Rabu, 17 Januari 2018

Akhlaq Dasar Berinteraksi dengan Hewan

Belakangan ini masalah animal rights (hak asasi hewan) mencuri perhatian banyak kalangan, khususnya di Barat. Persoalan ini sempat menimbulkan perdebatan di kalangan aktivitis dan akademisi. Pertanyaan yang dikemukakan ialah apakah hewan memiliki hak asasi yang sama dengan manusia?

Jika hewan memiliki hak asasi yang sama seperti halnya manusia, tentu setiap orang yang melanggar hak tersebut bisa dikenakan sanksi dan hukuman. Di beberapa negara, aturan ini sudah mulai dikaji, ditimbang, dan dibakukan menjadi undang-undang.

Akhlaq Dasar Berinteraksi dengan Hewan (Sumber Gambar : Nu Online)
Akhlaq Dasar Berinteraksi dengan Hewan (Sumber Gambar : Nu Online)

Akhlaq Dasar Berinteraksi dengan Hewan

Sejatinya, Islam sedari dulu sudah memerhatikan persoalan ini. Ada banyak argumentasi yang ditemukan dalam literatur keislaman terkait persoalan tersebut.

Izzuddin bin ‘Abdul Salam adalah salah seorang ulama Syafi’iyah membahas hak asasi hewan dalam bukunya Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam. Dalam bukunya ini ia menyebutkan sebagai berikut.

PKB Kab Tegal

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

PKB Kab Tegal

Berikut ini hak asasi hewan yang harus dipenuhi oleh manusia. Kewajiaban ini tetap berlaku meskipun hewan tersebut cacat dan sakit, sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan.

Beberapa kewajiban manusia atas hewan antara lain ialah tidak membebani mereka dengan beban di luar kesanggupan mereka; tidak menempatkan mereka bersama binatang sejenis atau jenis lain yang dapat menyakiti mereka dengan cara mematahkan tulang mereka, memotong, ataupun melukai; menyembelih mereka dengan cara yang baik; tidak mengguliti dan mematahkan tulang mereka hingga tubuhnya membeku dan mati; tidak menyembelih anak-anaknya di depan penglihatan induknya; membersihkan kandangnya; menempatkan hewan jantan dan betina bersama-sama selama musim kawin; tidak boleh merampas hasil buruannya; tidak boleh melempar mereka dengan benda tumpul yang bisa menghancurkan dan merusak tulangnya, sehingga dagingnya menjadi haram.

Kutipan ini mengisyaratkan bahwa ada beberapa aturan yang harus dipahami oleh manusia ketika berinteraksi dengan hewan, terkhusus bagi orang yang memiliki hewan peliharaan atau binatang kesayangan (pet). Pertama, tidak membebani mereka dengan dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika kita memiliki kuda, sapi, atau kerbau, maka jangan sesekali memaksa mereka membawa barang yang bisa melukai dan menciderainya. Kedua, tidak menempati mereka dengan binatang sejenis atau binatang lain yang bisa membahayakan keselamatannya.

Ketiga, menyembelih mereka sesuai dengan panduan yang diajarkan oleh syariat. Aturan ini khusus bagi hewan-hewan yang boleh dimakan. Keempat, dilarang menguliti dan mematahkan tulang mereka hingga menjadi dingin dan mati. Kelima, tidak boleh menyembelih anak-anaknya di depan penglihatan induknya. Perlu diketahui binatang juga memiliki rasa iba, takut, dan sayang terhadap anak-anaknya seperti halnya manusia. Keenam, membuatkan mereka tempat yang nyaman dan membersihkan kandangnya. Ketujuh, menempatkan jantan dan betina bersama-sama selama musim kawin. Kedelapan, tidak boleh merampas hasil buruannya. Kesembilan, tidak boleh menembak mereka ? atau cara apapun yang bisa mematahkan tulang mereka sehingga dagingnya haram untuk dimakan.?

