Kamis, 13 Juli 2017

Mahbub Djunaidi: Jangan Jadi Wartawan Penakut!

Dek, kalau ingin kaya, jangan jadi wartawan, jadilah pengusaha. Kalau penakut jangan jadi wartawan, jadilah tukang mie bakso. 

Ungkapan itu dikemukakan oleh sang pendekar pena, kolomnis ternama, H. Mahbud Djunaidi, pada suatu kesempatan di kantor perwakilan Harian Umum Pelita Jawa Barat, Gedung Milamar, Jalan Asia Afrika, Bandung.

Pada hari-hari tertentu, bisa bertemu dengan Mahbub di kantor perwakilan Harian Umum Pelita (1980 – 1982), karena ia yang tinggal di Jalan Turangga 1, Bandung itu, merupakan penasihat perwakilan Harian Umum Pelita Jawa Barat, sedangkan kepala perwakilannya, Agus Suflihat Manaf atau Agus SM.

Mahbub Djunaidi: Jangan Jadi Wartawan Penakut! (Sumber Gambar : Nu Online)
Mahbub Djunaidi: Jangan Jadi Wartawan Penakut! (Sumber Gambar : Nu Online)

Mahbub Djunaidi: Jangan Jadi Wartawan Penakut!

Mahbub berpenampilan sangat sederhana. Terkadang kepergok mengenakan pakaian olahraga (baju dan celana singlet). Jika bertemu selalu memberi nasihat-nasihat tentang kewartawanan, tentang tulis menulis, ya termasuk nasihatnya, "Dek kalau ingin kaya, jangan jadi wartawan, jadilah pengusaha. Kalau penakut jangan jadi wartawan, jadilah tukang mie bakso."

Memang, jadi wartawan jangan berharap kaya. Memang jadi wartawan bukan untuk mengerjar kekayaan. Pada masa-masa itu, orang jadi wartawan, karena tuntutan nurani, sehingga dikenal dan lahir sebutan wartawan idealis. Artinya wartawan yang benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya tanpa pamrih, wartawan hakikatnya pejuang. Apalagi pada masa-masa perjuangan sebelum Indonesia merdeka, wartawan berjuang dengan kekuatan penanya untuk kemerdekaan negeri ini.

PKB Kab Tegal

Wajarlah jika pada masa-masa itu, jadi wartawan jangan berharap kaya sebagaimana dikemukakan mantan Ketua PWI, dan mantan Ketua NU periode tahun itu. Pada masa-masa itu, wartawan yang memiliki kendaraan beroda dua, dan empat sangat jarang. Mahbub pun memiliki kendaraan sedan VW berwarna biru telur asin, mungkin bukan dari hasil jadi wartawan, karena ayahnya Pak Djunaidi, merupakan tuan tanah, orang kaya Betawi.

Walaupun pada masa-masa itu, sebut saja pada masa Orde Baru, kebebasan wartawan dikekang, tetapi harkat derajat wartawan sangat tinggi, dihormati oleh pejabat maupun masyarakat. Pejabat, masyarakat sangat segan terhadap yang namanya wartawan. Wartawan terutama di daerah jumlahnya sangat sedikit. Dapat dihitung dengan jari. Di satu kabupaten paling banyak rata-rata sembilan atau 11 orang.

PKB Kab Tegal

Kondisi seperti itu, tentunya jauh berbeda dengan kondisi sekarang, terutama sejak era reformasi. Ketika kran kebebasan dibuka, jumlah wartawan di daerah, di salah satu kabupaten, wow, bisa mencapai 300 orang, bahkan lebih.

Pers masa sekarang pun adalah pers industri, walaupun tidak dapat menjamin wartawannya hidup kaya, tetapi paling tidak hidupnya mapan terutama yang bekerja pada penerbitan-penerbitan media tertentu. Namun, boleh jadi, lebih banyak wartawan yang hidupnya tidak kaya.

Jangan Penakut

Kalau penakut, jangan jadi wartawan, itu ditunjukan oleh Mahbub Djunaidi, bagaimana keberaniannya menulis sehingga beliau sering disebut sang pendekar pena. Tulisan-tulisannya ringan, asyik dibaca, berani mengkritik keras pemerintahan, kadang-kadang dengan gaya bahasa yang halus dan santun.

