Pembahasan kali ini akan dimulai dengan kisah mengenai seorang tokoh yang sangat penting dalam masa pembukuan dan kepengarangan dalam ilmu Nahwu; yakni Imam Khal?l bin A?mad al-Far?h?di al-Azdi. Tokoh ini sangat penting dan krusial dalam bidang pembangunan ilmu ini karenanya dia mendapat julukan sebagai imam dalam nahwu dan bahasa Arab. Dia tumbuh pada abad 2 H dengan bacaan Al-Qur’an. Pendapat-pendapat dia tentang ilmu bahasa banyak dikutip dan dimuat dalam karangan S?bawayhi,
al-Kit?b.
Selain penting dalam ilmu Nahwu, imam Khal?l juga dikenal sebagai pendiri ilmu ?Ar? –ilmu tentang struktur lagu syair-syair bahasa Arab, mungkin bagi yang tidak pernah di pesantren, ilmu ini agak asing. Dia juga perintas dasar penyusunan
Mu?jam al-Lughaw? dengan penerapan matematika yang menggampangkan para pembacanya. Khal?l adalah orang yang memadukan kecerdikan dan keintelektualan. Ab? ?ayyib al-Lughaw? memujinya dengan ungkapan: “tidak ada orang sepertinya baik sebelum maupun sesudahnya, tidak ada orang Arab setelah zaman sahabat yang lebih cerdas darinya, dia adalah orang yang paling pandai, paling mulai, paling bertaqwa, dia adalah kunci ilmu” (Lihat Abu Tayyib al-Lughawi,
Mar?ib al-Na?w?, h. 54).
 |
Masa Kodifikasi dan Kepengarangan: Tokoh-tokoh Aliran Basrah (Sumber Gambar : Nu Online) |
Masa Kodifikasi dan Kepengarangan: Tokoh-tokoh Aliran Basrah
Kalangan ahli Nahwu sepakat akan kecerdasan dia dari kemampuannya menyelesaikan masalah-masalah sulit dalam ilmu ini. ?ofy?n al-Thawr? memujinya setinggi langit sebagaimana dalam ungkapannya: “bila seseorang hendak melihat laki-laki yang Allah telah ciptakan dari minyak wangi dan emas maka lihatlah Khal?l.” (Diungkapkan dalam kitab
Nazha al-B?’, karangan al-Anb?r?. Al-Khal?l adalah seorang “mampu mengumpulkan (sinkronkan) dan sekaligus menyempurnakan pemikiran-pemikiran para ahli tata bahasa, syair, dan qira’at dan lainnya sebagainya menjadi sebuah cara pandang baru.
PKB Kab Tegal
Menurut riwayat, karangannya dalam bidang Nahwu mencapai 70an. Sebenarnya banyak sekali kontribusi teoritis dari Imam Khal?l dalam ilmu Nahwu dan juga ?araf, namun dalam kesempatan ini, saya mungkin akan memberikan beberapa contoh sederhana saja sebagaimana berikut: (1) pembedaan antara usul kalimat (kata kerja dasar bentuk lampau) seperti
fa-a-la dan
zaw?’id (huruf-huruf tambahan pada bentuk dasar kata)nya dimana dengan adanya tambahan huruf ini akan berpengaruh juga pada munculnya bentuk-bentuk dan makna-makna lain.
Dalam hal ini Khal?l misalnya memberikan contoh bentuk
tasniya (dua orang),
jama taksir (plural tak beraturan) dan bentuk
tasgh?r (peminian seperti humaydi bentuk
tasgh?r dari
ham?dun yang berarti hamid kecil). Teori tentang usul kalimat dan tambahannya ini juga yang membawa kita pertama kali pada analisa
i?l?l (penguraian kata berdasarkan asal kata dan tambahan-tambahannya). Khal?l di sini dianggap sebagai ulama yang berhasil mentransformasi ilmu Nahwu dari level yang
wa?fiyya (kategoris) menuju level
m?y?riya (paradigmatis).