Demikianlah sembilan hak hewan yang dipaparkan oleh Izzudin bin ‘Abdul Salam. Semoga kita termasuk orang yang bisa mengindahkan aturan tersebut. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Lomba, Kyai, Internasional PKB Kab Tegal

Ketika Nabi Muhammad SAW Patah Hati

Sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW pernah jatuh cinta pada putri Abu Thalib. Paman Rasul itu memiliki beberapa orang putri. Di antara mereka sudah ada yang telah mencapai usia nikah. Namanya adalah Fakhitah, populer dengan nama Umm Hani’.

Dikarenakan rasa cinta sudah tumbuh di antara keduanya, Nabi Muhammad SAW berencana untuk menikahinya. Nabi Muhammad SAW meminta izin kepada pamannya Abu Thalib untuk menikahi putrinya. Tetapi sayangnya, Abu Thalib mempunyai rencana lain. Dia akan menikahkan anaknya dengan Hubayrah, putra saudara ibu Abu Thalib yang berasal dari Bani Makhzum.

Ketika Nabi Muhammad SAW Patah Hati (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketika Nabi Muhammad SAW Patah Hati (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketika Nabi Muhammad SAW Patah Hati

Hubayrah adalah pria kaya dan sekaligus penyair berbakat seperti Abu Thalib. Selain kaya raya, kabilah Bani Makhzum memang pada waktu itu kekuatannya semakin meningkat seiring dengan merosotnya kekuasaan Bani Hasyim. Hubayrah akhirnya melamar putri Abu Thalib tersebut dan lamarannya diterima.

PKB Kab Tegal

Lamaran itu diterima karena menurut Abu Thalib, “Mereka telah menyerahkan putri mereka untuk kita kawini dan seorang pria yang baik haruslah membalas kebaikan mereka.” Pernikahan putrinya itu sebagai balas budi atas kebaikan Bani Makhzum.

Jawaban Abu Thalib ini tentu tidak memuaskan hati Nabi Muhammad SAW. Tetapi Nabi Muhammad SAW berusaha lapang dada menerima penjelasan pamannya, tanpa membantah sedikitpun. Malahan Muhammad secara jujur, sopan, dan lapang dada mengakui bahwa dirinya memang belum siap untuk menikah.

PKB Kab Tegal

Tidak lama kemudian, Nufaysah, paman Khadijah datang menemui Nabi Muhammad SAW dan menanyakan alasan mengapa dia belum menikah. Nabi Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa untuk dapat berubah tangga”.

Nufaysah menceritakan kepada Muhammad ada wanita cantik, terhormat, dan kaya yang menyukainya. Nama pengusaha kaya tersebut adalah Khadijah. Mendengar penjelasan itu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan kepada Nufaysah bahwa dia tidak memiliki harta dan tidak mungkin menikahi Khadijah.

“Masalah itu serahkan kepadaku,” jawab Nufaysah. Yang terpenting bagi Nufaysah, Nabi Muhammad SAW bersedia dulu. Masalah biaya pernikahan bisa diatur belakangan.

Khadijah meminta Nufaysah memanggil Nabi Muhammad SAW agar datang kepadanya. Setelah ia datang, Khadijah berkata, “Putra pamanku, aku mencintaimu karena kebaikanmu padaku, juga karena engkau selalu terlibat dalam segala urusan di masyarakat, tanpa menjadi partisipan. Aku menyukaimu karena engkau dapat diandalkan, juga karena keluruhan budi dan kejujuran perkatanmu.” Tidak lama setalah itu, Khadijah menawarkan dirinya untuk dinikahi.

***



Kisah ini disarikan dari buku Biografi Muhammad yang ditulis oleh Martin Lings . Wallahu a‘lam. (Hengky Ferdiansyah)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Nasional PKB Kab Tegal

Gratis Biaya Kuliah Angkatan Pertama STIDKI NU Indramayu

Indramayu, PKB Kab Tegal. Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam (STIDKI) Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu menggelar Program Pengenalan Studi dan Almamater (Propesa), Selasa-Kamis, 24-26 Oktober 2017.