Suatu hari,saya menulis berita di tempat saya bekerja tentang acara seremonial pelantikan kepala PGA Negeri 6 Tahun. Kepala Departemen Agama setempat dalam pidatonya mengatakan"......tingkatkan pembangunan garis miring Golkar." Waktu itu, saya pun mengkonfirmasi kepala Depag, mempertanyakan ucapannya apa yang dimaksud dengan "tingkatkan pembangunan garis miring Golkar."

Dua hari kemudian, berita itu dimuat tanggal 26 Desember 1980 (karena waktu itu mengirim berita ke redaksi di Jakarta melalui pos, sampainya dua hari, karena belum ada fax, apalagi email seperti sekarang). Mahbub, mengapresiasi berita tersebut, pada tulisan kaki halaman pertama dengan judul "Orang Depag Cianjur Mesti Ditertibkan."

Tulisan itu, sungguh menghebohkan banyak pihak baik di pemerintahan, maupun masyarakat. Pagi itu, koran terjual habis di agen dan pengcer. Dampak dari tulisan sang Pendekar Pena, H. Mahbub Djunaidi, semakin bertambah kental kecurigaan dan julukan yang dialamatkan kepada saya sebagai wartawan "hijau (Islam), wartawan PPP (Partai Persatuan Pembangunan), karena pada masa itu, Islam identik dengan PPP sebagai partai yang berasaskan Islam. Padahal mereka sendiri yang berada di partai lain, sama-sama pemeluk Islam, bahkan, saya sendiri sering disebut wartawan "hijau" ekstrem.

Tidak hanya itu, hari-hari berikutnya koran tempat saya bekerja dilarang masuk desa. Dengan begitu, semakin banyak orang yang penasaran sehingga membeli dan berlanganan koran tersebut. Banyak PNS yang membeli koran kemudian dilipat di saku belakang atau diselipkan di bagian bokong, untuk dibaca di rumah, karena kalau dibaca di kantor takut dicurigai atau disebut orang PPP, karena membaca koran tersebut, identik dengan PPP, identik dengan Islam.

Itulah secuil kenangan dengan Almarhum Mahbub Djunaidi, yang lahir tanggal 27 Juli 1933 di Jakarta, kini telah tiada. Beliau meninggal dunia di Bandung pada tanggal 1 Oktober 1995. Semasa hidupnya, pernah jadi Ketua Umum PB PMII tiga periode. Pernah menjabat sebagai Ketua Umum PWI Pusat, (1979 – 1983), anggota DPR GR (1967-1971), Wakil Ketua PBNU (1984-1989), Wakil Sekjen DPP PPP, anggota DPR/MPR RI (1971-1982), Ketua Majelis Pendidikan Soekarno dan anggota mustasyar PBNU (1989-1994).

Beliau adalah penulis yang sangat terkenal pada zamannya, banyak menulis di harian Kompas pada kolom Asal-Usul, di Harian Umum Pelita dan Pelita Edisi Minggu pada kolom Sekapur Sirih, Koran Pikiran Rakyat, Sinar Harapan, Tempo, Koran Gala Bandung, dan lainnya. Banyak sudah tulisannya yang dibukukan. (Man Suparman)

 

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Ahlussunnah PKB Kab Tegal

Rabu, 12 Juli 2017

Ansor Rawat Kerukunan di Tolikara

Jakarta, PKB Kab Tegal. Momentum perayaan Idul Adha, Kamis (24/9) dimanfaatkan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) untuk merawat kerukunan beragama di Tolikara, Papua.?

"Kami telah mengirimkan 23 personel Barisan Ansor Serbaguna (Banser) ke Tolikara, Sejak Rabu (23/9) sore mereka tiba di ? Papua dan disambut Bupati serta para Pemuda Kristen setempat untuk bersama-sama menjaga kenyamanan dalam perayaan Idul Adha," ujar Wakil Sekjen GP Ansor yang juga Korwil Banser untuk daerah Maluku dan Papua, Faisal Saimima.

Ansor Rawat Kerukunan di Tolikara (Sumber Gambar : Nu Online)
Ansor Rawat Kerukunan di Tolikara (Sumber Gambar : Nu Online)

Ansor Rawat Kerukunan di Tolikara

Dikatakan Faisal, kehadiran Banser di Tolikara juga untuk memastikan terjaganya komitmen toleransi beribadah. "Mereka yang dikirim adalah yang selama ini sudah terjun langsung menjaga gereja-gereja di daerah minoritas Kristen. Jadi bukan untuk gagah-gagahan, melainkan untuk bersinergi dengan pemuda Kristiani dan pihak-pihak terkait demi menjaga ibadah umat Islam di Tolikara yang menjadi minoritas," tandasnya.?

