Jumat, 31 Mei 2013

Pelajar NU Al-Abror Berbagi Santunan untuk Yatim MTs Setempat

Pamekasan, PKB Kab Tegal. Pimpinan Komisariat IPNU dan IPPNU Al-Abror Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan menaruh kepedulian tinggi terhadap sesama rekanita yang tergolong yatim. Mereka mengumpulkan dana dari para siswa-siswi MTs Al-Abror guna diberikan kepada rekanita Rizkiyah, Sabtu (9/1).

Pelajar NU Al-Abror Berbagi Santunan untuk Yatim MTs Setempat (Sumber Gambar : Nu Online)
Pelajar NU Al-Abror Berbagi Santunan untuk Yatim MTs Setempat (Sumber Gambar : Nu Online)

Pelajar NU Al-Abror Berbagi Santunan untuk Yatim MTs Setempat

Ketua IPPNU Al-Abror Riris Sakinah menegaskan, rekanita Rizkiyah merupakan siswi kelas VII MTs Al-Abror yang ditimpa musibah. Ia kini tergolong yatim karena beberapa hari yang lalu ayahnya meninggal dunia.

"Jadi rekan-rekanita IPNU-IPPNU Al-Abror mengumpulkan sedikit dana untuk membantu teman kita itu. Ia bertempat tinggal di Dusun Kendal, Blumbungan. Ini sebagai ungkapan belasungkawa dan duka cita," kata kader IPPNU lainnya, Mutiah Febrianti Azizy.

PKB Kab Tegal

Selaku Pengasuh Pesantren Al-Abror KH Syatibi Sayuthi mengaku sangat terharu dengan kepedulian pengurus IPNU-IPPNU Al-Abror.

PKB Kab Tegal

Menurutnya, langkah mereka merupakan perwujudan dari spirit kenabian yang peduli kasih terhadap sesama apalagi terhadap yatim piatu. (Hairul Anam/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Sholawat, Khutbah PKB Kab Tegal

Senin, 20 Mei 2013

Ngabuburit di Situs Liangan, Permukiman Zaman Mataram Kuno

Wonosobo, PKB Kab Tegal. Situs Liangan terletak di lereng timur laut Gunung Sindoro, tepatnya di dusun Liangan Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Dari arah pertigaan Ngadirejo hanya sekitar 3 km, yaitu melalui jalur alternatif yang menuju kawasan Wonosobo dan Dieng. Sampai desa Purbosari akses jalan relatif bagus ditempuh. Hanya mulai gerbang desa hingga lokasi situs, selain cukup menanjak, juga jalanan masih berbatu. ? ? ?

Ngabuburit di Situs Liangan, Permukiman Zaman Mataram Kuno (Sumber Gambar : Nu Online)
Ngabuburit di Situs Liangan, Permukiman Zaman Mataram Kuno (Sumber Gambar : Nu Online)

Ngabuburit di Situs Liangan, Permukiman Zaman Mataram Kuno

Berdasarkan pantauan PKB Kab Tegal Jumat (24/6), yang menarik adalah sikap warga atau penduduk Liangan Purbosari sendiri sebagaimana juga umumnya desa-desa di Kabupaten Temanggung yang masih tetap mencirikan karakteristik orang Jawa tulen. Terutama Sikap ramah dan kehalusan tutur kata yang begitu kentara. Ketika sudah memasuki areal dusun Liyangan Purbosari, meski sama-sama tidak kenal tapi sangat tidak enak bila pengunjung tidak menyapa warga setempat yang kebetulan dilewati di jalan.?

Bahkan tidak jarang warga setempat yang akan mulai menyapa dengan bahasa Jawa kromo madyo yaitu bahasa jawa halus tingkat menengah yang sering digunakan salah satunya kepada orang yang belum dikenal. Jika sudah saling sapa segera suasana kekeluargaan dan keakraban akan tercipta. Entah hanya basa-basi atau sungguhan, umumnya mereka akan mengajak mampir, singgah ke rumah mereka.

Karena situs liangan ini belum dibuka atau dijadikan sebagai obyek wisata, tidak ada tarikan tarif karcis masuk bagi pengunjung. Hanya sekitar belasan orang saja yang sedang berkunjung di situs tersebut. Itu saja sebagian karena kebetulan mereka waktu itu sedang melewati kawasan ini. Begitu pula area situs masih asli, belum ada proyek bangunan tertentu untuk menarik minat pengunjung. Di sekeliling area situs selain terdapar rerimbunan pohon bambu, merupakan lahan pertanian warga yang ditanami seperti tembakau, cabai dan lain sebagainya. ? ?