Gratis Biaya Kuliah Angkatan Pertama STIDKI NU Indramayu (Sumber Gambar : Nu Online)
Gratis Biaya Kuliah Angkatan Pertama STIDKI NU Indramayu (Sumber Gambar : Nu Online)

Gratis Biaya Kuliah Angkatan Pertama STIDKI NU Indramayu

Ketua PCNU Indramayu, KH. Juhadi Muhamad, mengatakan dengan hadirnya STIDKI NU Indramayu, akan menjadi jembatan bagi keberlangsungan jenjang karir dimasa yang akan datang bagi kader NU yang berpotensi. 

“Salah satu keistimewaan STIDKI NU Indramayu ini adalah bukan milik yayasan ataupun milik perorangan. STIDKI NU murni milik Nahdlatul Ulama,” ungkap Kiai Juhadi di lokasi kegiatan Kampus STIDKI NU Indramayu yang juga Kantor PCNU Indramayu Jalan Gatot Subroto No. 9 Indramayu, Kamis (26/10). 

Pada tahun pertama perkuliahan digratiskan dengan menggalang kekuatan tokoh NU melalui program orangtua asuh atau beasiswa.

PKB Kab Tegal

Alhamdulillah sekarang sudah banyak tokoh NU yang telah siap menjadi orang tua asuh bagi para mahasiswa STIDKINU,” tambahnya.

Kiai Juhadi berharap seluruh mahasiswa memanfaatkan kesempatan istimewa tersebut.

“Belajarlah yang tekun dan rajin serta pada saatnya nanti menjadi sarjana, akan benar-benar menjadi sarjana yang siap mengabdi kepada ummat, NU, bangsa dan negara,” ujarnya.

PKB Kab Tegal

Ketua Panitia Propesa, Zamakshari mengapresiasi para calon mahasiswa. Menurutnya propesa adalah syarat wajib agar diakui sebagai mahasiswa-mahasiswi STIDKI NU.

"Berbagai materi telah kami siapkan dengan mengundang para pakar yang berkompeten untuk menyampaikan pemaparan, diantaranya dari PCNU Indramayu, kiyai dari Pesantren Babakan Cirebon, praktisi perbankan,  wartawan senior di Indramayu,” kata Zamakshari.

Hal itu diharapkan  agar saat aktif menjadi para peserta Propesa memiliki pondasi dasar yang kuat untuk menjadi mahasiswa cinta terhadap almamater, menjadi kader NU yang tangguh serta siap bersaing dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lain di Indonesia.

Selain mendengarkan materi dan diskusi, peserta Propesa juga menggelar bakti sosial berupa pemberian sembako dan pakaian layak pakai kepada fakir miskin, panti jompo, anak jalanan dan tukang becak. Mereka disebar di berbagai sudut Kota Indramayu.

Hasyim, salah satu peserta mengungkan rasa bangganya karena bukan hanya bisa mengikuti kegiatan Propesa, tetapi juga diajarkan berbagai melalui pembagian sembako dan pakaian layak pakai kepada orang-orang yang membutuhkan.

“Yang membuat kami terharu, pada saat pembagian sembako ada tukang becak yang sampai memeluk kami dan menangis saking bahagianya mendapatkan santunan tersebut,” ujar Hasyim yang juga wartawan di Indramayu.

Propesa ditutup secara resmi oleh Rektor/Ketua STIDKI NU Indramayu, Jaenal Effendi. Doktor muda jebolan Jerman ini menegaskan, keberadaan STIDKI NU Indramayu harus dimanfaatkan oleh masyarakat Indramayu umumnya dan warga NU khususnya untuk menempuh pendidikan tinggi. 

“Kami bertekad mencetak sarjana-sarjana yang berkualitas dan unggul dengan dukungan para tenaga pengajar atau dosen yang kesemuanya sangat berkompeten. Oleh karena itu kepada para mahasiswa STIDKI NU Indramayu saya berpesan agar meluruskan niat dalam menempuh perkuliahan ini, belajar yang giat dan tekun serta bersama-sama membesarkan STIDKI NU Indramayu,” pungkas tokoh muda NU ini yang juga pengurus LPNU PBNU. 