PKB Kab Tegal

Faisal menjelaskan, menjaga ibadah dalam arti untuk memastikan kerukunan beribadah dan beragama merupakan program rutin GP Ansor. Tidak hanya saat Idul Adha maupun Idul Fitri di daerah yang umat muslimnya minoritas, tetapi juga di setiap hari keagamaan lain.?

Apa yang dilakukan GP Ansor ini, kata dia, sekaligus juga sebagai ajakan bagi pemuda-pemuda agama lain bahwa di negara ini tidak ada satu daerah pun yang boleh menerapkan tirani mayoritas.

PKB Kab Tegal

"Kita selama ini juga menjaga gereja di Jawa saat hari besar keagamaan umat kristiani maupun menjaga tempat ibadah ketika umat Hindu dan Buddha merayakan hari besarnya. Jadi, yang ingin kami pastikan dengan hadir di Tolikara juga sama, yaitu memastikan bahwa umat Muslim di sana yang minoritas bebas menjalankan ibadahnya," ungkap Faisal.

Oleh karena itu, lanjut Faisal, silaturahmi Banser mendapat sambutan yang positif dari bupati setempat. Pemuda Kristen di sana, kata dia, juga sudah berkomitmen agar bersama-sama dengan Banser menjaga umat muslim yang menjalankan ibadah Salat Idul Adha. (Malik/Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Warta PKB Kab Tegal

Selasa, 11 Juli 2017

Hukum Bermakmum dengan Imam Lain Madzhab

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Redaksi bahtsul masail PKB Kab Tegal, sebelumnya, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Sulkhan, seorang mahasiswa baru di salah satu universitas di Yogyakarta. Saya ingin bertanya, bagaimana hukumnya jika orang yang bermadzhab Imam Syafii yang notabene mewajibkan basmalah pada setiap Surat Al-Fatihah dalam shalat menjadi makmum terhadap imam yang tidak membaca basmalah pada Surat Al-Fatihah dalam shalat (bisa jadi madzhab lain, Muhammadiyah atau juga Wahabi)? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb. (Sulkhan/ Yoyakarta).

Jawaban

Hukum Bermakmum dengan Imam Lain Madzhab (Sumber Gambar : Nu Online)
Hukum Bermakmum dengan Imam Lain Madzhab (Sumber Gambar : Nu Online)

Hukum Bermakmum dengan Imam Lain Madzhab

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmatNya untuk kita semua. Keragaman di negara kita ini tidak dapat dihindarkan. Ia adalah keniscayaan yang merupakan sunatullah yang patut untuk disyukuri dan disikapi dengan bijak, tidak terkecuali dalam urusan keyakinan bermadzhab.

PKB Kab Tegal

Membaca basmalah dalam Surat Al-Fatihah memang menjadi permasalahan yang diperselisihkan di antara ulama. Menurut Madzhab Syafi’I, membaca basmalah di setiap rakaat sebelum membaca Surat Al-Fatihah adalah wajib. Kalangan madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat sunah. Menurut madzhab Maliki, hukumnya makruh sebagai tercantum pada kitab Al-Fiqh alal Madzahibil Arbaah karya Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Beirut, Darul Fikr, 2008 M, juz I, halaman 221.

Dalam kaitannya dengan shalat berjama’ah, menurut pendapat kuat dalam madzhab Syafi’i, salah satu yang harus terpenuhi bagi makmum adalah tidak meyakini batal shalat imamnya. Semisal makmum bermadzhab Syafi’i yang meyakini wajibnya basmalah, sedangkan imamnya bermadzhab Hanafi yang meninggalkan bacaan basmalah karena meyakini bahwa basmalah hanya sunah. Dalam kasus tersebut, shalatnya makmum tidak sah.

