Minggu, 27 Januari 2013

Dedi Mulyadi: Belajar Agama di Internet, Nafsunya Lebih Besar dari Ilmunya

Purwakarta, PKB Kab Tegal. Di era perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat, sebagian masyarakat dan kelompok lebih gandrung belajar agama di internet ketimbang belajar langsung kepada guru maupun kiai yang ahli di bidangnya.

Dedi Mulyadi: Belajar Agama di Internet, Nafsunya Lebih Besar dari Ilmunya (Sumber Gambar : Nu Online)
Dedi Mulyadi: Belajar Agama di Internet, Nafsunya Lebih Besar dari Ilmunya (Sumber Gambar : Nu Online)

Dedi Mulyadi: Belajar Agama di Internet, Nafsunya Lebih Besar dari Ilmunya

Hal itu menjadi perhatian Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi saat menyampaikan sambutan dalam pembukaan kegiatan Bahtsul Masail Pra-Munas dan Konbes NU 2017, Jumat (10/11) di Pondok Pesantren Al-Muhajirin 3 Purwakarta, Jawa Barat.

Kang Dedi, sapaan akrabnya, menyayangkan ketika seseorang ingin mendalami agama tetapi tidak kenal madrasah dan pesantren. Konten-konten agama di internet akhirnya seolah menjadi rujukan kebenaran tunggal.

“Belajar agamanya di internet, nafsunya lebih besar dari ilmunya. Ketemu ayat sepotong karena yang ngomong doktor dipercaya sebagai kebenaran,” jelas Kang Dedi yang pada kesempatan itu lengkap mengenakan peci, sarung, dan baju putih.

PKB Kab Tegal

Menurutnya, harus ada pola strategi dakwah di dalam tubuh NU sendiri dalam menyikapi perkembangan teknologi. Namun, Dedi tidak memungkiri dakwah NU melalui santri dan kiainya saat ini sudah masif di dunia maya memberikan pencerahan-pencerahan.

“Pak Said sekarang mempunyai Facebook Teras Kiai Said, ada Gus Mus, ada PKB Kab Tegal yang memberikan perimbangan-perimbangan informasi,” ucapnya.

PKB Kab Tegal

Menurutnya, semangat NU adalah semangat keindonesiaan yang mengikuti perkembangan zaman dengan tetap menjaga tradisi dan budaya. Indonesia modern, katanya, sudah ada sejak alama.

“Spirit keberadaban Indonesia sesungguhnya menjadi spirit peradaban di dunia,” terang pria yang menjadikan seni, tradisi, dan budaya lokal sebagai spirit pengelolaan pemerintahannya di Purwakarta.

Ia pun mendorong kepada warga NU agar tidak hanya berdakwah di madrasah, majelis taklim, dan pesantren. Menurutnya, orang NU harus ada di pabrik, kantor, dan tempat-tempat umum lain untuk mewarnai Indonesia dengan Islam yang ramah.

“Karena kalau enggak, dakwah di tempat-tempat tersebut akan diisi oleh kelompok-kelompok lain,” tandas Kang Dedi dalam kegiatan bertema Mencari Jalan Keluar Kesenjangan Ekonomi dan Radikalisme Agama ini. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Habib, AlaNu PKB Kab Tegal

26 Ancab Muslimat NU Gelar Konferensi

Jember, PKB Kab Tegal. Dua puluh enam Kepengurusan Anak Cabang (Ancab) Muslimat NU se-Kabupaten Jember akan menggelar konferensi menyusul habisnya masa kepengurusan Ancab yang ada. Menurut salah seorang pengurus Muslimat NU Jember, Wiwik Masrukhah, jadwal konferensi Ancab dimulai 5 September dan berakhir  25 Januari 2015.

26 Ancab Muslimat NU Gelar Konferensi (Sumber Gambar : Nu Online)
26 Ancab Muslimat NU Gelar Konferensi (Sumber Gambar : Nu Online)

26 Ancab Muslimat NU Gelar Konferensi

Dari 26 Ancab yang ada, 80 persen sudah menggelar konferensi, dan sudah terbentuk kepengurusan baru. “Ya, saya lihat teman-teman di Ancab sangat antusias menggelar konferensi, karena selain memilih pengurus  baru, konferensi juga menyusun agenda-agenda lima tahun berikutnya,” tukas Wiwik saat menghadiri konferensi Ancab Muslimat NU Panti, kemarin (4/12).