STIDKI NU Indramayu dibuka sejak 15 Juni 2017 dengan Ijin operasional berupa SK Direktur Pendidikan Islam No. 3333 tahun 2017. Terdapat empat program studi  yakni Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Manajemen Dakwah (MD),  Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), dan Bimbingan Konseling Islam (BKI). (Iin Rohimin/Kendi Setiawan) 

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Doa, IMNU, Kyai PKB Kab Tegal

Selasa, 16 Januari 2018

Prof Machasin Jelaskan Pudarnya Semangat Ngaji Kitab Kuning

Surabaya, PKB Kab Tegal. Kitab kuning (kutub al-turats) merupakan salah satu elemen penting dari sebuah pesantren. Kitab kuning telah menjadi bahan ajar pesantren dalam waktu yang lama sehingga kitab kuning memiliki posisi dan peran yang signifikan di pesantren.

Prof Machasin Jelaskan Pudarnya Semangat Ngaji Kitab Kuning (Sumber Gambar : Nu Online)
Prof Machasin Jelaskan Pudarnya Semangat Ngaji Kitab Kuning (Sumber Gambar : Nu Online)

Prof Machasin Jelaskan Pudarnya Semangat Ngaji Kitab Kuning

Hal ini dikatakan Kepala Balitbang Kemenag RI Prof Machasin dalam sambutannya pada pembukaan temu tokoh agama (Halaqah Ulama) di hotel Singgasana, Surabaya (1/12), malam.

Dahulu, kata dia, sebuah pesantren dikenal dengan kitab kuning yang diajarkannnya. Pernah dikenal pesantren fiqih, pesantren hadits, pesantren ilmu alat dan sebagainya.

PKB Kab Tegal

Menurut Machasin, hasil survei yang dilakukan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan terhadap 327 kitab di sejumlah pesantren yang tersebar di 15 provinsi pada Mei-Juni 2011 ditemukan sebanyak 321 (98%) kitab diajarkan dan 6 (2%) kitab tidak diajarkan.

PKB Kab Tegal

Meskipun demikian, sebanyak 279 (87,2%) kitab keterpilihannya rendah; 9 kitab keterpilihannya tinggi (2,8%), dan sisanya 33 kitab keterpilihannya sedang (10,1%). Tingkat keterpilihan kitab-kitab yang diajarkan berdasarkan bidang kitab juga memiliki keterpilihannya rendah.

Selain rendahnya keterpilihan terhadap kitab-kitab yang diajarkan, lanjutnya, pengajaran kitab kuning juga dipengaruhi oleh beberapa fenomena.

Dia merinci fenomena itu, yaitu munculnya terjemahan kitab kuning, keterbatasan waktu pembelajaran, pergeseran metode pembelajaran, kurangnya minat masyarakat, kurangnya spesifikasi keilmuan yang dikembangkan pondok pesantren, keterbatasan keilmuan kiai/ulama pondok pesantren,

Dan yang terakhir, kata dia, munculnya “kiai pop” yang tidak berbasis penguasaan kitab (baik kutub al-tsuras maupun kutub al-ashry).

“Terkait dengan beberapa masalah pengajaran kitab kuning tersebut, muncul kebutuhan terhadap perlunya standarisasi kurikulum pondok pesantren. Dalam konteks itulah perlu dilakukan kegiatan halaqah ulama yang mengangkat tema tentang penguatan pengajaran kitab kuning di pesantren,” ujar Rais Syuriah PBNU ini. (Ali Musthofa Asrori/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Anti Hoax PKB Kab Tegal

Awas, NKRI Sedang Dikepung Empat Kapitalisme Global!