PKB Kab Tegal

Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Minhajul Qawim mengatakan sebagai berikut:

? ? ? ? ) ? ? ? ? ...? ? ?...(?) ? ? ? ? ? ? (? ? ?) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Di antara syarat berjama’ah adalah makmum tidak meyakini batalnya shalat imamnya. Seperti imam yang bermadzhab Hanafi yang diikuti oleh makmum bermadzhab Syafi’i, sementara makmum Syafi’i mengetahui imamnya yang bermadzhab Hanafi meninggalkan kewajiban menurut keyakinannya seperti membaca basmalah atau thuma’ninah, selama imamnya bukan pemimpin. Atau makmum mengetahui imamnya meninggalkan syarat sah shalat seperti memegang istrinya dan langsung shalat tanpa berwudhu’ terlebih dahulu. Maka tidak sah shalatnya makmum yang bermadzhab Syafi’i dalam permasalah ini, karena mempertimbangkan keyakinan makmum, sebab ia meyakini bahwa imamnya tidak berada dalam shalat yang sah,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhajul Qawim Hamisy Hasyiyah At-Tarmasi, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan pertama, 2011, juz III, halaman 700).

Sementara menurut pendapat lemah dari madzhab Syafi’i, permasalahan sahnya berjama’ah dititikberatkan pada keyakinan imamnya, meskipun menurut madzhab yang dianut makmum menghukumi tidak sah. Dalam permasalahan imamnya yang tidak membaca basmalah karena ia bermadzhab Hanafi, sementara makmumnya bermadzhab Syafi’i yang meyakini kewajiban basmalah, maka shalatnya makmum tetap dinyatakan sah. Karena imam sudah benar melakukan tuntunan shalat sesuai dengan madzhab yang dianutnya. Berbeda apabila yang imamnya bermadzhab Hanafi melakukan kesalahan menurut madzhabnya, meskipun menurut madzhab makmumnya bukan merupakan sebuah kesalahan, maka shalatnya makmum tidak sah.

Syekh Al-Khathib As-Syarbini mengatakan:

? ? ? ? ) ? ? ? ? ? ( ? ? ) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ( ? ) ? ? ? ( ? ? ? ) ? ? ? ( ? ? ? ? ) ? ? ? ( ? ? ) ? ? ( ? ) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Apabila makmum penganut madzhab Syafi’i mengikuti imam penganut madzhab Hanafi yang melakukan perkara yang membatalkan shalat menurut keyakinan makmum, bukan keyakinan imam, seperti memegang kemaluan, meninggalkan thuma’ninah, basmalah, Surat Al-Fatihah atau sebagiannya, atau jika imam melakukan perkara yang membatalkan menurut keyakinannya, bukan menurut keyakinan makmum, seperti berbekam (menurut madzhab Hanafi dapat membatalkan wudhu’, sementara menurut madzhab Syafi’i tidak membatalkan), maka menurut pendapat kuat shalat jama’ahnya makmum sah dalam permasalahan imamnya berbekam, bukan permasalahan menyentuh kemaluannya, karena mempertimbangkan pada keyakinan makmum. Sebab imam dinyatakan berhadats menurut keyakinan makmum karena menyentuh kemaluan, bukan karena berbekam. Menurut pendapat kedua, berkebalikan dari pendapat pertama (sah dalam permasalahan imamnya menyentuh kemaluan, dan tidak sah dalam persoalan imamnya berbekam), karena mempertimbangkan kepada keyakinan imam,” (Lihat Syekh Khathib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cetakan ketiga, 2011 M, juz I, halalaman 332).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum shalatnya makmum yang bermadzhab Syafi’i sebagaimana ditanyakan oleh penanya di atas merupakan ikhtilaf di kalangan ulama. Menurut pendapat kuat, tidak sah. Sementara menurut pendapat lemah, sah.

Kedua pendapat tersebut memiliki tendensi masing-masing. Keduanya dapat diikuti. Saran kami, dalam kondisi tidak terdesak, sebisa mungkin agar makmum memastikan shalatnya imam tidak batal menurut keyakinan yang dianut makmum. Namun apabila kondisinya menuntut agar bermakmum kepada imam yang berbeda madzhab, seperti untuk menjaga keharmonisan hubungan bertetangga, maka tidak ada salahnya mengikuti pendapat kedua dari madzhab Syafi’i yang menghukumi sah sebagaimana penjelasan di atas.