PKB Kab Tegal

Berdasarkan laporan dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang terpampang di salah satu lokasi, Situs Liangan ditemukan pertama kali pada akhir tahun 2008 ketika penambang pasir menemukan struktur talud yang dibangun dari dari batu-batu persegi, komponen candi, artefak dan arca. Pada awal tahun 2009 balai arkeologi Yogyakarta melakukan peninjauan berdasarkan laporan tersebut. Beberapa data tambahan yang ditemukan pada kegiatan peninjauan tersebut adalah sebaran yoni dan batu candi di atas talud, fragmen kermik, serta talud boulder yang menempel di dinding talud kubus batu.

Pada pertengahan 2010 ditemukan bangunan candi oleh penambang di seberang kali liangan. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian yang menghasilkan gambaran bahwa situs liangan memiliki komponen permukiman lengkap, meliputi aspek hunian, peribadatan, serta pertanian. Data yang mengejutkan ialah ditemukannya arang sisa kayu yang merupakan bagian dari bangunan rumah. Dalam kesimpulannya, hasil penelitian tersebut menyatakansitus liangan sebagai situs permukiman masa mataram kuno dari abad 8-10 Masehi. Hal ini didukung oleh umur relatif gaya profil kaki bangunan candi, keramik cina, usia arang bambu (971 m), dan arang kayu (742 m). (M. Haromain/Fathoni)

PKB Kab Tegal

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Nahdlatul Ulama, Kyai, Daerah PKB Kab Tegal

Minggu, 12 Mei 2013

Mbah Kholil, Orang Arab, dan Macan Tutul

Alkisah, seseorang berkebangsaan Arab berkunjung ke Pesantren Kedemangan, Bangkalan, Jawa Timur. Masyarakat Madura menyebutnya habib. Kala itu, Syaikhona KH Muhammad Kholil sedang memimpin jamaah sembahyang maghrib bersama para santrinya.

Usai menunaikan shalat, Mbah Kholil pun menemui para tamunya, termasuk orang Arab ini. Dalam pembicaraan, tamu barunya ini menyampaikan sebuah teguran, “Tuan, bacaan al-Fatihah Antum (Anda) kurang fasih.” Rupanya, sebagai orang Arab, ia merasa berwenang mengoreksi bacaan shalat Mbah Kholil.

Setelah berbasa-basi sejenak, Mbah Kholil mempersilakan tamu Arab itu mengambil wudhu untuk melaksanakan sembahyang maghrib. “Silakan ambil wudhu di sana,” ucapnya sambil menunjuk arah tempat wudhu di sebelah masjid.

Baru saja selesai wudhu, si orang Arab tiba-tiba dikejutkan dengan munculnya seekor macan tutul. Dengan bahasa Arab yang fasih, ia berteriak dengan maksud mengusir si macan. Kefasihan bahasa Arabnya tak memberi pengaruh apa-apa. Binatang buas itu justru kian mendekat.

Mbah Kholil, Orang Arab, dan Macan Tutul (Sumber Gambar : Nu Online)
Mbah Kholil, Orang Arab, dan Macan Tutul (Sumber Gambar : Nu Online)

Mbah Kholil, Orang Arab, dan Macan Tutul

Mendengar keributan di area tempat wudhu, Mbah Kholil datang menghampiri. Mbah Kholil paham, macan tutul itu lah sumber kegaduhan. Kiai keramat ini pun melontarkan sepatah dua patah kata kepada macan. Meski tak sefasih tamu Arabnya, anehnya, sang macan langsung bergegas pergi.

Orang Arab itu akhirnya mafhum, kiai penghafal al-Qur’an yang menguasai qiraat sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an) ini sedang memberi pelajaran berharga untuk dirinya. Nilai ungkapan seseorang bukan terletak sebatas pada kefasihan kata-kata, melainkan sejauh mana penghayatan atas maknanya.

 

PKB Kab Tegal

Mahbib Khoiron

Sumber: wiki.aswajanu.com

Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal

PKB Kab Tegal Budaya, News, Olahraga PKB Kab Tegal

Selasa, 07 Mei 2013

Hukum Keluar Rumah ketika Terjadi Gempa

Assalamu ’alaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang kami hormati. Belum lama ini Aceh kembali mengalami musibah gempa bumi. Banyak saudara-saudara kita yang menjadi korban dan mengalami kerugian yang cukup besar.