Sleman, PKB Kab Tegal. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedang dikepung oleh empat kekuatan kapitalisme global, yang secara pelan-pelan akan merongrong keutuhan NKRI, jika tidak dibentengi sejak sekarang. Empat kapitalisme tersebut adalah neoliberal, Islam radikal, sosial demokrat, dan neokomunisme. 

Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Mun’im DZ, wakil sekretaris kenderal PBNU, ketika menjadi pemateri dalam Pelatihan Pelatih Tingkat Nasional Pencak Silat NU Pagar Nusa, Selasa (4/3), di Gedung Youth Centre, Tlogoadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta.

Awas, NKRI Sedang Dikepung Empat Kapitalisme Global! (Sumber Gambar : Nu Online)
Awas, NKRI Sedang Dikepung Empat Kapitalisme Global! (Sumber Gambar : Nu Online)

Awas, NKRI Sedang Dikepung Empat Kapitalisme Global!

NU yang memang sejak awal selalu berada di garda terdepan demi keutuhan NKRI, akan selalu merasa siap untuk melakukan apapun demi keutuhan NKRI. “Jika dahulu yang disuarakan dalam NU adalah Kembali ke Khittah 1926, maka sekarang adalah saatnya mensuarakan Kembali ke Khittah NKRI,” tandasnya. 

PKB Kab Tegal

Menurutnya, meski terkadang NU nampak sering diremehkan, sesungguhnya NU memiliki kekuatan besar di Indonesia, khususnya dalam pertahanan NKRI. Bahkan lebih besar dan lebih disegani daripada pemerintah. Namun hal yang disayangkan adalah selama ini NU mudah terprovokasi. 

Ia pun menyitir kata-kata KH Abdul Wahab Hasbullah yang berbunyi: “Kekuatan NU ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam, tetapi hanya gelugu alias pohon kelapa sebagai meriam tiruan”.

PKB Kab Tegal

Ia mengajak semua pihak agar tidak mudah terprovokasi oleh hal-hal yang sebenarnya akan merusak keutuhan NU dan NKRI. Ia menghimbau agar NU tetap bersatu, kompak, dan solid, agar dapat selalu menjadi benteng dalam mempertahankan NKRI. 

Ia juga mengingatkan para anggota DPR agar membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat. 

Sementara itu, disampaikan Munim DZ, keempat kapitalisme global yang sedang mengepung NKRI tersebut masing-masing memiliki tujuan, metode, dan strategi sendiri-sendiri. Meski beberapa memiliki kemiripan. Berikut cuplikan penjelasan dari slide show yang ditampilkan oleh pemateri saat itu.

Pertama, neoliberal yang berasal dari USA. Tujuannya adalah terwujudnya demokrasi liberal, merebut pengaruh politik, dan menguasai sumber daya alam serta ekonomi yang ada di Indonesia. Kini, sumber tambang emas di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, sedang menjadi incaran dan rebutan antar negara-negara besar, seperti China, USA, Jerman, dan lainnya. 

Adapun metode yang digunakan adalah dengan mengangkat isu HAM dan lingkungan hidup, melakukan tekanan ekonomi, serta infiltrasi dan inovasi. 

Sedangkan strateginya adalah dengan mengubah atau mengganti UUD dan peraturan perundang-undangan lainnya, campur tangan berbagai konflik, dan mempengaruhi pola pikir.

Kedua, islam radikal yang bersumber dari Saudi Arabia. Tujuannya adalah mewujudkan khilafah Islamiyah, Negara Islam Indonesia (NII), dan menegakkan syari’at Islam.

Metode yang digunakan adalah dengan memasuki wilayah parlementer plus, yakni bidang sosial dan bawah tanah, serta mengatasnamakan jihad atau menggunakan teror. Adapun strateginya sama dengan yang digunakan oleh neoliberal.

Ketiga, sosial demokrat yang berasal dari Uni Eropa. Tujuan, metode, dan strategi yang digunakan kurang lebih sama dengan neo liberal. Namun di sini sosial demokrat memiliki strategi tambahan, yakni dengan mengusung teologi pembebasan dan melakukan dekonstruksi.