Wiwik menambahkan, Muslimat NU ke depan titik tekannya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sebab, selama ini biang pemberdayaan masyarakat masih kurang mendapat perhatian. Dikatakannya, Muslimat NU dengan seluruh jaringanya di tingkat Anak Cabang  dan Ranting sesungguhnya mempunyai potensi ekonomi yang besar, namun kurang dimaksimalkan.

PKB Kab Tegal

“Nah, kami kedepan bermimpi untuk mencoba memberdayakan ekonomi muslimat NU dengan menjadikan Ancab sebagai penggerak di tingkat kecamatan. Kami akan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk mengadakan pelatihan, misalnya,” jelasnya.

PKB Kab Tegal

Kendati demikian, kata Wwik, isu-isu kekinian soal keagamaan juga menjadi perbincangan dalam konferensi di sejumlah Ancab Muslimat NU. Misalnya soal Islam aliran keras yang saat ini begitu agresif bergerak di masyarakat, dan cukup mengancam keberlangsungan faham Aswaja.

“Ibu-ibu muslimat juga sepakat untuk membentengi diri dan umat dari pengaruh paham-paham yang tidak benar itu,” ucap Wiwik, yang ditugaskn untuk memantau Konferensi Ancab Muslimat NU itu. (Aryudi A. Razaq/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Budaya, Cerita PKB Kab Tegal

Jumat, 25 Januari 2013

Perlu ada Rumusan Strategis Islam Nusantara

Jombang, PKB Kab Tegal. Tema Islam Nusantara, yang diusung oleh Nahdlatul Ulama dalam Muktamar ke-33 di Jombang, memang telah menjadi isu utama dalam kajian Islam di Indonesia. Akan tetapi, banyak warga Muslim di negeri ini, yang masih belum memahami Islam Nusantara. Untuk itu, perlu ada kajian mendalam tentang konsep Islam Nusantara sekaligus rumusan strategis untuk menindaklanjuti konsep ini.?

Perlu ada Rumusan Strategis Islam Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)
Perlu ada Rumusan Strategis Islam Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)

Perlu ada Rumusan Strategis Islam Nusantara

Demikian kesimpulan yang dihasilkan dalam bedah buku “Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan”, di Universitas Hasyim Asy’arie, Selasa (4/8).

Hadir bedah buku ini, yakni Akhmad Sahal (Wakil Ketua PCI NU Amerika Serikat), Candra Malik (Budayawan), Yenny Wahid (Direktur The Wahid Institute), dan Keen Miichi (Associate Professor Iwate University, Jepang). Buku ini diedit oleh Akhmad Sahal (Wakil Ketua PCI NU Amerika Serikat) dan Munawir Aziz (Peneliti Muda). Dalam buku ini, memuat beberapa tulisan para tokoh lintas organisasi, terutama NU dan Muhammadiyah: KH. Abdurrahman Wahid, KH. Sahal Mahfudh, KH. Musthofa Bisri, KH. Said Aqil Siroj, serta Prof. Amin Abdullah, Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan Prof. Dr. Din Syamsuddin. Selain beberapa nama itu, ada beberapa peneliti muda yang mengusung tema Islam Nusantara dalam riset-riset mutakhirnya.

Akhmad Sahal mengungkapkan bahwa Islam Nusantara itu tidak hanya milik salah satu organiasasi masyarakat saja. “Islam Nusantara sejatinya tidak hanya milik Nahdlatul Ulama, akan tetapi juga milik Muhammadiyah. Tentu saja, ini menjadi penting karena karakter utama dalam kesamaan visi tentang kebangsaan, kedua ormas ini memiliki kesamaan. Jika dirunut, Gus Dur menjadi milestone dalam memberikan perspektif utama Islam Nusantara,”terang Sahal.?

PKB Kab Tegal

Editor buku, Munawir Aziz, menegaskan bahwa konsep Islam Nusantara perlu dikawal agar menjadi gerakan yang memberikan pemahaman moderat, toleran dan keadilan dalam memahami Islam.?