Dalam benak kami tersirat pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya pandangan para ulama terutama ahli fikih pada masa dulu dalam menanggapi gempa bumi.

Hukum Keluar Rumah ketika Terjadi Gempa (Sumber Gambar : Nu Online)
Hukum Keluar Rumah ketika Terjadi Gempa (Sumber Gambar : Nu Online)

Hukum Keluar Rumah ketika Terjadi Gempa

Kami tidak akan menanyakan soal shalat gempa karena itu sudah banyak penjelasan dari para ulama. Namun kami akan bertanya yang lebih spesifik seperti soal hukum keluar rumah atau gedung ketika terjadi gempa bumi dalam pandangan fikih? Demikian pertanyaan yang kami ajukan, dan mohon maaf jika terkesan mengada-ada. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Faishal/Garut)

PKB Kab Tegal

Jawaban

Assalamu ’alaikum wr. wb.

PKB Kab Tegal

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah. Gempa bumi adalah peristiwa alam yang menimbulkan ketakutan luar biasa. Namun di samping itu, gempa bumi juga merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT.

Di antara gempa bumi yang tercatat dalam sejarah Islam adalah gempa bumi yang menimpa kota Madinah pada masa khalifah Umar bin Al-Khattab RA. Setelah gempa berlalu beliau keluar dan berdiri di hadapan penduduk Madinah seraya berkata sebagai berikut ini.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Wahai penduduk Madinah, alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan. Demi Allah jika gempa itu kembali lagi niscaya aku akan keluar di antara kalian,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahihil Bukhari, Saudi Arabia, Maktabah Ar-Rusyd, cet ke-2, 1423 H, juz III, halaman 26).

Selanjutnya mengenai keluar rumah ketika terjadi gempa bumi. Bahwa sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ketika ada gempa bumi dan kita berada di dalam gedung atau ruang maka keluar darinya menuju tanah yang lapang adalah keniscayaan. Ini adalah standar keamaan yang biasa diterapkan.

Namun persoalan ini menjadi menarik karena ditanyakan dari sudut pandangan? hukum fikih, karena memang jarang sekali orang menanyakan soal hukum keluar rumah ketika terjadi gempa menurur para fuqaha.

Sepanjang penelusuran kami di dalam kitab-kitab fikih, terutama di kalangan Madzhab Syafi’i, terdapat penjelasan yang setidaknya kami anggap memadai dan mencukup untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Misalnya dalam kitab Asnal Mathalib Syarhu Raudlatith Thalib karya Zakariya Al-Anshari terdapat keterangan yang menyatakan bahwa sunah keluar dari rumah menuju tanah lapang ketika terjadi gempa bumi. Pandangan ini adalah dikemukakan Al-‘Abbadi.

? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Dan disunahkan keluar rumah menuju tanah lapang pada saat terjadi gempa bumi. Demikian sebagaimana dikemukakan Al-‘Abbadi,” (Lihat Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlith Thalib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz I, halaman 288).

Yang dapat kami pahami dari keterangan yang terdapat dalam Asnal Mathalib tersebut adalah anjuran untuk menghindari dampak gempa bumi yang membahayakan. Bahkan dalam pandangan kami pribadi, keluar rumah dalam rangka menyelamatkan diri ketika terjadi gempa hebat menjadi wajib jika hal tersebut dimungkinkan.

Saran kami, pascagempa perbanyaklah istighfar, begitu juga bersedekah jika memang mampu. Ulurkan bantuan untuk saudar-saudara kita yang sedang tertimpa musibah, seperti yang terkena dampak gempa bumi.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran dari pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Mahbub Ma’afi Ramdlan)Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Nahdlatul PKB Kab Tegal

Sabtu, 04 Mei 2013

Jihad Membendung Hoax yang Meresahkan

Oleh Nasrullah Nurdin

Pada era globalisasi seperti sekarang ini geliat bertukar informasi dan literasi digital tak bisa dihentikan. Masyarakat seakan kecanduan dalam berselancar di dunia virtual itu. Membaca, men-share, meng-upadate, dan mem-posting/meng-upload suatu berita di dunia maya menjadi bagian dari rutinitas masyarakat dunia. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sudah tidak bisa dihentikan, ancaman perang informasi juga semakin dahsyat saja. Berita benar dan salah tak menjadi persoalan.