Keempat, neokomunisme. Tujuannya adalah untuk merebut kekuasaan politik, serta melaksanakan konsepsi PKI. 

Metodenya yaitu dengan motif balas dendam, menghancurkan tatanan sosial, menciptakan konflik vertikal maupun horizontal, serta dengan melakukan sabotase.

Adapun strategi yang digunakan adalah sama dengan neo liberal, dengan tambahan melakukan dekonstruksi. (dwi khoirotun nisa’/mukafi niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Khutbah, Tegal, Amalan PKB Kab Tegal

Kewirausahaan dan Kemandirian Bagian dari Kehidupan Santri

Demak, PKB Kab Tegal. Pengembangan dakwah untuk saat ini selain mempunyai ilmu yang cukup, juga harus ditopang oleh keadaan finansial yang memadai. Kewirausahaan dan kemandirian inilah yang justru diajarkan sejak dini dalam pendidikan di pesantren.

“Pesantren ilmu agama sudah pasti gudangnya, selain mendalami ilmu santri harus mampu melatih sejak dini untuk berwirausaha dan mandiri,” kata Musytasar PCNU Demak KH Dachirin Said pada pelatihan kewirausahaan pemuda di pesantren Al-Islah, Sempal, Wadak, Bintoro Demak, Sabtu-Senin (22-24/11).

Kewirausahaan dan Kemandirian Bagian dari Kehidupan Santri (Sumber Gambar : Nu Online)
Kewirausahaan dan Kemandirian Bagian dari Kehidupan Santri (Sumber Gambar : Nu Online)

Kewirausahaan dan Kemandirian Bagian dari Kehidupan Santri

Dachirin yang kini diamanahkan sebagai Bupati Demak ini berharap, pelatihan tidak hanya menjadi formalitas kegiatan. Ia lebih jauh meminta peserta pelatihan menindaklanjuti pelatihan dengan praktik sesuai ilmu yang didapat saat pelatihan.

PKB Kab Tegal

“Setelah ini ada reaksi tindak lanjut yang konkret, keseriusan, kesungguhan dalam mengembangkan usaha dengan kemandirian” harap Dachirin.

Sementara Dirjen Kementrian Kelautan dan Perikanan RI Ir Tri Haryanto saat membuka acara, menawarkan beberapa program yang bisa diakses pesantren seperti budi daya ikan air tawar seperti lele.

PKB Kab Tegal

“Kami punya program pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis kelompok. Kami yakin komunitas pesantren sangat luar biasa, karena semua bentuk masyarakat ada dalam pesantren” ungkap Tri.

Pelatihan kewirausahaan ini diselenggarakan Kabag Kesra Setda Demak yang difasilitasi Kementrian Kelautan dan Perikanan. Pelatihan ini diikuti santri pesantren percontohan di kabupaten Demak. (A Shiddiq Sugiarto/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Halaqoh PKB Kab Tegal

Hariri dan Semiotika Sosial Ustadz

Beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan dengan video ngamuknya seorang Ustadz ketika sedang berceramah. Hariri, ya, ustadz jebolan akademi dai TPI ini terlihat di video media sosial maupun media elektronik marah-marah bukan kepalang kepada petugas sound sistem.

Di dalam video yang berdurasi 3 menit 1 detik itu terlihat Hariri Nampak kesal dengan bahasa sundanya memarahi tukang sound sistem yang belakangan bernama Entis Sutisna ketika sedang berceramah di daerah Nagrak, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Konon sang ustadz kesal ketika meminta Entis untuk memperbaiki suara mikrofon yang tidak bagus sehingga mengganggu ceramahnya.

Namun, tak tahu alasannya apa, menurut kabar, Entis justru marah-marah kepada sang ustadz sehingga membuat Ustadz Hariri pun sebaliknya. Di dalam video tersebut, Entis terlihat ketakutan dimarahi sang ustadz dengan hanya menunduk dan mengangguk-angguk. Ternyata betul, menurut wawancara yang datang kepadanya, Entis takut dengan marahnya ustadz Hariri ketika itu.