PKB Kab Tegal

“Perlu ada komitmen PBNU ke depan, untuk mengusung Islam Nusantara, sekaligus merancangkan rel eksekusi yang kongkret. Ini juga penting, karena sejalan dengan momentum satu abad Nahdlatul Ulama. Selain itu, NU dan Muhammadiyah juga perlu kerjasama untuk meneguhkan Islam Nusantara yang bernafas konsep Islam berkemajuan. Keduanya tidak untuk dipertentangkan, akan tetapi menyatukan umat. Perlu ada rumusan strategis tentang Islam Nusantara,”terang Munawir ketika dimintai keterangan oleh wartawan.?

Budayawan Candra Malik, menegaskan bahwa Islam Nusantara itu asyik, yang memberikan pandangan lentur dalam beragama. “Islam Nusantara menjadi penting untuk dipahami oleh sebanyak mungkin warga, karena akan menjadikan kita santun, ramah dan damai. Islam Nusantara itu member ruang bagi tradisi dan seni,” terang Candra Malik. Red: Mukafi Niam?

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal News, Berita, Warta PKB Kab Tegal

Minggu, 06 Januari 2013

NU, NKRI dan MP3EI: Catatan Masalah Aktual

Tak perlulah ditanya lagi seberapa besar komitmen NU terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam setiap forum muktamar dan Konbes/Munas Alim-ulama, komitmen ini tak pernah dibatalkan sebaliknya makin ditegaskan.

Saking cintanya Indonesia, para kiai dan kaum nahdliyin di kampung-kampung biasanya menyelipkan dalam pembukaan pengajian tahlilan atau dalam peringatan hari besar Islam, bahwa cinta tanah air adalah bagian dari keimanan seorang muslim. Habib Muhammad Lutfi, pimpinan Perkumpulan Tarikat NU kemana-mana selalu bilang: bobot kecintaan pada bangsa, tergantung kecintaan pada tanah airnya.

NU, NKRI dan MP3EI: Catatan Masalah Aktual (Sumber Gambar : Nu Online)
NU, NKRI dan MP3EI: Catatan Masalah Aktual (Sumber Gambar : Nu Online)

NU, NKRI dan MP3EI: Catatan Masalah Aktual

Meski begitu, kesetiaan pada negara tak berarti melemaskan daya kritis. NU tak pernah skeptis (ragu) pada negara yang diperlukan untuk memelihara ketertiban dan mewujudkan kesejahteran  rakyat. Sering-seringnya NU menjewer atau mencubit baik secara halus, tertutup atau buka-bukaan, keras maupun lunak, mengenai ketidakbecusan pemerintah yang telah terpilih mengurus rakyatnya. Malah kalau yang terakhir ini tidak dilakukan, bisa dicurigai ada anomali, ada penyimpangan besar di dalamnya. Makanya, dalam setiap muktamar atau Konbes/Munas Alim-Ulama selalu ada pembahasan fiqh aktual untuk merespon persoalan kehidupan ekonomi dan sosial-politik nasional.

PKB Kab Tegal

Perlu diakui, amat jarang (bukan berarti tak pernah!) forum-forum resmi NU membahas/merespon satu atau lebih kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Biasanya dominan soal ibadah atau bab muamalah. Sebagai pengecualian –maaf, kalau keliru—hanya Konbes/Munas Alim-Ulama di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon 2012 lalu yang menguji (secara fiqhiyyah) sejumlah kebijakan pemerintah yang menonjol yang sangat merugikan rakyat dan dianggap mengancam ketahanan sosial-ekonomi bangsa. Diantaranya: (1) masalah aset dan keuangan negara; (2) sumberdaya alam dan kekayaan negara; (3) sumberdaya air dan pangan nasional; dan (4) liberalisasi pendidikan.

Memang ini baru sebatas kajian keagamaan, dan masih perlu tindak lanjut lewat aneka upaya hukum formal dan para ahli hukum yang mensuplai argumentasi hukum sesuai mandat konstitusi. Dan rasa-rasanya bagian ini  bisa diserahkan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) yang punya sarjana hukum berlimpah atau Lembaga Bantuan Hukum di bawah NU bergandengan dengan lembaga-lembaga bantuan hukum rakyat lain yang sudah ada untuk menopang tindakan-tindakan legal yang diperlukan.