Demikian semoga bermanfaat. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk konsisten menjalankan ibadah. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,  

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

(M Mubasysyarum Bih)Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Internasional PKB Kab Tegal

Senin, 10 Juli 2017

IPNU-IPPNU Sleman Gelar Karnaval Budaya

Sleman, PKB Kab Tegal. Pada hari Sabtu (20/4), IPNU-IPPNU Kab. Sleman menggelar karnaval budaya yang diikuti oleh komisariat-komisariat IPNU-IPPNU yang ada di Kab. Sleman. 

Karnaval tersebut dimulai dari Masjid Agung Dr Wahidin Soedirohoesodo Sleman dan berakhir di lapangan Denggung Sleman.

IPNU-IPPNU Sleman Gelar Karnaval Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)
IPNU-IPPNU Sleman Gelar Karnaval Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)

IPNU-IPPNU Sleman Gelar Karnaval Budaya

Dalam sambutannya, Mumuh, koordinator umum acara tersebut mengungkapkan bahwa acara karnaval tersebut merupakan langkah nyata dalam memperkokoh budaya lokal Yogyakarta, budaya Indonesia, dan  budaya ke-NU-an.

PKB Kab Tegal

“Karnaval budaya ini adalah wujud aksi kita sebagai kader IPNU-IPPNU Kab. Sleman untuk memperkokoh budaya Yogyakarta, Budaya Indonesia dan budaya NU. Marilah kita memperkuat negara Indonesia lewat IPNU-IPPNU. Seperti kata Gus Dur, IPNU-IPPNU adalah lambangnya NU, dan NU adalah lambangnya negara, maka kita harus meningkatkan rasa cinta tanah air kita seperti para pendahulu kita,” tegasnya dengan menggebu-ngebu di hadapan para peserta karnaval.

Senada dengan Mumuh, Uwais, Ketua IPNU Sleman, menyatakan bahwa kegiatan karnaval tersebut sebagai ajang untuk memperkokoh cinta tanah air, cinta NU dan cinta budaya.

“Lewat acara ini, adalah sebagai ajang bagi kita untuk memperkokoh cinta kita kepada tanah air, cinta kita kepada NU, dan cinta kita terhadap budaya Indonesia, baik itu budaya asli Indonesia atau pun budaya adopsi,” tegasnya.

PKB Kab Tegal

Dalam acara tersebut, peserta karnaval menampilkan berbagai budaya asli Indonesia maupun budaya asli NU. Ada yang menampilkan hadroh, peragaan busana batik, tari gebyar, tari saman, lawakan dan sebagainya. Acara yang dimulai sejak pukul 08.00 tersebut, selesai tepat saat kumandang adzan dhuhur menggema di bumi sembada.

Wakil Bupati Sleman Yuni Rahayu  dalam sambutannya menyampaikan kegiatan seperti karnaval budaya perlu ditingkatkan untuk membangun karakter keindonesiaan, yang selalu cinta tanah air dan budayanya, adil, memahami perbedaan, dan menolak tindak kekerasan.

Lebih jauh lagi, ia  mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki banyak sekali keberagaman dan ia berharap para pelajar muda lah yang mampu menjembatani keberagaman tersebut sehingga rasa cinta tanah air tetap terjaga.

“Banyak sekali keberagaman yang kita miliki, untuk para pelajar, khususnya IPNU-IPPNU, saya harap ilmu yang didapat bisa menjembatani keberagaman tersebut dan bisa membangun kecintaan terhadap tanah air dan budayanya,” ungkapnya.

Ia berharap acara seperti ini bisa bermanfaat untuk meningkatkan kecintaan terhadap budaya Indonesia di tengah serangan budaya asing yang kian merajalela di negeri ini. 

“Belum tentu yang dari luar negeri itu bagus untuk kita. belum tentu juga yang dari luar negeri itu cocok diterapkan di negeri ini,” tambahnya.

Acara ini merupakan rangkaian acara sebelum Konfercab IPNU-IPPNU Sleman ke XIV. 

Redaktur    : Mukafi Niam

Kontributor: Rokhim

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Tokoh, Kajian PKB Kab Tegal

Haul Sayid Muhammad Alwi Al-Maliki, Pelajar NU Wonoasih Gelar Bazar Murah

Probolinggo, PKB Kab Tegal - Pengurus harian IPNU dan IPPNU Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo menggelar bazar murah, Sabtu dan Ahad (14-15/1) malam. Mereka menjual berbagai macam aneka makanan, aksesoris, dan lain sebagainya di halaman Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin Kelurahan Ketapang Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.

