Jakarta, NU.Online
Amnesti Internasional menyatakan Amerika Serikat sebagai pelanggar terbesar hak asasi manusia (HAM) dan telah menginjak-injak hukum internasional dalam kampanye antiterorisme, yang digelar setelah Serangan 11 September 2001. Demikian laporan tahunan hak-hak asasi manusia yang dikeluarkan lembaga internasional itu, kemarin.
Menurut lembaga itu, ratusan tahanan yang ditangkap dalam Perang Afghanistan dan operasi-operasi lain yang digelar Amerika Serikat (AS) sejak Serangan 11 September di New York dan Washington pada 2001 perlu mendapat perhatian khusus. Pasalnya, kata laporan itu, AS masih terus menolak hak-hak internasional para tahanan itu yang kini disekap di pangkalan AL AS di Guantanamo Bay, Kuba.
"Lebih dari 600 warga asing--sebagian besar ditangkap dalam konflik militer di Afghanistan--ditahan di Guantanamo tanpa tuduhan dan pengadilan atau akses ke keluarga mereka," kata laporan itu.
Bahkan, dua warga AS sendiri, Yaser Esam Hamdi dan Jose Padilla, masih ditahan secara rahasia oleh militer AS sebagai petempur musuh tanpa tuduhan atau diadili.
Lembaga itu mengatakan sekitar 1.200 tahanan asing yang sebagian besar muslim ditangkap setelah pecah peristiwa 11 September. Lebih dari 700 orang ditangkap karena pelanggaran rutin dan sebagian lagi karena peraturan imigrasi.
"Pada akhir tahun (2002) sebagian besar tahanan yang ditangkap dalam penyerbuan awal telah dideportasi atau dibebaskan atau dituduh melakukan kejahatan yang tidak ada kaitannya dengan 11 September atau terorisme," kata Amnesti.
Selain soal tindakan buruk AS di Guantanamo, laporan itu juga menyoroti laporan perlakuan buruk, kematian dalam tahanan, serta perlakuan polisi dan petugas penjara yang berlebihan dalam penyelidikan kriminal umum di wilayah AS.
Dikatakan, sedikitnya tiga orang tewas setelah dipukul dengan gagang M26--senjata setrum tegangan tinggi--yang diberikan kepada polisi AS. Amnesti juga mengkritik catatan eksekusi yang dilakukan AS. Tercatat 69 pria dan dua wanita dieksekusi sepanjang 2002. Setidaknya 820 orang telah dieksekusi mati sejak Mahkamah Agung mencabut moratorium eksekusi pada 1976.
"AS terus melanggar standar internasional dalam penerapan hukuman mati, termasuk mengeksekusi orang yang berusia di bawah 18 pada saat melakukan kejahatan dan orang yang tidak menerima pembelaan hukum yang layak," kata laporan itu.
Laporan tahunan Amnesti Internasional itu juga menyoroti pelaksanaan HAM di sejumlah negara lain. Selain AS, Amnesti juga melihat China sebagai pelanggar besar HAM. Rusia dinilai telah melakukan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai HAM di Chechnya.
Standard ganda AS
Sementara itu, Iran menuduh AS telah menerapkan standar ganda dalam perang melawan Al-Qaeda, kelompok yang dituduh Washington sebagai pelaku Serangan 11 September. Negeri para mullah itu mendesak AS agar bertindak serius dalam menangkap dan menginterogasi anggota-anggota jaringan pimpinan Osama bin Laden itu.
"AS sendiri yang tidak serius dalam memerangi terorisme," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Hamid Reza Asefi, kemarin.
Pernyataan Asefi itu merupakan jawaban atas tuduhan Gedung Putih yang mengatakan Iran belum melakukan tindakan yang cukup dalam memerangi jaringan Al-Qaeda. Asefi menilai sikap AS sebagai bukti-bukti standar ganda.
"Kami telah menunjukkan kerja sama dengan komunitas internasional dan ke semua badan yang turut memerangi terorisme. Kami adalah korban pertama Al-Qaeda dan kami telah memeranginya sejak awal," kata Asefi.
Ketika diminta untuk menjelaskan tentang anggota-anggota Al-Qaeda yang ditahan di Iran. Asefi menyatakan penyelidikan masih terus berlangsung.
"Ada beberapa dalam tahanan. Saya tidak punya wewenang untuk menyebutkan tempat mereka. Kami harus mengklarifikasikan identitas mereka," kata Asefi. Ditambahkannya, Iran tengah mengadakan kontak dengan negara-negara bersahabat mengenai tahanan-tahanan tersebut, termasuk Arab Saudi. (Rtr/AFP/Mol/Cih)
Dari Nu Online: nu.or.idPKB Kab Tegal Ahlussunnah, Ulama, Anti Hoax PKB Kab Tegal
Amnesti Umumkan AS Pelanggar Terbesar HAM (Sumber Gambar : Nu Online) |