Di tengah jamaah, terlihat dalam video Hariri yang berada di atas panggung memarahi Entis yang seakan tak berdaya berdiri pas di hadapan Hariri di bawah panggung sambil menceramahi seolah Raja Amphitriyon sang penguasa lalim kepada Alcides dalam legenda Yunani kuno, Hercules. Klimaksnya, ketika Entis meminta maaf sambil berjabat tangan dengan Hariri sekaligus menunduk seakan hendak mencium kakinya, lutut Hariri ditekuk dan menekan leher bagian belakang Entis sehingga memaksa salah seorang temen Hariri melerainya di atas panggung.

Hariri dan Semiotika Sosial Ustadz (Sumber Gambar : Nu Online)
Hariri dan Semiotika Sosial Ustadz (Sumber Gambar : Nu Online)

Hariri dan Semiotika Sosial Ustadz

Setelah Entis beranjak dari ‘TKP’, gaya Hariri persis seperti ketika David Haye, petinju Inggris yang sombong memenangkan pertadingan, membusungkan dada, dan menegakkan badannya yang ketika mengenakan baju gamis terusan putih dan tutup kepala seperti Imam Bonjol.

Hujatan, makian, hinaan, terus-menerus muncul di video yang diunggah di Youtube tersebut. Intinya yaitu mengarah kepada Hariri yang seharusnya bisa lebih bersikap arif bijaksana sebagai seorang pendakwah.

PKB Kab Tegal

Kejadian ini pun mengundang reaksi institusi maupun pemuka agama, tak terkecuali KH. Mustofa Bisri (Gus Mus). Di akun Facebook pribadinya Simbah Kakung yang ditandai oleh Ahmad Saifudin Zuhri, Gus Mus mengatakan bahwa, ustadz dalam bahasa aslinya, Arab, berarti guru atau profesor. ‘Kesaktian’ pers-lah yang membuat siapa saja di negeri ini disebut ustadz. Termasuk badut, preman, atau anak gila.

Ya, Ustadz. Panggilan untuk seorang profesor di Universitas al-Azhar Mesir ini lekat kepada seseorang yang berprofesi sebagai penceramah atau guru ngaji di Indonesia. Sebagai seorang penceramah atau dai, seseorang kerap menyimbolkan dirinya dengan Jubah, gamis, peci ala Imam Bonjol, dan tak ketinggalan Jenggot, selain itu banyak hapal ayat-yat al-Quran serta Hadis. Untuk menopang sombol-simbol tersebut, bahkan seseorang memenuhinya dengan perilaku sopan, murah senyum, gaya tenang, halus, lembut dalam perkataan, dan lain sebagainya dalam kehidupan sosial mereka.

PKB Kab Tegal

Imbalan yang didapat dengan menyematkan dan menggerakkan simbol-simbol tersebut yaitu dihormati oleh orang lain sebagai seorang yang pandai dalam bidang agama. Ya, paradigma inilah yang tak jarang digunakan oleh seseorang agar cepat dapat dihormati bahkan ditakuti oleh orang lain dalam kehidupan sosial, yaitu dengan menampakkan simbol-simbol agama pada badannya, entah jenggot, gamis, jubah, peci ala Imam Bonjol, dan lain-lain.

Tentang Semiotika Sosial Ustadz

Tanda-tanda atau simbol-simbol ini dalam sebuah disiplin ilmu disebut semiotika atau ilmu tanda. Semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Ahli filasafat dari Amerika yang juga berjasa dalam memunculkan semiotika modern, Charles Sanders Peirce, berpendapat bahwa kita hanya bisa berpikir dengan sarana tanda. Dengan demikian, sudah pasti bahwa menurut Peirce tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi.