Bazar ini diadakan untuk menanamkan jiwa wirausaha sejak dini kepada kalangan pelajar.

Haul Sayid Muhammad Alwi Al-Maliki, Pelajar NU Wonoasih Gelar Bazar Murah (Sumber Gambar : Nu Online)
Haul Sayid Muhammad Alwi Al-Maliki, Pelajar NU Wonoasih Gelar Bazar Murah (Sumber Gambar : Nu Online)

Haul Sayid Muhammad Alwi Al-Maliki, Pelajar NU Wonoasih Gelar Bazar Murah

Ketua IPNU Wonoasih Hijjul Baiti Manis Tatok mengungkapkan, bazar murah ini digelar dalam rangka memeriahkan haul Habib Muhammad bin Alwi Al-Maliki dan Haul Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi.

PKB Kab Tegal

“Selain untuk menanamkan jiwa entrepreneurship sejak dini di kalangan pelajar, bazar murah ini bertujuan untuk melatih kemampuan jual-beli sekaligus membangun jiwa berdagang,” katanya.

Stan bazar IPNU-IPPNU Wonoasih dalam kesempatan ini dipenuhi pembeli dari kalangan Nahdliyin yang hadir ke Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin. Hadir dalam kesempatan tersebut para alumni, Pembina, dan pengurus IPNU dan IPPNU Kota Probolinggo untuk memberikan motivasi supaya lebih giat lagi dalam memperjuangkan NU.

“Kami berharap dengan kegiatan ini pengurus IPNU dan IPPNU Kecamatan Wonoasih tambah solid dan semangat. Sehingga nantinya bisa lebih dikenal di kalangan masyarakat dan membuktikan bahwa IPNU dan IPPNU mempunyai kualitas dan kuantitas yang tinggi,” pungkas Hijjul. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)

PKB Kab Tegal

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Pendidikan, Humor Islam, Nasional PKB Kab Tegal

Minggu, 09 Juli 2017

Pengurus NU Harus Paham dan Tanggap akan Kondisi Umat

Demak, PKB Kab Tegal - Sebagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan dalam melayani mayarakat, Nahdlatul Ulama (NU) dirasa masih jauh dari harapan. Dalam menjalankan fungsinya NU harus memahami kondisi masyarakat karena demikian itu merupakan salah satu cara untuk bisa mengambil langkah-langkah positif yang dibutuhkan masyarakat.

“Kita harus tanggap dengan keadaan di sekitar kita. Kalau kita paham, kita tahu apa yang jadi kebutuhan umat,” kata Rais Syuriyah NU Demak KH Alawy Masudi saat memberikan pengarahan pada peserta Musyawarah Kerja Cabang NU Demak di Kantor NU setempat Jalan Sultan Fattah Nomor 611 Bintoro, Ahad, (22/5).

Pengurus NU Harus Paham dan Tanggap akan Kondisi Umat (Sumber Gambar : Nu Online)
Pengurus NU Harus Paham dan Tanggap akan Kondisi Umat (Sumber Gambar : Nu Online)

Pengurus NU Harus Paham dan Tanggap akan Kondisi Umat

Kiai Alawy menambahkan, sesuai perkembangan zaman persoalan yang dihadapi NU semakin banyak dan kompleks. Maka dari itu ia meminta baik pengurus maupun kader NU harus saling melengkapi kekurangan yang dimiliki NU dikarenakan terlalu banyaknya persoalan sehingga pelayanan masyarakat tidak maksimal.

PKB Kab Tegal

“Kami mengakui kalau NU sebagai khodimul (pelayan) umat masih jauh dari kekurangan, makanya butuh kerja sama semua pihak,” tambahnya.

Di saat yang sama Ketua NU Demak mengajak peserta muskercab untuk bisa mengevaluasi kinerja yang belum maksimal, yang selanjutnya dibahas pada forum guna mencari solusi dari persoalan yang muncul di tengah tengah masyarakat.

“Melihat persoalan itu semua mari kita evaluasi, kita benahi dan kita selesaikan, yang berkaitan dengan pemerintah nanti programnya kita singkronkan.”

PKB Kab Tegal

Sesuai pantauan PKB Kab Tegal sidang-sidang komisi banyak menyoroti dunia pendidikan dan penyakit masyarakat yang merupakan sangat dibutuhkan dan problem masyarakat.