PKB Kab Tegal

Betapapun ada keterbatasan, nampaknya upaya hukum ini salah satu (!) jalan utama, setelah rakyat banyak kecolongan atas munculnya aneka kebijakan pemerintah (produk hukum dan perundangan-undangan) yang tak berpihak kepada rakyat. Mulai dari UU Migas, UU Minerba hingga soal penaikan harga gas LPG baru-baru ini. Sudah bukan rahasia lagi di negeri ini, aneka kebijakan strategis yang berpengaruh besar terhadap hajat hidup orang banyak dibuat tanpa lebih dulu konsultasi dengan rakyat. Kebijakan itu dirancang di lingkaran elit pemerintah dan dibahas bersama anggota DPR yang kita tahu konsesi-konsesi politik diantara mereka sendiri kerapkali lebih menentukan hasil akhir ketimbang aspirasi masyarakat.

Padahal konsultasi-konsultasi macam itu sebetulnya mudah saja dilakukan --jika pemerintah mau-- lewat ormas keagamaan yang sudah ada seperti PBNU, PP Muhammadiyah, PGI, Hindu dan Budha, dan masyarakat adat serta serikat buruh dan petani, dan LSM-LSM “Non-Pembangunan” (Istilah ini mungkin rancu digunakan karena keterbatasan bahasa, untuk membedakannya dengan LSM yang [di]hadir[kan] semata untuk melegitimasi kebijakan). Sayang sekali, selama ini kelompok-kelompok utama ini selalu diabaikan dan hanya diperankan sebagai “pemadam kebakaran” atau mirip aparatus “penjinak bom” saat terjadi konflik sosial, baik lewat manajemen konflik maupun kajian perdamaian (peace studies) dimana akhir-akhir ini dua bidang ini laku keras di pasar akademik.

Kita perlu menyebut salah satu kebijakan strategis tanpa konsultasi publik ini adalah MP3EI. Panjangnya: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Dibuat atas dasar Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 (tentu saja didasarkan pada masukan dari lembaga-lembaga kerjasama multilateral-regional maupun global sebelumnya), secara pelan namun pasti ia telah diintegrasikan ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional melalui RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah). Tiba-tiba saja kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini melesat seperti peluru kendali yang menentukan arah dan isi kebijakan dari pusat hingga daerah ke tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Kita tak pernah mendengar, misalnya PBNU dan lainnya diajak bicara, mengkaji, dan mendalami sedari awal aspek-aspek kebijakan tersebut dari sudut pandang ketahanan sosial, ekonomi dan politik jangka panjang, serentak pula segala dampaknya pada kedaulatan nasional. Padahal sangat masuk akal bila ormas dan organisasi sosial keagamaan lain dimintai pertimbangan baik menyangkut paradigma pembangunan yang diusung pemerintah maupun arah kebijakan itu bagi pemenuhan amanat konstitusi “memajukan kesejahteraan bersama dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Jangan-jangan benar, seperti yang diutarakan oleh banyak pengkaji kebijakan, bahwa MP3EI mirip dengan sistem pembangunan kolonial. Yakni  mengeruk kekayaan Sumber Daya Alam di daerah tertentu (satu sisi) untuk dikumpulkan di daerah lain (sisi lain). Dari luar Jawa disedot ke Jawa, (Jabodetabek) dengan memberi kemudahan yang kian besar terhadap pelaku ekonomi luar negeri dengan adanya fasilitasi liberalisasi perdagangan yang eksplisit disebutkan dalam konsep tersebut

Belum lagi orientasinya yang hanya mengejar angka pertumbuhan, sektor pertanian, UMKM, dan koperasi secara sistematis ditinggalkan karena fokus pembangunan infrastruktur diorientasikan ke sektor lain. Pelaku ekonomi yang dilirik pun adalah BUMN, BUMD, dan swasta besar (asing dan dalam negeri). Akibatnya, MP3EI malahan akan memperdalam ketimpangan antar-daerah, kesenjangan sosial-ekonomi dan kerusakan lingkungan. Sehingga kebijakan ini menciptakan “bom waktu” yang bisa menjadi ledakan konflik sosial akibat perebutan sumberdaya alam di segala lini.