Jihad Membendung Hoax yang Meresahkan (Sumber Gambar : Nu Online)
Jihad Membendung Hoax yang Meresahkan (Sumber Gambar : Nu Online)

Jihad Membendung Hoax yang Meresahkan

Diakui atau tidak, perang informasi telah membawa implikasi yang luar biasa dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemanfaatan yang positif dari perkembangan teknologi informasi untuk membangun sistem dan tata nilai kehidupan manusia sudah banyak dirasakan. Namun, di sisi lain, dampak negatifnya tidak kalah besar dalam merusak karakter manusia yang juga berpotensi mengancam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta mudah untuk menghancurkan kedaulatan suatu negara dibandingkan perang fisik yang pernah mewarnai hubungan antar manusia di era Perang Dunia I dan Perang Dunia II maupun Perang Dingin. (Opini Harian PKB Kab Tegal, Jumat 13 Januari 2017, h. 8).

PKB Kab Tegal

Mengonsumsi berita juga perlu kita perhatikan. Asupan informasi yang baik tentu dapat membuat pikiran kita positif, pun sebaliknya dengan berita negatif dan provokatif, apalagi berita bohong atau informasi palsu (hoax). Berita hoax belakangan ini cukup meresahkan masyarakat. Pasalnya, tak hanya berita isu berskala lokal atau nasional, hoax bisa menyerang seluruh aspek kehidupan manusia. Isu agama, ekonomi, politik, kesehatan, dan isu lainnya tidak luput dari sasaran empuk pembuat hoax. Istilahnya, hoax ibarat bensin yang tersulut api, tidak hanya menyebar dengan cepat, tetapi juga mampu membakar apa saja yang ada di sekitarnya. Perumpamaan ini dirasa tak berlebihan karena banyak sekali orang yang sudah ‘terbakar habis’ karena hoax. Logikanya, orang awam setelah menerima hoax, tanpa pikir panjang mereka langsung menyebarkannya tanpa harus check and recheck terlebih dahulu. Apalagi, teknologi informasi, khususnya internet membuat penyebaran hoax menjadi lebih cepat dan masif. Media sosial menjadi salah satu sarana gratis yang sangat ampuh untuk menyebarkan hoax, mengingat sebagian masyarakat Indonesia memiliki akun media sosial (medsos).

Ironisnya, penyebaran hoax tak hanya dilakukan orang awam, tetapi juga banyak yang berasal dari kalangan akademisi. Ada adagium yang menyatakan jika berita bohong disebarkan terus-menerus dan masif, lambat laun akan dipercaya masyarakat sebagai sebuah kebenaran. Kecenderungan masyarakat Indonesia yang sangat responsif terhadap suatu fenomena merupakan peluang yang sangat mungkin dimanfaatkan orang tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan hoax. Di era sekarang ini siapa saja bisa menciptakan informasi dengan motif bermacam-macam. Berhati-hati dalam memercayai dan menyebarkan informasi (sharing information) adalah salah satu upaya preventif menghentikan mata rantai penyebaran hoax. (Harian PKB Kab Tegal, Jumat 13 Januari 2017, h. 9).

PKB Kab Tegal

(Baca: Peringatan Imam Syafi’i untuk yang Gemar Copy-Paste di Medsos)



‘Jihad’ Membendung Hoax



Padanan kata hoax (Inggris), dalam bahasa Arab adalah khad?’ah, khud’ah, dan hilah, dan makr yang berarti menipu dan mengolok-olok. Bila ditelusuri melalui Al-Qur’an, orang-orang yang memproduksi berita hoax ini pada umumnya adalah orang-orang munafik dengan tujuan merusak agama, adu domba, dan provokasi. Akar kata yang sama dengan khad?’ah dan khud’ah ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2]: ayat 9. Akan tetapi, didahului oleh pernyataan tentang iman yakni QS. Al-Baqarah [2]: ayat 8, dan dilanjutkan dengan menyebutkan motif memproduksi atau menyebarkan hoax itu sendiri, yaitu sakit hati, iri, dengki, dan ragu terhadap Islam.

Ini berarti bahwa pekerjaan memproduksi hoax dan menyebarkannya bukanlah pekerjaan orang beriman, meskipun kebanyakan mereka—yang memproduksi dan menyebar berita hoax itu—mengaku beriman seperti yang terdapat dalam QS Al-Baqarah [2]: ayat 8. Meski ada yang berpendapat bahwa berita hoax telah menyatukan umat Islam, persatuan itu tidak lain dari hasil kerja yang batil (salah atau keliru). Sesuatu yang dihasilkan dari usaha batil, tak akan pernah mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, hanya akan menuai keburukan. Adanya ayat ini, dapat dipahami sebagai isyarat bahwa dalam sejarah umat beragama, masalah hoax adalah lagu lama. Peringatan Tuhan pada manusia tentang berita hoax, yang telah ada sejak 14 abad silam—dan hingga hari ini masih sangat relevan—menunjukkan hoax selalu hadir dalam kehidupan masyarakat beragama untuk merusak kerukunan beragama dan menciptakan perang (war). (Opini Harian Umum Republika, Jumat 13 Januari 2017, h. 6).