“Yang sangat mendesak dan diharap umat adalah memberantas miras, karaoke liar, prostitusi maupun pekat lain, ini sangat merusak tatanan masyarakat,” tegas Komandan Satkorcab BAnser Demak Mustain.

Selain pengurus cabang musyawarah ini dihadiri oleh Wakil Bupati Demak H Joko Sutanto, Mustasyar NU Demak KH Nurhamid Wijaya, dan pengurus wakil cabang se-Kabupaten Demak. (A Shiddiq Sugiarto/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Syariah, Warta PKB Kab Tegal

Harmonisasi Budaya Jawa dalam Islam

Oleh: Faiqotun Ni’mah

Sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia, Jawa memberikan tak sedikit sumbang sih budaya terhadap Indonesia sehingga ia bisa disebut negara kaya budaya. Banyak budaya berasal dari Jawa yang terepresentasikan dalam bentuk tradisi-tradisi, baik tradisi yang berupa hiburan, bersifat spiritual, berbau mistik, maupun kolaborasi dari ketiganya. Contoh tradisi berupa hiburan, misalnya wayang, tari-tarian, dan ketoprak. Tradisi bersifat spiritual, misalnya  tradisi keraton. Tradisi berbau mistis, misalnya mantera-mantera, azimat, dan ramalan. Sedangkan wayang adalah salah satu dari sekian banyak varian budaya Jawa yang mengandung ketiganya.

Tradisi Wayang

Harmonisasi Budaya Jawa dalam Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
Harmonisasi Budaya Jawa dalam Islam (Sumber Gambar : Nu Online)

Harmonisasi Budaya Jawa dalam Islam

Sebut saja, para mistikus kejawen, mereka menjelaskan bahwa pertunjukan wayang bisa dipahami sebagai gambaran dunia. Allah diibaratkan sebagai dalang dan makhluk ciptaan-Nya (manusia) tak ubahnya seperti wayang yang bisa pentas di pertunjukan karena ada dalang. Ini adalah aura spiritual dari dunia wayang.

Dalam pewayangan pun terdapat kisah-kisah maupun tokoh-tokoh yang sering diharmonisasikan dengan Islam. Sebagai contoh, tokoh pewayangan Yudhistira; salah satu dari lima Pandawa dalam kisah Mahabaratha.

Yudistiralah satu-satunya tokoh pewayangan yang diyakini konversi ke Islam. Dalam mitos konversi ini, Sunan Kalijaga memainkan peran yang penting. Mitos ini menyebutkan Yudistira tidak mau berperang sebab kebebasan dan kemurniannya yang sempurna dari nafsu amarah. Untuk melindunginya, Batara Guru memberinya sebuah azimat yang bernama Serat Kalimasada. Azimat ini bisa menjauhkan musuh, memelihara stabilitas kerajaan Pandawa, dan bahkan bisa menghidupkanorang yang sudah mati. Serat kalimasada itu adalah sebuah teks yang tertulis dalam bahasa yang asing yang tak terbaca. Karena ia memilki azimat itu ia bisa hidup beberapa tahun setelah para pandawa lain meninggal, dan ia mengembara sendirian dalam hutan. Setelah waktu yang begitu lama, ia bertemu dengan Sunan Kalijaga, yang datang untuk menyebarkan ajaran Islam. Sunan Kalijaga bisa membaca teks tersebut, karena merupakan teks bahasa Arab. Teks tersebut berbunyi: ”Ashadu alla ilaha illa Allah wa’asyhadu anna muhammadar-rasul Allah”.  

PKB Kab Tegal

Dengan membaca berulang-ulang kalimat tersebut dan menerima kebenarannya, Yudistira meninggal sebagai seorang Islam, yang memang telah ditakdirkan oleh Allah.

Orang Jawa mengakui, istilah Jawa Kalimasada berasal dari kata kalimat dan syahada (bersaksi/bersumpah). Syahada bisa digunakan sebagai suatu istilah yang  umum dipakai untuk menyebut pengakuan iman. Mengakui kebenaran pernyataan ini merupakan persyaratan minimal untuk menentukan seseorang beragama Islam atau tidak. Sebab, syahadat merupakan rukun Islam yang pertama.

