Oleh Achmad Faiz MN Abdalla
Secara regulasi, desa nyaris dilupakan selama puluhan tahun. Desa tidak mampu menjadi kekuatan ekonomi karena perhatian pemerintah terhadap desa sangat terbatas. Data Kemendesa tahun 2015, dari seluruh desa di Indonesia yang berjumlah 74.093 desa, masih ada 39.086 desa (52,78 persen) yang masuk kategori desa tertinggal. Sementara data BPS menyebutkan, masih ada 10.985 desa yang belum memiliki Sekolah Dasar (SD). Adapun untuk pelayanan kesehatan dasar, masih ada 117 kecamatan yang belum memiliki Puskemas atau Puskesmas Pembantu.
 |
Pembangunan Desa dan Peran IPNU (Sumber Gambar : Nu Online) |
Pembangunan Desa dan Peran IPNU
NU yang berbasis di pedesaan sedikit banyak tentu terdampak dengan keadaan tersebut. Tidak dipungkiri, peran NU sangat besar dalam mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara. NU telah menjadi garda terdepan terhadap berbagai persoalan bangsa. Namun, peran NU dicemaskan tergerus seiring melemahnya soliditas dan daya tahan NU akibat kemiskinan struktural massa NU di pedesaan.
PKB Kab Tegal
Masa reformasi pun bergulir. Otonomi Daerah menjadi bagian penting agenda reformasi. Dalam perkembangannya, terbitlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang tersebut mengamanahkan paradigma baru dalam membangun desa sebagai bagian penting pembangunan nasional. Setelah berpuluh tahun dipunggungi, akhirnya desa mendapat penguatan yuridis. Hal itu pun dipertegas dengan Nawa Cita Presiden Jokowi, yakni membangun Indonesia dari pinggiran.
Komitmen Pemerintah telah ditunjukkan dengan adanya Dana Desa. Tahun 2016 ini, Dana Desa naik menjadi Rp 46,98 triliun. Ditambah Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Daerah, maka rata-rata setiap desa akan mengelola dana tidak kurang dari Rp 1 Milyar.
PKB Kab Tegal
Namun yang harus dipahami, selain Dana Desa, gerakan dan partisipasi masyarakat juga harus terbangun dengan baik. Menurut Marwan Jafar (2015), ada tiga prinsip yang harus diterapkan dalam membangun desa, yaitu
government, movement dan
culture. Artinya, dibutuhkan sinergi yang baik antara keseriusan pemerintah dengan gerakan masyarakat dalam membangun desa. Semua itu harus mengedepankan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.
Membangun partisipasi dan gerakan masyakarakat, harus dimulai dari pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa. Dalam teori ilmu hukum, pengetahuan masyarakat akan sebuah peraturan merupakan indikator tercapainya kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan tersebut. Karena itu, masyarakat minimal memahami hal-hal mendasar tentang kedesaaan, seperti kelembagaan desa, hak-hak masyarakat desa, pembangunan partisipatif, dan lainnya.
Sebagai contoh, seringkali masyarakat tidak mendapatkan laporan yang transparan mengenai hasil aset desa dan sumber Pendapatan Asli Desa (PADes) lain. Bahkan banyak aset desa yang tidak diatur di dalam Perdes (Peraturan Desa), sehingga pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat seringkali tidak terpenuhi dengan baik. Masyarakat desa umumnya hanya diam, karena tidak dibekali pengetahuan yang cukup. Dengan demikian, dibutuhkan pengetahuan yang baik agar terbangun partisipasi dan pengawasan masyarakat yang baik.
Peran IPNUNU secara sosiologis tentu bertanggung jawab terhadap penguatan unsur movement tersebut. Di samping karena berbasis di pedesaan, juga karena politik kebangsaan NU untuk mendukung pemerintah dalam program pembangunan nasional. Menurut Marwan Jafar, Resolusi Jihad yang ditelurkan dari pemikiran Kiai Hasyim Asyari harus dikontekstualisasikan dengan era pembangunan saat ini, yakni dengan membangun Indonesia dari desa-desa.
Sebagai salah satu badan otonom (banom) NU, IPNU tentu diharapkan berperan serta dalam penguatan gerakan masyarakat tersebut. Setidaknya, ada dua alasan mengapa IPNU harus mengambil peran strategis tersebut.
Pertama, membangun desa haruslah menjadi visi keindonesiaan, tidak sekadar visi pemerintah. Generasi muda harus dikenalkan perihal urgensi pembangunan desa sebagai salah satu dimensi penting pembangunan nasional. Harus ada ruang pemahaman bagi generasi muda, baik melalui pendidikan formal atau organisasi pelajar seperti IPNU. Dengan begitu, pembangunan desa tidak bersifat parsial, berhenti pada tatanan regulasi dan unsur
government, namun bersifat menyeluruh, dengan membangun kesadaran generasi muda sebagai upaya penting membangun partisipasi dan gerakan masyarakat.
Kedua, IPNU memiliki basis struktural yang menjangkau sampai ke tingkat ranting (desa). Tidak jelas, berapa jumlah riil IPNU ranting yang terdata. Namun umumnya, struktur IPNU hampir dapat ditemukan di setiap struktur ranting NU. Keadaan ini harus dimanfaatkan dengan baik. Terlebih, masih banyak desa yang tidak memiliki karang taruna sebagai lembaga pemberdayaan anak muda. Keberadaan IPNU tentu akan sangat membantu pemerintah dalam mengoptimalkan peran anak muda untuk bersinergi membangun desa.
Untuk itu, perlu digagas kajian tentang desa di lingkungan IPNU. Secara rutin, perlu diadakan diskusi yang membahas pembangunan desa. Pemerintah Desa setempat atau alumni-alumni IPNU yang telah berkiprah di pemerintahan dapat digandeng untuk menyelenggarakan kajian desa tersebut. Materi yang dibahas mulai yang berkaitan pemerintahan, semisal kelembagaan desa, Peraturan Desa, Dana Desa, APBDes atau? BUMDes; Perencanaan Pembangunan Desa, meliputi RPJMDes, RKPDes dan penggalian serta pengembangan potensi desa; dan materi-materi yang berkaitan dengan kearifan lokal desa.
Berbekal pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dari kajian tersebut, IPNU diharapkan dapat berperan aktif dalam Musyawarah Desa, khususnya dalam perumusan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa. Di samping itu, juga dapat berperan aktif dalam pemberdayaan ekonomi desa melalui BUMDesa serta membangun sinergi dengan elemen masyarakat desa lainnya dalam mengawasi penggunaan dana desa. Dengan begitu, IPNU dapat memberikan peran nyata dalam pembangunan desa.
Penulis adalah pelajar NU Gresik
Dari Nu Online:
nu.or.idPKB Kab Tegal Pendidikan, Kiai PKB Kab Tegal