahasa Indonesia karena dalam waktu dekat ini akan bekerja dan belajar di Indonesia.

Para peserta terdiri dari penerima beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) Kemristekdikti RI, penerima beasiswa Darmasiswa Kemdikbud RI, akan bekerja di Kedutaan Suriah di Jakarta, dan para staf Suriah di KBRI Damaskus. Pengajar kursus merupakan para staf KBRI Damaskus. Kursus akan berakhir pada 19 Juli mendatang. (Red-Zunus)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal

PKB Kab Tegal Ahlussunnah PKB Kab Tegal