PKB Kab Tegal
Beberapa kalangan ulama sezaman menyatakan bahwa Imam Khal?l-lah yang pertama mengemukakan pentingnya
qiy?s ta?l?l?, melakukan timbangan kalimat yang bersifat detil dan rasional, daripada sekadar
qiy?s biasa yakni proses
qiy?s yang dilakukan hanya dengan melakukan analogi kata perkata, bentuk
tarkib dan
i?r?b, tanpa uraian dan alasan yang detil. Ingat bahwa apa yang disebut
qiyas dalam tradisi ilmu Nahwu di sini, meskipun secara bahasa memiliki pengertian yang sama, itu berbeda dengan
qiyas dalam ilmu Ushul Fiqh. Di sini sebenarnya Imam Khal?l mulai berbicara cabang ilmu Nahwu lain yang bagi kalangan pesantren disebut dengan ilmu ?araf.
Contoh dalam hal ini misalnya: sudah dalam konvensi tata bahasa Arab bahwa
i?r?b (perubahan) itu adalah hukum bagi
isim (benda dan nama-nama), dan
bin?’ (keajekan) adalah hukum bagi
fi?il. Dalam hal ini Imam Khal?l menyatakan bahwa hukum-hukum ini bisa berubah dengan alasan adanya faktor-faktor (kasus-kasus) baru datang pada
isim maupun
fi’il (
‘aaridlah) misalnya penyurapaan huruf dengan
isim dan atau
isim dengan
fi’il.
Contoh penerapan kedua adalah pembentukan kata benda khusus yang dikenal dalam ilmu Nahwu dengan istilah
ma’rifat –lawan dari
nakirah, kata benda umum, itu tidak boleh dilakukan dengan dua alat
pema’arifatan, misalnya, “ya al-ghulamu”, mencampurkan
ya huruf
nida’ (huruf panggil) dan
al pada satu kalimat karena
ya’ nida pada dasarnya sudah berfungsi sebagai alat yang menyebabkan suatu kata benda menjadi
marifat, karenanya
al di sini tidak dibutuhkan.
Satu contoh lain lagi dari
qiy?s ta?l?l? adalah alasan tentang keharusan pararelitas antara bentuk
a?af dan
ma’thuf misalnya mengapa tidak diperboleh kan mengatafkan (menyambungkan) kata benda atau kalimat (Abdullah) atas
?am?r rafa? muttasil (kata ganti bentuk pertama yang menempel pada kata kerja bentuk lampau) sebagaimana yang terjadi pada kalimah berikut: “fa?altu wa abd ll?hi,” (saya telah melakukan dan juga Abdullah), bagi Imam Khal?l ini tidak boleh karena bertemunya secara langsung
fi’il dan
isim pada kata “fa?altu” tidak sebangun dan selaran dengan bentuk
isim, Abdullah.
Dalam kasus ini, hukum pararelitas bisa saja berubah jika terdapat faktor baru, misalnya menambahkan faktor lain setelah huruf
athaf seperti contoh “m? ashrakn? wa l? ab?’un? “ (kami tidak menyekutukan dan juga bapak-bapak kami.” Lihatlah bangun kalimat ini, setelah wa ada laa dimana fungsi la di sini menyimpan kalimat
ashrakn?: lengkapnya, wa m? ashrakn? wa l? ashkrakn? ab?’un?.
Saya tahu bahwa bagi kawan-kawan yang masih awam akan diskursus Nahwu pasti tidak akan paham dengan apa yang saya tuliskan ini. Namun ini sebenarnya adalah sebuah contoh kecil bagaimana Imam Khal?l mengajarkan kita tentang termungkinkannya perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan pembacaan dengan dasar rasionalitas bahasa dan nalar tertentu.
Baiklah, ulusan tentang Imam Khal?l al-Farihidi saya cukupkan dengan ungkapan ringkas beberapa unsur teoritis baru pada ilmu Nahwu sebagai berikut: teori tentang huruf –entitas di luar
isim dan
fi?il–, suku kata atau penggalan (muq?i?) kata, kata dan tambahannya, struktur kalimat (tark?b), teori tentang
‘amil (faktor yang mempengaruhi
i?r?b dan susunan kilamat)
ma?naw?, ?mil ?hir?, ?mil ma?fa dan
?amil muftari?a dan beberapa hal lain lagi.
Bahasan serial ilmu nahwu ini merupakan bagian keempat. Bagian pertama bisa dilihat di sini. Bagian kedua di sini. Bagian ketiga di sini. Silakan diikuti pembahasan selanjutnya yang dikupas Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman, Syafiq Hasyim. Belum lama ini ia meraih gelar Dr. Phil dari BGSMCS, FU, Berlin, Jerman. Dari Nu Online:
nu.or.idPKB Kab Tegal Ubudiyah, Santri, Khutbah PKB Kab Tegal