Sudah jelas “bom waktu” kebijakan itu sebenarnya ditanam sendiri oleh pemerintah, dengan risiko yang akan ditanggung orang lain atau bersama-sama (karena itu studi manajemen risiko menjadi penting!), dengan tuduhan “anti-pembangunan”. Sebutan itu bisa berubah-ubah dari “antek komunis”, “anti-negara” sampai “gerombolan teroris” menyesuaikan situasi yang diaduk-aduk media massa yang dialamatkan kepada para penentang baik mereka yang berasal dari rakyat jelata, aktivis/intelektual maupun para kiai lokal. Lalu, seperti yang terjadi sudah-sudah, secara cepat konflik itu akan dipelajari, dinilai dan juga disiarkan lewat media massa (dalam negeri maupun luar negeri) sebagai konflik horizontal yang memperhadapkan rakyat kecil vs rakyat kecil, kiai vs kiai, kiai vs komunis, kristen vs islam, radikal vs moderat, syiah vs ahlussunnah, dan seterusnya.

Di sini kelihatan sekali, menjaga isi dan arah NKRI jauh lebih rumit ketimbang komitmen itu sendiri terhadap teritori. TNI memang punya peran penting untuk menjaga pertahanan teritori. Namun isi dan arahnya amat ditentukan oleh kebijakan sosial, ekonomi dan politik yang disusun atas kehendak dan kepentingan rakyat. Untuk itulah negara ada, pemerintah dipilih. Sebelum maupun sesudah lahir, NU tak pernah meragukan hal itu. Yang pasti tidak dikehendakinya adalah bila “NKRI harga mati” mesti dibayar dengan tumbal penjajahan ekonomi dan pemiskinan abadi (al-ifqor al-mustadamah). Wallahu a’lam bisshowab! (MH Nurul Huda)

Penulis adalah Pengurus Pusat Lembaga Talif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama.

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Nahdlatul Ulama PKB Kab Tegal

Sabtu, 05 Januari 2013

Diperlukan Orang Alim Melek Internet

Temanggung, PKB Kab Tegal. Pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salafi Tegalrejo, Magelang, Jawas Tengah KH. Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) menegaskan, era milenial seperti ini, dakwah harus berkonversi di internet. Hal itu disebabkan Indonesia saat ini membutuhkan orang alim sekaligus melek internet untuk mengawal dan mempemertahkan Pancasila. 

Demikian diungkapkannya dalam seminar bertema Mempertahankan Nilai Pancasila di Era Milenial melalui Literasi, Sabtu, (25/11) di gedung Graha Bumi Phala Temanggung.

Diperlukan Orang Alim Melek Internet (Sumber Gambar : Nu Online)
Diperlukan Orang Alim Melek Internet (Sumber Gambar : Nu Online)

Diperlukan Orang Alim Melek Internet

"Baru-baru ini kita dikejutkan dengan beberapa insiden besar yang langsung tersebar di luasnya dunia. Ini lah yang terjadi, bahwa teknologi menguasai dunia yang bisa bermanfaat dan memiliki madharat," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Gus Yusuf, kita dituntut untuk memilih dan memilah bagaimana tantangan ini datang.

Hari ini, katanya, tidak hanya butuh orang alim, namun kita juga butuh orang alim dan paham tentang situasi saat ini dan bisa menghadapi dengan cara-cara yang kekinian.

PKB Kab Tegal

"Dakwah hari ini tidak cukup dengan door to door dan dalam mimbar. Tapi juga lewat teknologi internet. Kita boleh mengikuti arus zaman tapi jangan lupa kaki kita berpijak pada tanah air," lanjut Gus Yusuf pada acara yang digelar Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) GRIP STAINU Temanggung.

Dalam konteks mempertahankan nilai-nilai Pancasila, katanya, ukhuwah wathaniah juga penting.

"Maka dari itu Pancasila adalah kado terbesar bangsa ini. Mempertahankan kesatuan lebih baik daripada melakukan perpecahan," bebernya. 