Pertanyaannya, apakah dengan tanda-tanda atau simbol-simbol yang melekat pada diri seseorang katakanlah simbol-simbol agama tadi membuktikan bahwa seseorang tersebut adalah ahli agama? Dengan kata lain, orang yang halus perkataannya, baik perilakunya, sabar dan tenang dalam bersikap dengan asumsi bahwa orang tersebut memang mengerti agama sebagai instrumen Tuhan dalam menunutun umatnya di jalan kebaikan.

Jawabannya belum tentu! Namun, tidak terpungkiri bahwa stigma yang disematkan oleh masyarakat yaitu karena tanda atau simbol-simbol yang tersemat kepada seseorang. Gayung bersambut, seseorang yang diberi gelar Ustadz pun menyimbolkan dirinya dengan memakai tanda-tanda yang memungkinkan bahwa dirinya memang benar-benar Ustadz. Artinya, dengan berpikir seperti itu, seorang Ustadz telah terjebak secara simbolistik tanpa berpikir esensi secara epistemologis apa makna Ustadz, bagaimana seharusnya mengendalikan perilaku yang mengarah pada keburukan, dan bagaimana pula penilaian masyarakat terhadap gelarnya itu dan tentu penilaian pada agamanya sebagai institusi jika semua itu terjadi. ? ?

Hariri mementaskan sikap layakanya bukan seorang ustadz. Ironisnya, perilaku mengumbar kemarahan ia lakukan ketika sedang berceramah di hadapan ratusan jamaah. Ketika itu juga, dia menyimbolkan dirinya dengan memakai gamis terusan berwarna putih dengan peci khas ala Imam Bonjol yang secara semiotik cukup untuk merepresentasikan bahwa dirinya adalah ustadz dalam pandangan dan penilaian masyarakat. Nampaknya dia tidak cukup untuk berpikir bahwa dengan tidak sedang berceramah pun, atau ketika itu tidak sedang mengenakan simbol-simbol Ustadz pun, tetapi berbuat semena-mena, masyarakat dipastikan tidak bisa menerima perilaku tersebut. Bahkan cacian, makian atau hinaan tidak saja tertuju kepada diri pribadinya, namun juga pada institusinya yaitu ustadz, bahkan institusi yang lebih tinggi lagi yaitu Islam.

Sebetulnya Hariri bukan yang pertama, banyak orang di negeri ini yang di katakan ustadz, rupanya Islami namun perilakunya jauh dari esensi seorang ustadz dan nilai-nilai Islam. Tak perlu dirinci di sini, beberapa orang yang dipanggil dengan sebutan ustadz terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan masyarakat dan negara miliaran rupiah. Ada ustadz yang terdakwa sebagai makelar kasus yang melibatkan banyak orang bahkan dari kalangan artis.

Memang konteksnya berbeda, namun terlepas dari kepentingan apapun, seseorang yang menyimbolkan diri dengan tanda-tanda akan terjebak dengan tanda tersebut secara semiotik dalam kehidupan sosial ketika dirinya tidak mampu berbuat sesuai yang diharapkan tanda tersebut. Biasanya orang yang menyimbolkan diri akan bangga dengan simbolnya sehingga merasa perlu dihormati bahkan dicium tangannya sebagai seorang ustadz. Efek dominonya bukan hanya pada dirinya, namun juga pada institusi yang disandangnya. Dengan kata lain, masyarakat juga akan skeptis dengan orang-orang yang serupa yaitu Ustadz. ? ?

Berbeda dengan orang yang mengutamakan substansi. Orang seperti ini biasanya mempunyai paradigma berpikir iso rumangsa, sanes rumangsa iso (bisa merasa, bukan merasa bisa) sehingga tidak terlalu menyimbolkan diri, tidak terlalu perlu merasa dihormati bahkan perlu didengar nasihat-nasihatnya karena seperti Hariri atau ustad-ustad di atas, dapat membuatnya kehilangan akal sehat dengan tidak memahami ustadz secara substansi namun mengutamakan simbol secara semiotik, bukan?

?

Fathoni, Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana STAINU Jakarta

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal AlaNu, Internasional, Tegal PKB Kab Tegal