(Baca juga: Berita Hoax dalam Lintasan Sejarah)


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa berita bohong (hoax) ini sudah pernah ada dalam lintasan sejarah Islam. Menurut Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Muchlis Muhamamad Hanafi yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta ini, menyebarluaskan berita bohong (hoax) merupakan dosa besar. Tindakan tersebut, ungkap Muchlis, akan menimbulkan fitnah yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.Dia menyebutkan Rasulullah SAW pernah menjadi korban hoax. Ini ketika istri Rasul, Siti Aisyah RA mendapat tuduhan berselingkuh. Menurut Muchlis, berita hoax tersebut sempat menggelinding liar di Madinah seperti disebutkan dalam Alquran surah an-Nur [24]: ayat ke-11 dan 12. Dalam istilah Al-Qur’an, berita hoax tersebut disebut dengan kata ‘Fâhisyah’ sebagaimana penegasan Al-Qur’an surah an-Nur [24]: ayat ke-19, yaitu sesuatu yang teramat keji. “Bahkan, terbilang dosa besar terbesar,” tulis penyabet gelar doktor di bidang tafsir dari Universitas al-Azhar, Kairo? Mesir ini.



(Baca juga: Haditsul Ifki (Hoax) di Masa Rasulullah SAW)


Muchlis mengutip hadits Rasul tentang bahaya hoax dari riwayat Bukhari. Hadits tersebut berbunyi: "Maukah kalian aku beritahu tentang sebesar-besar dosa besar? Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tua. Ketahuilah juga, termasuk perkataan/persaksian dusta/palsu.” Tak hanya terhenti di situ, imbuh Muchlis, Allah SWT menggandengkan dua larangan sekaligus yaitu larangan menyembah berhala yang najis dan larangan berkata dusta sebagaimana penegasan Alquran surah al-Hajj ayat ke-30. Dalam pandangan Muchlis, ini mengesankan dosa penyebar hoax berada sedikit di bawah dosa syirik. “Penyebar hoax, awas! Murka Tuhan menanti Anda di dunia dan akhirat (QS an-Nur:19),” tulis Muchlis yang juga Ketua Lajnah Pentashihan Mushaf Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini. (Source: Republika Online, Sabtu 14 Januari 2017 pukul 08.00 WIB).

Berita hoaxyang menimpa rumah tangga baginda Muhammad SAW, Ummul Mukminin Siti Aisyah RA dikenal dengan Haditsul Ifki (? ?)/yaitu berita bohong/gosip murahan. Disebutkan dalam QS An-Nur [24]: ayat 11-14. Dalam asbâbun nuzûl-nya dikisahkan bahwafitnah dan pemutarbalikan fakta alias kebohongan besar terjadi atas diri Aisyah sebagai akibat dari kebohongan berita yang disebarkan orang-orang munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.Dalam perang dengan suku Yahudi, Bani Musthaliq, yang populer dengan Perang Muraisi’, Nabi Muhammad membawa Ummul Mukminin Aisyah RA. Selesai perang, pasukan siap untuk pulang, sementara Aisyah RA ingin buang air, lalu beliau pergi menjauh dari pasukan. Selesai melaksanakan hajatnya, beliau menyadari bahwa manik-maniknya (perhiasan) jatuh, lalu berbalik lagi untuk mengambilnya. Ketika beliau kembali ke tempat semula, beliau mengetahui bahwa pasukan sudah berangkat, dan beliau tidak mungkin menyusul dengan berjalan kaki karena untanya ikut rombongan pasukan itu. Tidak ada orang yang menyadari bahwa Aisyah RA tertinggal.