Selain itu, bau mistis bercampur spiritual wayang dapat dilihat dari beberapa penjelasan mistikus Jawa kontemporer yang menyatakan bahwa daftar nabi yang tercatat dalam Al-Qur’an hanyalah nama-nama yang dikenal oleh orang Arab dan Budha, Wisnu dan Krisna adalah nabi-nabi Jawa pra-Islam.

Membahas mitologi wayang, tentu tak lepas dari pengaruh budaya pra-Islam yaitu Hindu maupun Budha. Dan sudah tentu terpengaruh dari budaya India, sebab Hindu-Budha datang di Jawa berasal dari India. Maka tak heran jika kisah-kisah dalam pewayangan Jawa hampir mirip bahkan dikatakan sama dengan cerita-cerita yang ada di India, semisal cerita tentang dewa Krisna, sebenarnya sama dengan cerita pewayangan Jawa mengenai Prabu Kresna yang terangkum dalam kisah Mahabarata. Hanya beda sebutan nama saja yaitu di India disebut Krisna tiba di Jawa mengikuti lidah orang Jawa menjadi Prabu Kresna.

PKB Kab Tegal

Sebenarnya ada banyak hal positif yang dapat diambil dari pertunjukan wayang. Sehingga dapat menepis anggapan negatif yang ditujukan terhadapnya seperti yang dilakukan para kaum reformis yang menganggap menontot wayang itu adalah perbuatan maksiat.

Sebagai produk budaya, sesungguhnya wayang diakui keunikannya tidak hanya di kalangan masyarakat Jawa saja, namun juga di kalangan masyarakat belahan Asia lainnya. Von Grunebaum melaporkan bahwa “wayang Cina” adalah bentuk hiburan paling umum di kalangan masyarakat Muslim Timur Tengah pada abda ke-13. Ini berarti wayang pun diakui oleh kaum Muslim tidak hanya subyektif oleh para mistikus kejawen.

Namun, banyak perdebatan mengenai anggapan terhadap pertunjukan wayang maupun tradisi budaya Jawa lainnya. Bagi masyarakat yang sepakat dengan pelestarian budaya dengan tegas menyatakan kita sebagai generasi penerus harus melestarikannya, dalam istilah Jawa ”nguri-uri”. Namun bagi masyarakat lain yang lebih “sufi” ber-Islamnya akan menolak dengan tegas tradisi Jawa yang diakui kebanyakan bersifat mistis karena  dikhawatirkan menimbulkan kesyirikan.

Kasus selain wayang yang lebih banyak di perdebatkan di kalangan ulama’ Islam Jawa adalah mengenai mantera-mantera atau do’a-do’a yang pada puncaknya dianggap sebagai ilmu perdukunan atau pun sihir.

Dalam bukunya yang berjudul Islam Jawa Kesalehan Normatif versus Kebatinan, Mark R. Woodward menjelaskan bahwa pandangan Jawa kontemporer mengenai hubungan antara kesaktian dan kesalehan Muslim sangat serupa, dan ada perbedaan antara bentuk sihir yang legal dan ilegal. Legenda-legenda Sulaiman dan legenda-legenda dari buku Arabian Nights (Seribu Satu Malam) memberikan preseden yang jelas terhadap pemakaian sihir oleh kalanagan Muslim yang saleh. Kekuatan-kekuatan magis Sulaiman digambarkan dengana panjang lebar dalam Al-Qur’an (34: 12). Ia dipercayai menguasai kerajaan dunia dan mempunyai kemampuan untuk memerintahkan para jin, burung, binatang, dan angin. Kekuatannya berasal dari suatu cincin bertanda yang terpahat rahasia nama Allah yang Agung. Tetapi ia juga dikatakn mempelajari seni-seni sihir itu di Mesir dan menjadi guru ahli matematika Yunani, Phytagoras. Sulaiman memberikan suatu paradigma bagi pemakaian sihir secara legal sebab ia seorang nabi sekaligus ahli sihir terbesar dalam sejarah.

Akhirnya, berbagai tradisi yang sudah berlaku dapat senantiasa dihargai dan dilestarikan. Harmonisasi antara agama dan budaya pasti akan tercipta. Wallu a’lam bi al-shawab.

 

Faiqotun Ni’mah, mahasiswa Tafsir dan Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang dan Penerima Beasiswa Unggulan Monash Institute Semarang

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Habib, Pertandingan PKB Kab Tegal