PKB Kab Tegal

Menjaga Pancasila sebagai ideologi bangsa saat ini adalah keharusan.

"Dalam era ini, kebebasan memiliki batasan-batasan dan asal tidak melanggar ideologi atau syariat salah satunya," tukasnya.

Gus Yusuf juga menjelaskan dalam menggunakan teknologi membutuhkan kecerdasan yang arif. Maka dari itu lah, literasi digital yang berkaitan dengan internet, siber, komputer, harus dikuasi santri, kiai dan umumnya mahasiswa dan Nahdliyin. 

Selain ratusan peserta, hadir pula Ketua Umum LPM Grip Almaksirun, Ketua STAINU Temanggung Drs. H. Moh. Baehaqi, M.M., dan Kapolres Temanggung Maesa Soegriwo yang diwakilkan Wakapolres dan dosen serta civitas akademika STAINU Temanggung. (Dama/Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Kajian PKB Kab Tegal

Kamis, 03 Januari 2013

Kekerasan Sebabkan Partisipasi Pembangunan dari Perempuan dan Anak Rendah

Jombang, PKB Kab Tegal. Meskipun dikenal sebagai kota santri, tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jombang Jawa Timur lumayan tinggi. Dibutuhkan partisipasi semua pihak, termasuk Muslimat NU untuk menanggulanginya. Nyai Hj Mundjidah Wahab mengemukakan, penting bagi kita semua bergandeng tangan untuk peduli dan ikut menyelesaikan persoalan ini.

Penjelasan tersebut disampaikan Nyai Mundjidah, sapaan akrabnya ketika membuka sosialisasi kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diselenggarakan di kantor setempat, jalan Juanda Jombang, Kamis (15/9).

Kekerasan Sebabkan Partisipasi Pembangunan dari Perempuan dan Anak Rendah (Sumber Gambar : Nu Online)
Kekerasan Sebabkan Partisipasi Pembangunan dari Perempuan dan Anak Rendah (Sumber Gambar : Nu Online)

Kekerasan Sebabkan Partisipasi Pembangunan dari Perempuan dan Anak Rendah

"Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan rintangan terhadap keberhasilan pembangunan karena korban menjadi tidak percaya diri," kata Wakil Bupati Jombang tersebut. Akibat kekerasan, partisipasi perempuan di tingkat sosial menjadi rendah, termasuk berkurangnya otonomi pada masalah kesehatan, ekonomi, politik dan budaya, lanjutnya.

Sedangkan salah seorang pemateri, Siti Rofiah mengemukakan bahwa data di Womens Crisis Center (WCC) Jombang menunjukkan bahwa sejak Januari hingga Agustus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 35 kasus.

PKB Kab Tegal

"Saat ini banyak dihadapi berbagai kasus tindak kekerasan yang korbannya adalah anak dan perempuan," kata aktifis bidang advokasi di WCC Jombang ini. Tingginya angka tersebut menjadi persoalan bagi semua pihak untuk turut bertanggung jawab mencari solusi.?

"Salah satu solusinya adalah bekerjasama dengan aktifis Muslimat NU sebagai ormas perempuan yang di dalam kepengurusannya juga terdapat ibu nyai," kata dosen Universitas Hasyim Asyari Tebuireng ini.

Dengan terobosan tersebut diharapkan mampu meminimalisir dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jombang. "Sehingga dalam pengajian maupun ceramah yang disampaikan ibu nyai bisa menyinggung tentang apa itu kekerasan, mengapa korban kekerasan cenderung dialami kelompok rentan yakni anak dan perempuan," terangnya. Juga yang tidak kalah penting bagaimana mencari solusi atas kekerasan yang ada, lanjutnya.

PKB Kab Tegal

Di akhir penjelaan, Siti Rofiah cukup prihatin lantaran di antara mereka yang melakukan adalah mengetahui dan sadar dengan tindakan kekerasan tersebut. "Para Pelakunya justru mengetahui dan pernah melakukannya," pungkasnya. Kegiatan ini diikuti oleh 21 Pimpinan Anak Cabang Muslimat se-Jombang. (Ibnu Nawawi/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal AlaNu, Amalan PKB Kab Tegal