Aisyah RA terpaksa hanya menunggu, tetapi sampai memasuki waktu malam tidak ada yang datang menjemput. Lalu seorang pemuda muslim bernama Shafwan bin Mu’atthal as-Sulami, yang memilih berangkat paling belakang, melihat adanya sosok perempuan, lalu ia mendekat. Karena sebelum perintah berhijab bagi istri-istri Nabi diturunkan, ia (Shafwan) pernah melihat Aisyah RA. Lalu ia pun tahu bahwa itu adalah Ummul Mukmini Aisyah RA. Ia berteriak sambil mengucapkan Inna lillah wa inna Ilayhi Roji’un, sehingga Aisyah terbangun. Shafwan bin Mu’atthal memerintahkan untanya berjongkok, dan Aisyah menaikinya, lalu mereka berdua menyusul pasukan yang lebih dulu berangkat. Mereka baru menemukan pasukan ketika pasuka tentara itu istirahat untuk berlindung dari terik panas matahari pada tengah hari berikutnya. Sesampainya di Madinah, berkembanglah rumor yang bersumber dari Abdullah bin Ubay bin Salul (tokoh munafik di Madinah), lalu Hassan bin Sabit (keponakan Nabi sebelum masuk Islam) dan Mistah (keponakan Abu Bakar), bahwa Aisyah RA berselingkuh dengan Shafwan bin Mu’attal. Nabi mendengar berita/gosip murahan/rumor itu terpengaruh dan tidak menegur Aisyah dan hanya berdoa kepada Allah untuk mendapat ampunan dari Allah SWT. Ayat ini menerangkan bahwa Allah mencela tindakan orang-orang mukmin yang mendengar berita bohong (hoax) itu yang seakan-akan mempercayainya. Mengapa mereka tidak menolak fitnahan itu secara spontan? Mengapa mereka tidak mendahulukan baik sangkanya (positive thinking)? Iman mereka, semestinya membawa mereka untuk berbaik sangka (husnuz zhan), dan mencegah mereka berburuk sangka kepada sesama mukmin. (Referensi: Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 6, Juz 16, 17, dan 18, Direktorat Jenderal Bimas Islam, Urusan Agama Islam dan Bimbingan Syariah (Urais) Kementerian Agama RI, 2012, h. 573-578). ?

Pentingnya Tabayun(Klarifikasi)

Berita bohong di era digital kini mencapai puncak kejayaannya. Berita yang lazim disebut hoax itu kerap tersebar di grup media sosial dari mulai Facebook, Instagram, Twitter, hingga Whatsapp. Hoax sebagaimana dipaparkan di atas adalah berita palsu yang diproduksi untuk tujuan menyerang orang atau kelompok tertentu. Berita bohong atau informasi palsu ini telah menggerus kaum intelek dan akademisi (sampai bergelar profesor dan doktor) serta melumpuhkan akal sehat kita hingga ke titik nadir. Bayangkan, kaum terpelajar yang semestinya memilah dan memilih berita terlebih dahulu bahkan harus kritis dalam menyerap informasi malah melahap mentah-mentah berita palsu dan menyebarkannya ke orang lain.

Di dalam Islam, orang beriman selayaknya mengklarifikasi berita yang sampai. Islam sebenarnya memiliki doktrin yang ketat untuk menghindari hoax. Allah SWT menyuruh kaum mukmin untuk meneliti dan mengonfirmasi berita yang datang kepadanya. Khususnya berita itu datang dari orang fasik. Berikut firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayun lah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.” (QS. Al-Hujurât [49]: ayat 6).M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah seperti dilansir Harian Umum Republika, Dialog Jumat 13 Januari 2017/14 Rabi’ul Akhir 1438 H, h. 4, bahwa ayat ke-6 ini merupakan salah satu ketetapan agama dalam kehidupan sosial. Kehidupan manusia dan interaksinya harus didasarkan pada hal-hal yang diketahui. Karena itu, dia membutuhkan pihak lain yang jujur dan berintegritas untuk menyampaikan hal-hal yang benar. Berita yang sampai pun harus disaring. Jangan sampai seseorang melangkah tidak dengan jelas atau dalam bahasa ayat di atas, yakni bi jahalah/ ? alias tidak tahu.

Oleh karena itu, penting bagi kita selaku pengguna media sosial dan internet untuk cerdas dan teliti dalam berbagi informasi. Jarimu, harimaumu. Mari bijak dalam bertukar informasi. Saring dulu sebelum sharing.

Penulis adalah staf Badan Litbang dan Diklat Kemenag; alumni Pascasarjana UIN Jakarta, penulis buku, dan pengurus Lembaga Falakiyah PW NU DKI Jakarta periode 2016-2020



Dari Nu Online: nu.or.id

PKB Kab Tegal Doa PKB Kab Tegal